Home BERITA Lectio Divina 15.12.2020 – Pemungut Cukai dan Pelacur Mendahului ke Surga

Lectio Divina 15.12.2020 – Pemungut Cukai dan Pelacur Mendahului ke Surga

0
Dua anak dan bapak by School Work Helper.

Selasa (U)

  • Zef. 3:1-2,9-13
  • Mzm. 34:2-3,6-7,17-18,19,23
  • Mat. 21:28-32

Lectio

28 “Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. 29 Jawab anak itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi. 30 Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga.

31 Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?” Jawab mereka: “Yang terakhir.” Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah.

32 Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya.”

Meditatio-Exegese

Tetapi apakah pendapatmu tentang ini

Yesus ada dalam situasi genting dan berbahaya. Setelah khotbah panjang tentang komunitas iman (Mat. 18:1-35), Yesus meninggalkan Galilea. Ia menyeberangi Sungai Yordan dan memulai perjalanan terakhir ke Yerusalem (Mat. 19:1).

Agak lama sebelumnya, Ia telah menyingkapkan bahwa Ia pergi ke Yerusalem dan ditangkap, dibunuh dan dibangkitkan lagi pada hari ketiga (Mat. 16:21; 17:22-23). Sekaranglah waktu untuk pergi ke Ibu Kota untuk menghadapi penjara dan kematian (Mat. 20:17-19).

Saat Ia sampai di Yerusalem dan mengajar di Bait Allah, Ia menjadi bahan perbantahan. Di satu sisi, orang banyak mengelu-elukan Dia. Mereka menyambut-Nya dengan suka cita (Mat. 21:1-11).

Bahkan anak-anak menyambut-Nya ketika, dengan penuh kuasa seperti nabi, Ia mengusir pedagang dari Bait Allah, menyembuhkan orang buta dan lumpuh (Mat 21: 12-15).

Namun, para muka agama, imam-imam dan para tetua, mengecam-Nya. Bahkan, mereka menyuruh-Nya untuk membungkam mulut anak-anak (Mat. 21:15-16). Karena keadaan yang makin meruncing, Yesus tidak bermalam di Yerusalem. Ia menyingkir ke luar kota (Mat. 21:17; bdk. Yoh. 11:53-54).

Keesokan harinya, Yesus ternyata kembali lagi ke Ibu Kota. Dalam perjalanan ke Bait Allah, Ia mengutuk pohon ara, simbol Yerusalem.

Pohon itu hanya menghasilkan dedaunan, tak pernah menghasilkan buah manis (Mat. 22:18-22). Sesampainya di Bait Allah, Ia tetap mengajar orang banyak.

Saat Ia mengajar, para pemimpin mendatangi-Nya dan mempertanyakan landasan kuasa-Nya untuk melakukan seluruh tindakan. Yesus membungkan mereka satu demi satu (Mat 21:33-22:45). Ia membungkam imam kepala dan para tetua (Mat. 21:23), kaum Farisi (Mat. 21:45; 22:41), murid kaum Farisi dan penghikut Herodes Antipas (Mat. 22:16), kaum Saduki (Mat. 22:23), dan ahli Taurat (Mat. 22:35).

Secara khusus dan panjang, Ia mengecam para ahli Taurat dan kaum Farisi atas praktek hidup mereka yang menyimpang dari kehendak Allah. Kecaman itu diikuti dengan keluhan yang menyayat hati tentang Yerusalem, kota yang tak mau bertobat (Mat. 23:37-39).

Dilingkupi ketegangan bahaya, Yesus mengisahkan perumpamaan tentang dua orang anak, dan bertanya, “Tetapi apakah pendapatmu tentang ini” (Mat. 21:28).

Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran

Para pemuka agama Yahudi sadar dan tahu bahwa Yohanes Pembaptis diutus dari surga, tetapi mereka enggan mengakuinya dan enggan pula menjawab pertanyaan Yesus.

Dan mereka terus mendesakkan pertanyaan atas kuasa dari siapakah Yesus membersihkan Bait Allah. Menanggapi pertanyaan itu, dengan cerdik, Yesus bertanya pada mereka dengan sebuah perumpamaan.

