
MGR. Albertus Soegijapranata SJ, Uskup pribumi pertama dan pahlawan nasional, kembali dikenang dalam peringatan wafatnya yang ke-62 tahun.
Ia dikenal luas sebagai tokoh Gereja dan bangsa yang mengabdikan diri untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia; dilakukan melalui jalur diplomasi dan dialog lintas iman.
Sekilas perjuangan
Mgr. Soegijapranata menjabat Vikaris Apostolik Semarang sejak tahun 1940 dan kemudian menjadi Uskup Agung Semarang pada 1949. Dalam masa Revolusi Fisik, ia berperan sebagai jembatan antara pemimpin nasional dan dunia internasional.


Salah satu langkah pentingnya adalah mengirim surat resmi kepada Vatikan agar mengakui kemerdekaan Indonesia — suatu tindakan strategis yang membantu memperkuat posisi Indonesia di mata dunia.
Ia juga menggerakkan para misionaris dan umat Katolik asing untuk bersimpati dan mendukung perjuangan Indonesia. Di dalam negeri, ia mempromosikan semangat dialog antar agama dan menjadikan Gereja sebagai tempat perlindungan bagi para pengungsi dan korban perang; terutama selama Agresi Militer Belanda.
Semboyannya yang terkenal, “100% Katolik, 100% Indonesia,” mencerminkan perjuangannya membangun bangsa dalam semangat iman dan nasionalisme.

Menggali dan menghidupi warisan
Tepat 62 tahun setelah wafatnya di Steyl, Belanda, pada 22 Juli 1963, Universitas Katolik Soegijapranata (SCU) kembali menyelenggarakan misa peringatan di Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal, Semarang.
Perayaan Ekaristi ini diikuti oleh civitas akademica SCU bersama Pemuda Katolik, PMKRI, dan WKRI, serta dipimpin oleh Romo Marcellinus Tanto Pr, bersama tiga imam lainnya.



Rektor SCU Dr. Ferdinandus Hindiarto menyampaikan bahwa Mgr. Soegijapranata tidak hanya dikenang sebagai patron universitas, tetapi juga sebagai inspirasi dalam proses pembentukan pribadi dan pendidikan.
“Kami terus mewarisi dan menggali nilai-nilai beliau. Selama tiga tahun terakhir, kami menekankan bagaimana perjumpaan yang beliau lakukan bersama siapa pun, mampu mengubah dan menggerakkan,” ungkapnya.
Semangat tersebut menjadi dasar tema Dies Natalis ke-43 SCU pada 5 Agustus 2025: “Spiritualitas Perjumpaan: Pendidikan Personal dan Inklusif yang Mengubah dan Menggerakkan.”
Menurut Dr. Ferdinandus, perjumpaan dalam dunia pendidikan Katolik harus mampu membentuk pribadi yang matang dan peduli. “Kampus bukan sekadar ruang kuliah, melainkan tempat perjumpaan yang menyentuh hati dan membangun masa depan,” tandasnya.