SEKIRA bulan Februari, 1974, 1.100 mahasiswa dan mahasiswi baru ITB, diterima di kampus tercinta, jalan Ganesha Bandung.
Kemudian, kami dibagi dalam kelas-kelas Matrikulasi. Sekira 80-an orang setiap kelas. Materi kuliah sangat dasar, mirip pelajaran SMA, dengan penampilan dan pengajaran yang berbeda.
Kebetulan saya dipilih menjadi “ketua kelas” M-02. Tugas utamanya adalah mengabsen teman sekelas dan melaporkan ke kantor pusat administrasi. Tugas kedua adalah mendekati mereka yang mempunyai catatan absensi tinggi, sekaligus mencari tahu sebabnya. Salah satu teman itu bernama Hilmi Panigoro.
Saya jarang melihatnya di kelas. Kabarnya, Hilmi (sangat) aktif di “Unit Aktivitas Gitar Klasik.” Tidak hanya sebagai anggota, tapi juga pelatih. Sekian tahun kemudian, bahkan mendengar berita yang membanggakan, Hilmi menjadi “juara gitar klasik se Indonesia”.
Usai enam bulan berada di kelas Matrikulasi, kami berpisah kelas. Semakin jarang bertemu Hilmi. Apalagi kami berbeda jurusan.
Sekian puluh tahun kemudian, baru sadar ternyata kami berkecimpung di industri yang sama, minyak dan gas bumi.
Yang lebih mengejutkan, bulan Desember 1995, 21 tahun setelah kelas Matrikulasi usai, kami bertemu di satu kapal perusahaan yang sama. Tak usah dijelaskan di mana dia dan siapa saya. Yang pasti, saya “harus” memanggilnya “pak” atau bahkan “bapak”.
Pak Hilmi di pucuk sana, dan saya sedang menggapai anak-anak tangga untuk mencapai posisi yang lebih tinggi.
Empat hari lalu, Pak Hilmi mengumpulkan teman-temannya untuk peluncuran buku “70 Tahun Hilmi Panigoro – The Flowchart of My Life”. Sekalian peringatan ulang tahunnya, 4 April lalu.
Alhamdulillah, Puji Tuhan, saya khatam membaca buku itu dalam tiga hari. Banyak kisah perjuangan, bahkan sejak Pak Hilmi SMA hingga kini. Jatuh dan bangun, belok dan lurus, naik dan turun. Syukur, semuanya ditutup dengan suratan tinta emas. Prestasi luar biasa telah digenggamnya.
Kisah sukses seorang pengusaha, tak hanya di bidang energi, tapi juga pertambangan, dan banyak lagi. Tak hanya skup nasional tapi juga global. Contoh, simak saja produksi perdana lapangan-lapangan Forel dan Terubuk yang baru bulan ini diresmikan, dengan produksi 30.000 BOEPD.
Mengamati sosok Pak Hilmi sebagai tokoh yang sukses, saya ingat kata-kata Tommy Sudjarwadi, sahabat sekaligus guru saya. Tommy seorang konsultan dan ahli tentang “The 7 habits of Highly Effective People”, pernah mengajarkan hal ini.
Sukses hebat yang dicapai oleh seseorang bila dalam dirinya terdapat dua hal yang menyatu, “competence” dan “passion”.
Persis.
Dalam diri Pak Hilmi keduanya terlihat signifikan, berkelindan dan sulit dipisahkan.
Ada aspek ketiga, yang ingin saya tambahkan. Ia adalah ladang yang subur untuk tumbuh dan berkembang. “Pohon kesuksesan” akan berbuah di “environment” yang sesuai dengan kedua aspek itu. Itu semua milik Pak Hilmi.
Di atas semua itu, Pak Hilmi mempunyai “sesuatu” yang jarang dimiliki oleh banyak leader lainnya, feeling dan naluri terhadap “people development”.
Sedikitnya ada dua hal yang diungkapkan dalam buku di atas, yang mendukungnya.
Pertama, Pak Hilmi bangga, bukan terhadap kebesaran Medco, tapi karena Medco mampu membuka lapangan kerja bagi banyak anak bangsa. (kover dalam belakang)
Kedua, pendapat Pak Hilmi yang disampaikan kepada Pak Arifin Panigoro, bahwa boleh di perusahaan lain karyawan dianggap sebagai liability, tapi di Medco, karyawan adalah asset. (Buku 70 Tahun Hilmi Panigoro, halaman 86).
Tak perlu diskusi panjang-lebar untuk menemukan strength pak Hilmi ini. SDM ada dalam core value dan hatinya yang paling dalam.
Tiba-tiba teringat suatu peristiwa saat saya harus presentasi di depan Pak Hilmi tentang konsep pengembangan SDM di Medco, secara korporat. Konsep disusun oleh tim. Komentar Pak Hilmi sungguh membesarkan hati dan semangat kami.
“Saya suka konsep kalian. Saya terima. Baru pertama saya mendengarnya. Harap diteruskan dan terimakasih”.
Sayang, waktu itu, tak semua leader menanggapinya secara proporsional.
Sebagai “kado” ulang tahun bagi Pak Hilmi, saya ingin meneruskan suatu pesan yang ditulis oleh Roy T. Bennet, penulis buku terkenal The Light in the Heart.
Pesan singkat yang moga-moga bermanfaat bagi Pak Hilmi, Medco, bahkan seluruh bangsa Indonesia.
“Great leaders create more leaders not followers.”
Selamat ulang tahun Pak Hilmi Panigoro
@pmsusbandono
31 Mei 2025
Baca juga: Sowan dan ngangsu kawruh kepada Prof. Bambang Hidayat, astronom ITB