Minggu Paskah 2, A – 23 April 2017: Kerahiman Allah, Kesediaan Berbagi Hidup

1
1,332 views
Ilustrasi: (Ist)

Kis. 2:42-47; 1Ptr. 1:3-9; Yoh. 20:19-31

 KATA ‘kerahiman’, dalam Bahasa Inggris menjadi merciful. Asal nya dari Kkata ‘misericordia’ dalam Bahasa Latin. Kedua kata itu dalam Bahasa Indonesia biasanya diterjemahkan dengan ‘belas kasih’. Tetapi Bahasa Indonesia punya padanan kata ‘belas kasih’ dengan ‘kerahiman’; yang berasal dari kata dasar: ‘rahim’. Yang arti sesungguhnya adalah tempat kandungan perempuan.

Rahim adalah tempat hidup ditempatkan, dipelihara dan ditumbuhkan. Di situ bukan hanya ada belas kasihan; tetapi juga ada penerimaan, kasih, pengampunan, penjagaan dan pertumbuhan. Allah yang Maharahim adalah Allah yang seperti itu. Menerima, mengasihi; mengampuni; menjaga dan menumbuhkan kita. Dan itu kita alami dalam diri Tuhan Yesus Kristus.

Pada dua penampakan yang diceritakan dalam Injil hari ini, Yesus memberi damai sejahtera, mengutus para murid untuk mengampuni dosa dan menerima Roh Kudus; memperlihatkan luka-lukaNya untuk memperlihatkan bahwa manusia sengsara dan mati; manusia gagal itu, kini menjadi manusia baru; yang dibangkitkan Allah dan jadi Penyelamat Dunia. bersama Thomas, para murid diajak mengakui manusia sengsara dan mati itu sekarang sebagai Tuhan dan Allah; menjadi yang punya kuasa mengampuni dosa.

Para murid, yang hidup dalam ketakutan akan ancaman keamanan hidup dan rasa sesal karena mengikuti orang yang dinyatakan sesat oleh pemimpin Yahudi, mengalami ketertutupan terhadap sesama di luar mereka dan dalam Rasul Thomas, juga mengalami ketertutupan dan perpecahan diantara mereka sendiri. Yesus tidak menegur atau memarahi pengkhianatan mereka atau ketidak percayaan Thomas.

Tuhan Yesus memberi mereka kesempatan dan kepercayaan untuk membaharui hidup mereka; sebagai yang menerima Roh Kudus, yang mengakui Yesus sebagai Allah dan Tuhan serta yang mau mengampuni dosa, memberi hidup dan kesempatan baru kepada semua orang yang percaya. Itu lah wujud kerahiman Tuhan. Menerima, mengampuni dan menumbuhkan hidup baru dalam diri manusia yang percaya. Itulah hidup dalam kerahiman Allah.

  • “mBok, kita sekarang kan cuman tinggal berdua, kenapa simbok tetep masak sebanyak itu? Dulu waktu kita masih komplit ber enam aja, simbok masaknya selalu berlebih. Mbok ya dikurangi mbok, biar ngirit, ” kataku dengan mulut penuh makanan masakan simbokku siang ini, nasi liwet anget, sambel terasi beraroma jeruk purut, tempe garit bumbu bawang garam, sepotong ikan asin bakar dan sayur asem Jawa. Ini menu surga bagiku.
  • Sambil membenahi letak kayu-kayu bakar di tungku, simbok menjawab “Hambok ya biarin to Le …..”
  • “Mubazir mbok ….. kayak kita ini orang kaya aja …..” sahutku.
  • “Apa iya mubazir? Mana buktinya? Hayoo mana?” tanya simbok kalem.
  • Kalau sudah begitu, ujung-ujungnya pasti aku bakal kalah argumen. “Lha itu ….., tiap hari kan ya cuman simbok bagi-bagikan ke tetangga-tetangga to? Orang-orang yang lewat mau ke pasar juga” kataku.
  • “Itu namanya sedekah! Bukan mubazir. Anak sekolahan kok gak bisa membedakan sodakoh dengan barang kebuang”.
  • “Sedekahkok tiap hari?! Kayak kita ini sudah kaya aja mbook mbook!” nadaku agak tinggi.
  • “Ukuran kaya itu apa to Le? Ahh ….. gemes aku melihat ekspresi kalem simbok itu. “Ya orang yang sudah berlebih apa-apanya to ….. gitu aja kok nanya!”
  • “Lha aku kan juga punya makanan berlebih to? Memang aku kaya kok, makanya aku bisa ngasih orang lain …..,” tangannya yang legam dan kulit yang makin keriput menyeka keringat di dahinya.

