Ketika saya bertugas di salah satu paroki, setiap hari Jumat pagi, kami mengadakan kunjungan orang-orang sakit. Pada waktu itu, kami mengunjungi seorang ibu setengah umat yang katanya sakit dan hanya berbaring saja, tidak bisa bangun.
Ketika kami sampai di rumahnya, kelihatan ibu tersebut memiliki pengalaman hidup yang amat berat sekali. Dari wajahnya kelihatan amat berat.
Saya bertanya, “Apakah selama ini, ibu memiliki orang yang ibu tidak sukai?”
Ibu itu diam agak lama, kemudian akhirnya berkata, “Ya pastor, saya ini sakit hati dengan menantu saya. Setiap bangun pagi, dada sesak nafas dan hati pedih. Dan ini saya alami bertahun-tahun.”
Kemudian saya minta apakah boleh ibu untuk saat ini berdamai dengan menantunya. Awalnya ibu tidak sanggup, tetapi dengan pertolongan dan kesadarannya, akhirnya ibu itu bersedia.
Dengan kekuatan doa, akhirnya ibu itu berdamai dengan menantunya. Dan berangsur-angsur kesehatan ibu itu pun pulih kembali.
Dicekam Kegelisahan
Bila aku pergi tidur, maka yang kupikirkan maka yang kupikirkan, “Bilakah aku akan bangun” (Ayb. 7: 4)
Kitab Ayub pada hari ini mengajak kita untuk merenungkan hidup kita masing-masing. Setiap orang di antara kita tentu pernah mengalami kegelisahan. Gelisah karena tidak ada uang, padahal harus membayar sekolah anak-anak. Gelisah karena keluarga sakit, padahal biaya obat dan dokter mahal sekali. Gelisah karena berjumpa dengan orang-orang yang tidak kita sukai.
Saya punya kenalan seorang ibu yang selalu gelisah tentang hidupnya. Ibu itu begitu mencintai anak-anaknya. Setiap hari dia berpikir, “Nanti kalau aku mati, anak-anak bagaimana?” Pertanyaan itu terus-menerus menghantui dirinya, sehingga ibu itu gelisah tidak pernah henti. Gelisahnya ada dalam pikirannya sendiri.
Penderitaan dalam Hidup Kita
St. Markus menulis, “Menjelang malam, sesudah matahari terbenam, dibawalah kepada Yesus semua orang yang menderita sakit dan yang kerasukan setan.” (Mrk. 1: 32)
Kita pun di dalam hidup ini sering berhadapan dengan penderitaan. Kita menderita karena sakit, kita menderita karena orang lain, kita menderita karena pikiran kita sendiri.
Menderita karena Situasi atau musibah
Setiap orang tentu tidak mau jika dirinya sakit. Ia sakit karena demam, pusing, sakit kepala, perut mules. Atau musibah, seperti: kecelakaan atau kebakaran. Kadang kita tidak bisa menghindari situasi semacam ini.
Ada seorang bapak yang sangat berhati-hati dalam mengendarai motor. Ia selalu ikuti aturan lalu-lintas. Pagi itu, bapak naik motor bersama anaknya yang hendak hendak diwisuda. Anak ini adalah anak tunggal yang menjadi harapannya di usia lanjut.
Ia sudah hati-hati, tiba-tiba ada nyong-nyong (anak muda) ugal-ugalan minum dan menabrak motor yang ia kendarai. Karena hebatnya kecelakaan itu, sang ayah pingsan, namun anaknya yang tunggal itu tewas seketika. Ia menderita karena musibah.
Kedua, Menderita karena Sikap Orang Lain
Orang menderita karena disebabkan oleh orang lain. Ada seorang Bapak yang penuh perhatian terhadap orang lain.Bapak ini memiliki sahabat yang kurang beruntung. Setiap kali ada kebutuhan, bapak itu senantiasa membantu dengan tulus.
Tetapi entah karena apa, orang yang selalu dibantu itu malah memfitnah dan menjelek-jelekkan namanya. Dia disakiti oleh orang yang sungguh-sungguh dikasihi secara tulus dan ikhlas.
Kalau kita disakiti oleh orang yang jauh bahkan tidak kenal dengan kita, maka tidak masalah. Namun jika orang yang kita cintai dan sayangi itu mengkhianati, maka malah hati ini sakit seperti disayat sembilu.
Orang Menderita karena Pikirannya Sendiri
Seringkali pikiran kita itu terbang ke mana-mana. Pikiran kita kadang bertanya-tanya: “Mengapa aku hidup di dunia ini, mengapa ada kematian, mengapa ada penderitaan, mengapa orang yang baik kok sudah dan mengapa orang jahat kok hidup makmur?”
Pikiran-pikiran ini semakin menjadi-njadi kalau kita sedang ditimpa kemalangan, misalnya: anak gagal dalam sekolah, ada musibah.
Hidup di dunia ini memang tidak akan terlepas dari berbagai macam permasalahan, datangnya pun tidak kita undang…munculnya pun kerap bergantian perkaranya. Mau dibilang hati menjadi sesak rasanya…memang IYA !!! Tetapi disini…sebagai umat Kristiani yg berimankan pada Tuhan Yesus tentu Tuhan berharap kita bisa melewati perkara-perkara tersebut..karena perkara dan beban tersebut bagaikan WAJAN KESENGSARAAN yg menggodok diri kita agar bisa menjadi semakin matang, bijaksana dan rendah hati. Tuhan mengasihi dan menyayangi diri kita sehingga dengan berbagai perkara tersebut, Tuhan menginginkan kita bisa menjadi semakin dekat dengan Tuhan…hanya Tuhan lah sebagai sumber kekuatan dan sandaran kita disaat perkara yg menjadi beban tersebut menyesakkan diri kita.
Leres bu
numpang sedot artikel gan…..banner anda kami taruh di website kami..
nuwun….
JLU
silakan…terima kasih