“Nurse are The Heart of Healthcare”

0
81 views
Ilustrasi: Suster perawat. (Ist)

“Aku berpisah di teras Sint Carolus
Air mataku jatuh berlinang
Betapa sedih dan duka hatiku
Slama ini ia mrawat sakitku

Gadis kerudung putih pujaan
Smoga cinta kita abadi.”

Saya menduga tak banyak yang mengenal lagu itu. Tapi, yang sezaman dengan saya, hampir pasti hafal di luar kepala. Dulu begitu terkenal, dinyanyikan salah satunya oleh, Lilis Suryani.

Ciptaan komponis hebat asal Bali, tahun 1960-an. Namanya I Gusti Putu Gede Wedhasmara.

“Wedhasmara” bermakna inspiratif, “Cinta akan ilmu pengetahuan”.

Nampaknya Wedhasmara “kesengsem”, tidak hanya kepada RS Sint Carolus, tapi lebih-lebih para perawat yang melayani dan merawatnya selama sakit. Salah satu perawat yang mengantar dia pulang sampai teras, bahkan merebut hatinya.

Seperti ungkapan Donna Wilk Cardillo, seorang guru perawat, penulis dan pembicara terkenal dari Amerika, yang menjadi judul dari tulisan ini: “Perawat adalah jantung-hati pelayanan kesehatan”.

Mereka juga berperan dalam proses penyembuhan pasien. Perawatlah yang menyaksikan bayi membuka mata saat lahir, sampai pasien menutup mata saat meninggal. (What Is a Nurse? Types & Roles Explained | Nurse.com)

Tokoh perawat modern yang harus diacungi jempol adalah Florence Nightingale (1820–1910). Selain perawat, dia juga penulis dan ahli statistik. Dia dikenal sebagai “Bidadari Berlampu” (The Lady With The Lamp).

Dengan heroik, dia mengumpulkan dan merawat korban Perang Crimea, di Semenanjung Krimea, Rusia. (1853-1856)

Banyak RS berantakan diterpa mesiu. Korban perang bertebaran sampai ke lorong-lorong bahkan teras RS.

Florence dengan gagah-berani berdiri di depan, mengajak teman-teman sejawat untuk “cancut taliwondo”. Sedikit demi sedikit membereskan carut-marut RS, merawat yang luka dan mengobati yang sakit.

Saya membayangkan, begitulah peran perawat saat pandemi menyerang kita. Mereka berjibaku merawat pasien Covid. Mereka tahu persis bahwa ancaman terhadap nyawanya sedang mengintai. Tak sedikit yang tertular bahkan sampai meninggal. Kesembuhan pasien berhadapan frontal dengan nyawa. Tak jarang yang kedua harus kalah.

Tak heran kalau Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, begitu menghargai peran perawat di Indonesia. Saat ini dinilainya belum proporsional: “Perawat harus mempunyai level dan posisi yang sepadan dengan perannya. Jangan mereka direndahkan atau malah merendahkan diri, dengan bersikap inferior terhadap mitra kerjanya”. (https://vt.tiktok.com/ZSk3SRJuR/)

Saya tak punya pilihan lain, selain setuju penuh pernyataan Menkes. Mungkin, justru Kemenkes lah yang harus memulainya. Ketimpangan antara peran versus penghargaan, harus segera diakhiri. Perbaikan di banyak titik mutlak dilakukan secara sinergis.

  • Pertama, oleh suprastruktur, yaitu pemerintah dari berbagai tingkat, PT, RS, dan para mitra kerja.
  • Kedua, oleh perawat sendiri. Profesionalitas mereka ditandai semakin tergerus, dan harus diangkat kembali seperti saat Wedhasmara mengagumi perawat di Sint Carolus. Ilmu keperawatan dan rasa pengabdian menjadi dua kata kunci yang menyatu dalam diri Perawat. Tak bisa ditawar seinci pun.

Mungkin banyak yang heran, mengapa saya tiba-tiba tergerak untuk menulis hal-ikhwal keperawatan. Terus terang saya awam.

Ada salah satu rekan kerja bernama Maria Widjaja. Saya memanggilnya “Bunda Maria”. Usianya “baru” 82 tahun. Tapi jangan ditanya bagaimana semangatnya.

Tahun 1962, Bunda Maria sudah menyandang predikat perawat. Sampai sekarang, masih aktif dalam banyak asosiasi keperawatan dan salah satu penilai RS untuk mendapatkan akreditasi.

“Perawat” seperti ini sangat pas digambarkan oleh lagunya Wedhasmara. Kebetulan saat itu dia sudah di sana.

Kemana-mana menyeret “trolley” untuk “membawa” laptopnya. Isinya sangat mutakhir. Semua peraturan, catatan dan kompilasi tersedia di dalamnya. Apa pun soal keperawatan, langsung dijawabnya sambil “umek” membuka komputernya.

Bunda Maria, nama yang persis sama dengan idolanya, mendorong saya untuk menulis artikel ini. Saya menghargai semangatnya. Sambil tertatih-tatih, saya menyanggupinya.

Bunda Maria tidak bersayap, dan memang tidak semua malaekat mempunyai sayap. Beberapa memakai gaun dan tutup kepala putih, sambil sibuk menyiapkan perlengkapan untuk melayani dan merawat pasien-pasiennya, beberapa malah sudah gawat.

Itulah “Perawat”.

“Not all angels have wings, some have scrubs.” (Anonim)

@pmsusbandono
24 Juni 2025

Baca juga: Obituari Tan Joe Hok

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here