SEJARAH merupakan ilmu yang diibaratkan dengan penglihatan tiga dimensi.
- Pertama melalui penglihatan masa silam.
- Kedua masa sekarang.
- Ketiga: masa yang akan datang.
Hal ini berarti bahwa penyelidikan di masa silam tidak dapat dilepaskan dari kenyataan masa sekarang yang sedang dihadapi, dan juga tidak dapat dilepaskan dari perspektif masa depan (Roeslan Abdoelgani).
Maka dari itu, setiap sejarah bukan saja menjadi suatu catatan kronologis belaka tetapi juga merupakan refleksi waktu yang menggambarkan suatu pertumbuhan dari masa ke masa.
Etimologi seminari
Secara etimologi, kata “seminari “berasal dari kata seminarium dari bahasa Latin yang terbentuk dari kata dasar “semen“, artinya benih atau bibit. Oleh karena itu, seminari berarti tempat penyemaian benih.
Interdiosesan berasal dari kata inter dan diosesan yang memiliki arti antar keuskupan.
Maka dari itu. Seminari Interdiosesan merupakan tempat pendidikan calon imam yang berasal dari beberapa keuskupan.
Seminari Tinggi Interdiosesan San Giovanni XXIII (Latin: Seminarium Maius Interdiocesanum San Giovanni XXIII) merupakan suatu tempat pembinaan bagi para calon imam keuskupan (diosesan) yang beralamat di Kota Malang, Jawa Timur.
Seminari ini bersifat antar keuskupan atau interdiosesan dan mendidik sejumlah frater calon imam dari 12 keuskupan di Indonesia. Ke-12 keuskupan itu adalah:
- Keuskupan Malang.
- Keuskupan Denpasar.
- Keuskupan Agung Pontianak.
- Keuskupan Ketapang.
- Keuskupan Sintang.
- Keuskupan Palangkaraya.
- Keuskupan Banjarmasin.
- Keuskupan Agung Samarinda.
- Keuskupan Tanjung Selor.
- Keuskupan Sanggau.
- Keuskupan Timika di Papua: beberapa frater tingkat pasca sarjana, sejak tahun 2017.
- Keuskupan Agung Medan: beberapa frater tingkat sarjana S1 sejak 2018 dan S2 sejak 2019.
Seminari Tinggi San Giovanni XXIII ini berlokasi di Jl. Bendungan Sigura-gura Barat No. 2, Kota Malang.
Nama identitas
Seminari Tinggi ini diambil dari nama Giovanni XXIII atau nama Italia Paus Yohannes XXIII sebagai pelindung seminari ini.
Nama paus tersebut dipilih dengan tujuan menghormati beliau sebagai perintis Konsili Vatikan II beserta semangat pastoral yang menjadi spirit bagi anggota komunitas.
Seminari juga bermaksud meneruskan semangat konsili dan spiritualitas imam diosesan dari Paus Yohanes XXIII (Santo Yohanes XXIII).
Nama Giovanni XXIII dipilih untuk menghormati Bapa Suci Paus Yohanes XXIII yang dikenal dengan nama Kardinal Roncalli, pencetus gagasan diadakannya Konsili Vatikan II.
Prakarsa kerjasama tiga keuskupan
Pada awalnya, Seminari Tinggi Interdiosesan Giovanni XXIII ini terbentuk atas inisiatif kerja sama tiga keuskupan: Keuskupan Malang, Keuskupan Surabaya, dan Keuskupan Denpasar.
Para uskup tersebut melakukan rembuk bersama untuk membicarakan pendirian seminari untuk membina para calon imam keuskupan mereka.
Pendirian seminari tersebut merupakan tanggapan atas hasil Konsili Vatikan II khususnya sejak Dekrit Optatam Totius.
Tidak hanya itu, semakin banyak calon imam dari Keuskupan Semarang yang akan menempati Seminari Tinggi St. Paulus-Kentungan, tempat pembinaan sebelumnya.
Maka dari itu, tiga uskup diosesan bersepakat untuk segera mendirikan seminari tinggi interdiosesan di Malang.
Kota Malang selanjutnya dipilih sebagai tempat pembinaan untuk mempertimbangkan lokasi studi yang telah dibangun sebelumnya yakni Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana.
Malang menjadi lokasi tempat pembinaan karena sejak tahun 1971, di Malang sudah ada lembaga pendidikan tinggi filsafat dan teologi (saat ini bernama Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang) yang sedari dulu telah dikelola oleh Ordo Karmel dan Kongregasi Misi (CM).
Sejarah awal mula
Seminari Tinggi Interdiosesan Giovanni XXIII selanjutnya memulai tahun pembinaan pada awal 1977.
