Live-in Komunitas Relawan Grigak: Jangan Tinggalkan Padukuhan Karang (3)

0
292 views
Foto bersama para peserta live-in dan orangtua asuh di Balai Padukuhan Karang, Gigrak, Gunung Kidul, DIY. (Kornelis Mauk)

MODEL refleksi yang digunakan dalam program live-in ini adalah refleksi Ignatian.

David L. Fleming SJ dalam bukunya berjudul Draw Me into Your Friendship (1996) mengilustrasikan refleksi sebagai sebuah peziarahan batin. Seperti perjalanan memasuki lingkaran-lingkaran kehidupan.

Kemudian, karya David L. Fleming SJ lain berjudul What is Ignatian Spirituality? disadur oleh Yayasan Cipta Loka Caraka dengan judul Spiritualitas Ignasian mengungkapkan hal ini.

Yakni, bahwa dalam refleksi, kita berusaha menemukan jejak atau panggilan Tuhan dalam kehidupan kita sebagai bentuk interaksi dengan Tuhan.

Secara sederhana, refleksi live-in Komunitas Relawan Grigak ini sebagai salah satu cara menemukan panggilan Tuhan untuk memasuki lingkaran persahabatan-Nya yang personal dan mendalam.

Adapun refleksi-refleksi mendalam dan personal peserta live-in dengan mengacu pada pertanyaan:

  • Apa kesanmu live-in di Keluarga Baru?
  • Bagaimana gambaran dirimu, adik-adikmu, orangtuamu, dan lingkungan barumu di Padukuhan Karang?

Tulisan reflektif

Berikut ini adalah hasil parafrase tulisan-tulisan refleksi peserta live-in dalam lembar refleksi yang dibagikan, ketika fasilitator live-in mengunjungi rumah peserta live-in Komunitas Relawan Grigak.

