Home BERITA Renungan Harian 1 November 2020: Tidak Sendirian

Renungan Harian 1 November 2020: Tidak Sendirian

0
Ilustrasi - Berdoa sendirian. (Ist)


Hari Raya Semua Orang Kudus
Bacaan I: Why. 7: 2-4.9-14
Bacaan II: 1Yoh. 3: 1-3
Injil: Mat. 5: 1-12a.

SETIAP pagi, ibu itu selalu ikut misa pagi. Beliau selalu datang paling awal, bahkan kata pak koster, ibu sering kali datang ketika dirinya baru menyalakan lampu gereja untuk menyiapkan misa.
 
Setiap kali sampai di gereja, ibu itu akan berdoa di depan Hati Kudus Yesus, dan kemudian di depan bunda Maria yang ada di gereja. Setelah itu beliau duduk dan berdoa Rosario. Itulah rutinitas yang ibu itu buat setiap pagi sebelum mengikuti perayaan ekaristi.

Sore hari, ibu itu terlihat di depan gua Maria dan berdoa Rosario. Beliau masih mengenakan baju kantor, nampaknya pulang dari kantor langsung ke goa Maria.
 
Namun ada sesuatu yang aneh, menurut saya. Ibu itu kelihatan menghindari perjumpaan dengan orang lain, bahkan juga dengan saya. Setiap kali bertemu ibu itu mengangguk sambil tersenyum dan segera pergi.

Ada rasa penasaran dalam diri saya, kenapa ibu itu seolah tidak ingin berjumpa dengan orang lain.
 
Suatu kali saya sengaja menyapa beliau ketika beliau selesai doa di gua Maria. “Selamat sore ibu, apakabar?,” sapaku.

Ibu itu nampak terkejut dan agak kaku menjawab: “Selamat sore romo, baik romo, terima kasih.”

Iya tersenyum hendak pergi.

“Maaf, ibu tinggal di mana?,” tanyaku menahan dirinya.

“Oh, saya tinggal dekat sini romo,” jawabnya singkat seolah tidak ingin diketahui.

“Permisi romo, saya pulang dulu,” kata Ibu itu sembari pergi meninggalkan saya.
 
Suatu ketika ada salah satu umat yang tahu tentang ibu itu. Dia bercerita  bahwa ibu itu baru pindah di sini. Beliau dipindahkan karena dituduh korupsi, dan sekarang dia ditempatkan di sini sambil terus disidik.

Jadi menurut dia, ibu itu selalu menutup diri.
 
Suatu pagi setelah misa pagi hari Sabtu, saya menyapa ibu itu. Saya mengucapkan selamat datang di sini dan selamat bergabung di paroki.

Saya mengundang ibu itu untuk ikut dalam kegiatan-kegiatan gereja. “Romo, saya boleh bicara sebentar?” tanya ibu itu.

“Bisa ibu, mari kita ngobrol di ruang tamu,” jawabku.
 
“Romo, saya berterima kasih karena romo menerima saya di paroki ini. Romo, saya orang baru di sini dan status saya di sini sebagai seorang koruptor. Sebelumnya saya bekerja di kota lain. Saya tidak tahu mengapa, saya di kantor seolah-olah diasingkan, padahal menurut saya, saya berlaku baik dengan teman-teman. Memang, romo, satu hal yang tidak mau saya ikuti dari teman-teman itu adalah berbuat curang di kantor. Karena sikap tegas saya ini, saya dianggap sok suci, dan selalu dianggap mata-mata, sehingga saya disingkirkan.”
 
“Puncaknya, ketika ada audit, tiba-tiba saya yang menjadi tersangka atas hilangnya uang negara. Padahal, adanya kerugian itu saya yang menemukan dan saya melaporkan kepada pimpinan saya. Tetapi, semua kesalahan itu ditimpakan kepada saya. Maka akibatnya saya “diasingkan” di tempat ini dan disidik.
 
“Romo, saya sangat terpukul dan sedih; apa yang dapat saya lakukan hanya berdoa, berserah pada Tuhan, beliau maha tahu. Dengan doa-doa itu saya merasa tidak sendirian romo, meski saya disingkirkan dan diasingkan.”
 
“Puji Tuhan romo, setelah hampir dua bulan saya di sini, Tuhan menunjukkan jalan untuk saya. Dari hasil penyidikan saya dinyatakan bersih, dan saya sudah mendapatkan SK untuk tugas di tempat lain dengan jabatan baru.”
 
“Romo, saya bersyukur dan amat yakin kalau saya mau tekun dan setia di jalan-Nya, sesulit apa pun dan dalam penderitaan apa pun, saya tidak sendirian, karena Tuhan tidak meninggalkan saya. Terlebih saya punya ibu, yang selalu menjadi penghibur dan perantara doa-doa saya.”
 
“Romo, ini perkenalan saya dan sekaligus saya mohon pamit, mohon doa dan berkat dari romo untuk tugas baru saya. Terima kasih banyak romo.”

Ibu itu mengakhiri ceritanya dengan berlutut mohon berkat.


 

Ibu itu dan banyak lagi orang-orang yang tekun dan setia berjuang di jalan Tuhan, yang dengan rela menanggung risiko atas pilihan hidupnya, bagi saya mereka adalah orang-orang yang disebut Yesus sebagai orang yang berbahagia. Sebagaimana sabda bahagia yang diwartakan oleh St. Matius: “Berbahagialah kamu, jika demi Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat; bersuka cita dan bergembiralah, karena besarlah ganjaranmu di surga.
 
Adakah aku bagian dari orang-orang yang disebut bahagia oleh Yesus?

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version