Perumpamaan itu dimaksudkan untuk memberi ruang dan waktu yang cukup di hati untuk merenungkan kebenaran yang hendak disingkapkan-Nya. Ia mengharapkan mereka yang mempertanyakan kuasa-Nya menjadi rendah hati, menghormati martabat, berpikiran jernih dan menghidarkan diri dari pemahaman atau pengetahuan palsu.

Perumpamaan yang terinspirasi dari kehidupan keluarga itu sangat mudah ditangkap maknanya. Yesus ternyata tidak memberi komentar atas apa yang dilakukan para pemuka agama. Ia justru memberi penjelasan menarik dan mengambil kesimpulan dari apa yang dilakukan anak kedua, mungkin si bungsu.

Sabda-Nya (Mat. 21:31), “Sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah.”, Publicani et meretrices praecedunt vos in regnum Dei.

Para pemungut cukai dan pelacur, dalam struktur masyarakat Yahudi di jaman Yesus, tergolong kelompok yang disingkirkan dan dicap sebagai pendosa.

Pemungut cukai bersekongkol dengan penjajah menambah beban derita rakyat, termasuk yang termiskin dari yang miskin, melalui pungutan pajak. Pelacur melanggengkan zinah dan merusak rumah tangga.

Tetapi, ternyata mereka mendatangi Yohanes Pembaptis dan meminta dibaptis sebagai tanda pertobatan (bdk. Mat. 3:5-6). Mereka menyadari bahwa Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran dan mereka percaya padanya.

Para pemungut cukai bertanya pada Yohanes dan melakukannya,  “Guru, apakah yang harus kami perbuat?” (Luk. 3:12).

Tetapi, para pemimpin agama hanya mengamat-amati dari jauh. Mereka tidak percaya pada anak Imam Zakharia dan Ibu Elizabeth. Mereka merasa tidak perlu bertobat, karena sudah mendapatkan jaminan hidup kekal.

Mereka dapat memastikan untuk masuk surga karena garis keturunan dan peri hidup yang nampak suci karena taat pada perintah agama dan tradisi suci.   

Tetapi, Yohanes pun mengingatkan, “Dan janganlah mengira, bahwa kamu dapat berkata dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami! Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini! Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api.” (Mat. 3:9-10)

Katekese

Bapak dan dua anak laki-lakinya. Penulis tak dikenal dari abad ke-5:

“Siapakah Dia ini jika bukan Allah yang menciptakan seluruh bangsa manusia dan mengasihi mereka dengan kasih kebapakan, Allah yang lebih suka dikasihi sebagai seorang bapa dari pada ditakukit sebagai tuan, walau Dia adalah Allah? Pada kisah ini, pada awal mula perintah hukum Tuhan, Ia tidak bersabda, “Takutlah pada Tuhan dengan segenap hatimu” tetapi “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu.” (Ul. 6:5).

Permintaan untuk dikasihi bukan sifat khas seorang tuan, tetapi sifat seorang bapak. Tentang dua orang anak laki-laki dalam perumpamaan ini, yang tua mencerminkan perwakilan bangsa-bangsa asing, karena mereka berasal dari Bapa Nuh. Anak yang muda mewakili bangsa Yahudi, yang berasal dari Abraham. “Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur.” ‘Hari ini’ mengacu pada jaman ini. Bagaimana ia berbicara pada anak-anaknya? Ia tidak menyapa mereka muka dengan muka seperti manusia. Tetapi ia berbicara pada hati manusia, seperti Allah. Manusia hanya mengucapkan kata-kata yang didengar telinga. Sedangkan Allah menyediakan pemahaman di sanubari dan budinya.” (dikutip dari Incomplete Commentary on the Gospel of Matthew, HOMILY 40)

Oratio-Missio

  • Tuhan, ubahlah hariku agar aku hanya menghendaki apa yang menyenangkan hati-Mu. Bantulah aku melakukan kehendak-Mu dan berilah aku kekuatan, suka cita dan ketekunan untuk melakukannya dengan segenap hati. Amin.
  • Apa yang perlu kulakukan untuk selalu melakukan kehendak-Nya?

Publicani et meretrices praecedunt vos in regnum Dei – Matthaeum 21:31

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version