- Judul buku: Bapakku, Sharing Anak dalam Menyelami Dunia Sang Bapak.
- Penerbit PT Kanisius.
- Cetakan ke-5 Tahun 2023
Ebiet G Ade merefleksikan kerinduannya pada bapaknya dengan menulis lirik lagu Titip Rindu Buat ayah. “Namun semangat tak pernah pudar meski langkahmu kadang gemetar, kau tetap setia”.
Romo Nano dengan nama lengkap Agustinus Setyodarmono SJ menulis kerinduannya pada bapaknya dengan menulis:
“Aku sadar diri untuk pulang, kepada bapak di rumahku. Aku mau duduk disampingnya, berinisiatif untuk berbicara dengannya tidak dengan mulutku saja, tapi dengan hatiku.”
Buku dengan judul Bapakku, Sharing Anak dalam Menyelami Dunia Sang Bapak merupakan buku yang membagikan cerita relasi Romo Nano dengan bapaknya di dalam keluarga di mana Romo Nano dibesarkan, perjumpaan Romo Nano dengan “bapak-bapak” yang lain (bapak asrama) dan proses pengidenfikasian Romo Nano sebagai bapak asrama.
Buku Bapakku ditulis tahun 2019 dan sudah mengalamai cetak ulang lima kali di tahun 2023 ini.
Restu tanpa kata
Dibesarkan berlima bersaudara oleh ayah dan ibu dalam tulisan berjudul Bapak dan Menyelami Dunia Bapak, Romo Nano sempat memiliki sikap protes pada hidup keluarganya.
“Aku protes terhadap bapak yang hampir tidak pernah bicara dan ibu yang selalu meributkan kebiasaanku dolan seharian. Aku protes terhadap dua kakak laki-laki dan dua kakak perempuanku yang cuek dan khusyuk menikmati dunia mereka sendiri.” (halaman 13)
Proses menyelami figur bapak dalam keluarganya, Romo Nano, sempat membanding-bandingkan peruntungan nasibnya dengan teman-temannya yang pada akhirnya membawa pada rasa syukur atas keluarga yang dimiliki dan menemukan ungkapan:
“Aku pergi menempuh perjuanganku dengan restu yang tak mereka katakan, namun menyertaiku” dalam menjalani pilihan hidup dan kebebasan memilih sekolah dan jalan hidup.
Pengalaman dalam keluarga yang tidak disapa oleh bapak menjadikan dorongan bagi penulis buku ini untuk menyapa bapaknya dengan memberikan perhatian, sapaan dan tidak menuntut lagi hal-hal yang dulu tidak terlihat. Perubahan ini mengubah keterbukaan hati menjadi “Bapak untuk Bapak”.
Sharing dalam diam
Bapak suka keteraturan. Hari-harinya adalah keteraturan.
Bapak bekerja di Akademi Militer di Magelang. Bapak suka menulis. Sering bapak berada di meja dalam diam, tenang tanpa suara, entah di buku tulis atau di kertas lepas.
Bapak tidak pernah bercerita tentang apa yang ditulis dan tidak pernah menunjukkannya kepada kami. (hal. 28).
“Karena bapak identik dengan diam, maka bagiku ada atau tidak ada bapak di rumah, dia tetaplah terasa tidak ada,” tulis Romo Nano
Isi buku
Buku Bapakku ditulis dalam enam bagian.
- Bagian 1: Dunia Bapak.
- Bagian 2: Ikatan Keluarga.
- Bagian 3: Lima Rumah.
- Bagian 4: Bapak dan Asrama.
- Bagian 5: Bekerja.
- Bagian 6: Merindu dari Negeri Seberang.
Buku ukuran kecil ini juga menuliskan pengalaman penulis ketika masih kecil dengan tempat-tempat favorit yakni lapangan sepak bola, rumah Boyke yang biasa digunakan untuk bermain kelereng, sungai dan sawah dan pos ronda.
Tulisan berjudul Romo Tjipto menceritakan Nano waktu kecil mendapatkan skak mat, ketika ditanya “Kamu tidak tertarik menjadi pastor?”
Pada tulisan Doa Tengah Malam, penulis mengingat waktu berusia belum genap 12 tahun, penulis sering dibangunkan bapaknya di tengah malam, tepat pukul 00.00 dini hari diajak berdoa.
Berpindah-pindah rumah
Keluarga Romo Nano dalam buku ini diceritakan berpindah-pindah rumah sebanyak lima kali. Mulai dari rumah: kelahiran, singgah, favorit, pengungsian, dan sekoci.
Pengalaman keluarga tinggal di rumah berpindah-pindah dan pada akhirnya mendiami rumah kecil tidak mengecilkan hati Romo Nano untuk bersyukur dan berefleksi.
Tinggal di perantauan dan memiliki konsep keluarga, anggota keluarga dan konsep komunikasi dalam keluarga serta kerinduan mengantarkan pada refleksi yang ia tuliskan:
“Panggilan kita adalah paragrare (berjalan, berziarah) melewati bermacam-macam tempat dan tinggal di tempat di mana kita diharapkan mengabdi Tuhan dan melakukan kebaikan bagi sesama kita.”
Pengalaman tinggal di asrama dan berjumpa dengan bapak-bapak asrama (yang menjadi bapaknya), pertemanan di asrama dan tinggal di Kolese St. Stanisius Girisonta, Ungaran Selatan, merupakan kisah yang di syeringkan Romo Nano pada buku ini.
Pengalaman tinggal saat bekerja, magang di Yayasan Pendidikan di Semarang, bergaul dengan tunawisma, tinggal di negeri seberang -Belanda dan Australia- tidak menghilangkan rasa kehangatan keluarga yang dirasakan Romo Nano.
Di mana pun tinggal “diam dalam keluarga” rasa syukur yang diperoleh.
Buku ini mengajak pembaca untuk mendalami relasi bersama keluarga dan mensyukuri rahmat yang tinggal dalam keluarga yang meneguhkan perjalanan untuk membangun kebaikan dengan orang-orang yang ada di dekatnya.