Lalu simbok menggeser dingkliknya menghadap persis di depanku. Aku terdiam sambil meneruskan makanku, kehilangan selera untuk berdebat.

  • “Le, kita ini sudah dapat jatah rejeki masing-masing, tapi kita juga punya kewajiban yang sama, Sebisa-bisa memberi kepada orang lain. Kaya itu kelapangan hatimu untuk memberi, bukan kumpulan harta benda. Kalau menunggu hartamu banyak, baru ngasih orang lain, kamu nanti pasti merasa masih punya keperluan lain terus, jadi tidak akan pernah ngasih orang dengan ikhlas. Simbokmu ini kaya kok Le, tiap hari punya makanan berlebih, jadi bisa memberi dan harus memberi. Walaupun simbokmu ini tidak punya banyak harta benda, itu bukan ukuran. Yang penting kita tidak kelaparan, masih bisa makan, bisa beribadah, anak-anakku bisa sekolah, bisa jadi orang. Apa gak hebat? Itu semua karunia Gusti Allah, padahal simbokmu ini bukan orang kaya dan tidak pernah makan bangku sekolahan.
  • “Iya ….. iyaaaaa …..”
  • “Kamu heran, kenapa kok simbok tiap hari masak banyak?”
  • “Iya, mbok!
  • “Gini Le, dulu simbahmu Putri mendidik aku.
  • Katanya: “nDuk, kalau masak itu dilebihin, walaupun hanya kuahnya atau nasinya. E siapa tahu tetangga malem-malem kedatangan tamu dari jauh atau anaknya malem-malem kelaparan, paling tidak kamu bisa memberi nasi dengan kuah sayur” Begitu kata mbahmu Le. Jadi simbok sudah terbiasa menyediakan air minum didepan rumah untuk orang yang lewat. Juga kalau masak dilebihkan, siapa tahu tetangga membutuhkan. Memang niatnya sudah begitu, bukan mau membuang-buang makanan. Paham Le?”

Aku diam, kucuci tanganku di air baskom bekas simbok mencuci sayuran, aku bangkit dari dingklikku di depan tungku, mengecup tangan simbokku, trus berlalu masuk kamar. Ah ….. simbok.

Perempuan yang gak makan sekolahan dan menurutku miskin itu, hanya belajar dari simboknya sendiri dan dari kehidupan. Dia bisa begitu menghayati dan menikmati cintanya kepada sesama dengan caranya sendiri.

Sementara aku, manusia modern yang bangga belajar kapitalisme dengan segala hitung-hitungan untung rugi, selalu khawatir akan hidup kekurangan, lupa bahwa ada Allah yang menjamin hidup setiap makhluk yang bernyawa. Simbokku benar, *kaya itu kemampuan hati untuk memberi kepada orang lain, bukan soal mengumpulkan untuk diri sendiri*.+

Saya menemukan cerita ini di Facebook. Saya tidak tahu apakah simbok dalam cerita ini orang katolik atau bukan. Tetapi yang pasti, dia punya kerahiman hati Allah; dia selalu sedia berbagi, karena dia kaya. Hatinya sedia memberi kepada orang lain; bukan mengumpulkan untuk diri sendiri.

Hal yang sama telah dilakukan Tuhan Yesus kepada para murid. Tidak tenggelam dalam ketakutan, penyesalan dan tertutup kepada sesama, tetapi mengalami Yesus sebagai Tuhan yang bangkit dan mengutus mereka mewartakan kesempatan untuk hidup baru dalam pengampunan kasih Allah. Kita juga diutus untuk menjadi saksi kasih kerahiman Allah.

Berbagi kesempatan hidup kepada orang-orang yang ada bersama kita. Amin.

 

Ref: Simbok by unknown writer

1 COMMENT

  1. Tetapi yang pasti, dia punya kerahiman hati Allah; dia selalu sedia berbagi, karena dia kaya. Hatinya sedia memberi kepada orang lain; bukan mengumpulkan untuk diri sendiri.
    saya kiraa kerahiman Allah itu ya Allah yang mengampuni, memaafkan terus kita juga diajak untuk mengampuni dan memaafkan sahabat/saudara kita

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here