Tempat pembinaan bermula dengan menyewa wisma di Jl. Tanggamus No. 9 Malang dengan Rektor Romo Athanasius Soebonokamdi Pr
Awal tahun 1977, setelah penarikan para calon imam dari Seminari Tinggi Santo Palus di Kentungan, Yogyakarta, maka disewalah sebuah rumah di Jalan Tanggamus 9 Malang sebagai gedung seminari untuk sementara.
Yang menjadi rektor saat itu adalah Romo Athanasius Soebonokamdi Pr (Alm.). Saat itu, Seminari sempat menumpang selama dua bulan di Frateran BHK di Jl. Celaket 21, karena rumah di Tenggamus direnovasi oleh pemiliknya.
Pada pertengahan 1979, para frater menempati rumah baru di Jalan Bromo 2, di mana Romo Kutschruiter O.Carm menjadi rektornya, sementara para frater berjumlah delapan orang.
Kemudian, tanggal 5 Mei 1979, seminari pindah ke sebuah asrama atau konvik di Jl. Bromo No. 24, karena Wisma Tanggamus direnovasi oleh pemiliknya.
Pada Tahun 1980, Romo Aloysius Wahjasudibja Pr ditunjuk menjadi rektor baru. Selain itu, jumlah calon imam juga semakin bertambah.
Pada tahun itu pula, Keuskupan Sanggau dan Ketapang mulai mengirimkan calon imamnya untuk studi di Malang.
Pada 1983, Keuskupan Pontianak juga mulai mengirimkan para calon imam. Pada bulan April 1983, Wisma Unio di Jl. JA Suprapto (Celaket) 75 telah selesai dibangun.
Pada saat itu, Romo Wignjamartaja Pr memimpin rumah di Jl. Bromo, sementara Romo Wahjasudibja Pr di Jalan Celaket 75.
Pada tahun 1985/1986, jumlah mahasiswa calon-calon imam semakin membengkak karena mulai dikirim mahasiswa calon imam dari Keuskupan Agung Samarinda, Keuskupan Dili, dan Keuskupan Banjarmasin.
Maka dipinjamilah rumah milik Suster-suster Misericordia di Jalan Terusan Rajabasa yang dipimpin oleh Romo Yustisianto Pr.
Maka dari itu, seminari tinggi pun menempati dua rumah formasi yakni di Jl. Bromo dan di Wisma Unio. Tiga keuskupan lainnya yakni Keuskupan Samarinda, Keuskupan Banjarmasin dan Keuskupan Dili juga mulai mengirimkan para fraternya.
Ketersediaan tempat yang tidak mencukupi membuat seminari menempati juga rumah milik Kongregasi Suster-suster Misericordia (MC) di Jl. Jaya Giri No. 20.
Kebutuhan akan tempat pembinaan para frater yang satu, tetap dan permanen semakin mendesak.
Menempati lokasi permanen dan diberkati Mgr. FX Hadisoemarto O.Carm
Selanjutnya, gedung seminari dengan 12 unit dibangun di Jl. Bendungan Sigura-Gura Barat No. 2 Malang.
Dari semakin banyaknya jumlah calon-calon yang dikirim, keinginan untuk mendirikan gedung sendiri juga sudah dipikirkan sejak awal didirikannya seminari.
Selanjutnya, keinginan tersebut tercapat pada tahun 1987.
Seminari Tinggi Interdiosesan San Giovanni XXIII akhirnya memiliki 12 gedung di Jln. Bendungan Sigura-gura Barat.
Seminari Tinggi Interdiosesan San Giovanni XXIII selanjutnya diresmikan oleh Uskup Keuskupan Malang waktu itu: Mgr. F X Hadisoemarta O.Carm tanggal 19 Agustus 1988. Pada tanggal yang sama, gedung tersebut diresmikan oleh Dr. H. Tom Uripan Nitihardjo SH selaku Wali Kota Malang.
Seminari Providentia Dei Keuskupan Surabaya
Lalu, pada tahun 2008, Keuskupan Surabaya tidak lagi mengirimkan calon imamnya ke Seminari Giovanni oleh karena Uskup Surabaya telah mendirikan Seminari Tinggi Providentia Dei di Surabaya.
Seminari baru ini diresmikan tanggal 4 Agustus 2009; tepatnya pada perayaan St. Yohanes Maria Vianney.
Hingga saat ini, Seminari Tinggi Giovanni XXIII masih kokoh berdiri dan membina sejumlah frater dari 10 keuskupan di Indonesia untuk menjadi imam diosesan yang berkualitas. (Berlanjut)
Sumber: https://stigmalang.sites/
Dokumentasi: Fr. Ricky Pabayo.