  • Penting untuk belajar Bahasa (Jawa), fokus dan sabar dalam proses belajar dan bermain bersama adik-adik Padukuhan Karang.
  • Metode Bimbingan Belajar bersama adik-adik Padukuhan Karang sebaiknya “Belajar sambil Bermain.
  • Saya berharap adik-adik Padukuhan Karang akan tetap tersenyum dalam setiap kegiatan Bimbingan Belajar bersama Relawan Grigak.
  • Adik angkat pasti senang, jika pembelajarannya (TPA) di masjid diperhatikan.
  • Ada orangtua angkat yang selalu memberikan dukungan kepada adik-adik Padukuhan Karang dalam menumbuhkan kreativitas.
  • Dulu saya sering mengira anak-anak itu sangat merepotkan dan sangat mengganggu waktu saya, namun itu karena saya kurang mengenal anak-anak saja, bahkan dulu ketika mau dekat dengan anak-anak saja saya sudah langsung menjauh, karena takut anak-anak itu merepotkan saya. Tapi setelah saya mencoba untuk lebih mau menerima, dan mencoba untuk memahami anak-anak ternyata mereka tidak seperti yang saya pikirkan dan bayangkan, mereka sangat aktif dan rasa ingin tahu mereka itu sangat tinggi, jadi untuk kedepannya saya akan berusaha untuk lebih sabar lagi ketika menghadapi anak-anak.
  • Ada air mata juga dari adik-adik karena kegiatan kaka-kaka relawan live-in berakhir, saya sangat tersentuh sekali dengan anak-anak ini karena mereka sudah menganggap kami seperti kaka mereka sendiri.
  • Layaknya seorang Ibu, Bapak, Saudara, dan Saudari kandung, itulah yang saya alami ketika seminggu saya hidup Bersama keluarga baru di Karang. Dari kegiatan ini saya memetik sejuta harapan dan niat untuk tetap belajar bagaimana dalamnya sebuah kehidupan.
  • Saya memaknai kegiatan ini tidak berbeda dengan kehidupan, dan kegiatan ini adalah kehidupan, kehidupan yang penuh dengan suka dan duka yang dengan kerelaan hati menerimanya sehingga menjadi sebuah pelajaran yang berharga. Kepada adik-adik saya yang mengalami kendala dengan pembelajaran gaya baru karena pandemi Covid-19.
  • Sebenarnya fenomena ini bukan saja terjadi pada mereka melainkan saya dan teman-teman lain merasakannya juga. Oleh karena itu, saya menceritakan pengalaman saya, setidaknya mereka membangunkan semangat dan niat agar tetap maju untuk belajar hal-hal baru, karena jaman memang kian berubah-ubah dan kita dituntut untuk tidak tetap dan diam. Salam. Terimakasih.
  • Ada keluarga di tanah rantau yang mau menerima dengan ramah, sangat terbuka, dan begitu menghormati orang baru seperti anak kandung sendiri.
  • Orangtua angkat selalu meluangkan waktu untuk jalan-jalan (berwisata) dengan keluarga.
  • Orang tua angkat tangguh dan bekerja keras demi kesejahteraan keluarga.
  • Semoga kesempatan ini (live-in di keluarga baru) bisa membuat saya taat kepada orangtua dan semua anggota keluarga.
  • Hidup tidak mungkin eksis tanpa kehadiran orang lain. Dalam hal ini misalnya kehadiran saya (relawan) sejatinya dapat menumbuhkembangkan kepribadian saya serta wawasan saya. Tentu saja, adik angkat juga mengalami perubahan; semangat belajar semakin tinggi.
  • Untuk pagi dan sore harinya saya pergi ke ladang bersama Mbah. Selain mencari dedaunan untuk kambing, saya juga membantu Mbah mengantarkan pakan sapi dari rumah ke kandang. Saya salut dengan Mbah karena dapat melakukan aktivitasnya setiap hari dengan penuh ceria, padahal untuk mengikat pakan sapi saja cukup berat, apalagi jalan ke kendang cukup bebatuan.
  • Saya merasa seperti pulang ke kampung sendiri. Pulang ke rumah dan belajar bersama adik angkat. Semoga persahabatan dan kekeluargaan ini bisa berlanjut sampai selama-lamanya.
  • Saya senang selama berdinamika dengan adik-adik. Mereka senang dan bergembira. Semoga Relawan Grigak bisa semakin solid membangun Grigak agar bisa mempesona bahkan mendunia.
  • Terimakasih atas keharmonisan yang Relawan dapatkan di sini, Padukuhan Karang. Saya senang ikut live-in di Karang karena bisa punya banyak adik, teman, orangtua, dan banyak nama juga. Namaku Lila, tapi beberapa adik bahkan menyebutkan namaku Mbak Lali. He.. he… he…
  • Mereka (Adik-adik Padukuhan Karang) bermain permainan online, tapi kalau diajak berdinamika melalui Bimbingan Belajar, mereka antusias untuk ikut juga.
  • Saya nerasa nyaman dan bahagia, walaupun di luar ekspektasi saya.
  • Saya selalu ingat nasehat orang tua angkat saya, Jangan tidur larut malam.
  • Mereka selalu berpesan; kalo mau keluar izin ya Mbak Mel. Ingat makan ya. Mereka tahu saya punya riwayat penyakit lambung.
  • Selain refleksi peserta live-in Komunitas Relawan Grigak, ada beberapa tokoh masyarakat Padukuhan Karang mengungkapan perasaan dan ide bernada harapan kepada Komunitas Relawan Grigak secara umum dan kepada “anak-anak angkat” secara khusus.
  • Ungkapan pertama disampaikan oleh Suyar sebagai Ketua Perkumpulan Eco Camp Mangun Karsa sekaligus sebagai salah satu orang tua asuh peserta live-in.
  • Hubungan kekeluargaan ini tidak akan putus. Terkait Bimbingan Belajar, saya berharap ada kelanjutan. Live-in ini sudah menumbuhkan kembali minat belajar anak-anak kami. Silahkan Bimbingan Belajar di Pantai Grigak atau di Balai Padukuhan Karang.

Mas Pele

Selanjutnya Mas Pele sebagai Ketua Karang Taruna Catur Manunggal Padukuhan Karang mengungkapkan, “Jangan tinggalkan Padukuhan Karang.”

Ungkapan yang sarat akan fungsi bahasa imperatif-permisif ini ditegaskan dengan lantang oleh Bapak Suratno sebagai Dukuh Karang.

“Regenerasi harus terus digalakkan karena peserta live-in saat ini sudah masuk ke dalam rumah keluarga Padukuhan Karang.

Kalau buat kebaikan itu jangan tanggung-tanggung, karena secara tidak langsung Komunitas Relawan Grigak ini telah memperbaiki sumber daya manusia di Padukuhan Karang.

Mari kita bekerja bersama agar tali persaudaraan kitajangan sampai putus.

Dan pesan saya bertanggungjawablah atas kegiatan ini (Bimbingan Belajar) dan lanjutkan.

Terakhir, ada ungkapan salah satu orangtua angkat yang merangkum indikator pencapaian live-in Komunitas Relawan Grigak, yaitu: “Anak saya jadi kurang bermain handphone dan jajan karena ngikut terus kegiatan-kegiatan dari Relawan Grigak.”

“Di mana hati diletakkan, di situlah proses belajar dan maju dimulai.” Romo Mangun

(Selesai)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here