BAGI pensiunan, jumpa kawan adalah kegiatan yang (sangat) menyenangkan. Omong-kosong, bercanda, gosip, saling ejek dan makan-minum ala kadarnya. Itu yang kami alami saat Natal menjelang Tahun Baru 2024 beberapa bulan lalu.
Salah satunya dengan Bambang Legowo, teman dari Semarang dan adik angkatan semasa kuliah di Bandung. Topiknya adalah “Perayaan Tahun Baru” yang dirasa cemplang dibanding tahun-tahun lampau.
“Apakah ada hubungannya dengan hiruk-pikuk pilpres yang semakin mendekat?”.
“Kalau ya, kira-kira apa kata kunci yang mengkaitkannya?”.
Bambang menjawab sekenanya. “Serakah”. Dia tak menjelaskan lebih jauh tentang premisnya itu.
Usai pertemuan, saya klimpungan mencari makna di balik pesannya dan menduga-duga apa yang dimaksud. Apakah serakah kekuasaan, serakah harta, serakah pangkat, serakah nikmat, atau gabungan dari itu semua?
Konon “serakah” adalah naluri yang dimiliki oleh makhluk bernama “manusia”, termasuk (tentunya) saya dan Bambang. Dengan catatan, tidak berlaku bagi yang sudah selesai dengan dirinya.
Coba simak kutipan Mahatma Gandhi tentang serakah. “Earth provides enough to satisfy every man’s needs, but not one man’s greed”.
Ada lagi kisah menarik dari seorang yang kaya-raya tapi jauh dari serakah. Orang hampir pasti tak mengenalnya kalau saya menulis “Tadashi Yanai“. Tapi kalau menyebut “Uniqlo“, langsung saja banyak yang paham. Itu produsen dan toko pakaian buatan Jepang yang hari ini sedang meraja-lela di dunia fashion.
Yanai adalah penemu dan pemilik merek “Unique Clothing Warehouse” atau “Uniqlo” yang mempunyai hampir 2.400 gerai di seluruh dunia, dan lebih dari 60 toko di Indonesia.
Tak hanya itu, dia orang paling kaya di Jepang dan nomor 35 terkaya di dunia, dengan harta 585 triliun rupiah.
Tapi yang membuat “sang konglomerat” istimewa, minimal di mata saya, adalah Yanai hanya memiliki dua helai baju, yaitu jumper wol Merino berwarna biru tua senilai 15 USD dan setelan biru +J hasil kolaborasi Uniqlo dengan desainer Jerman Jil Sander.
Yang menarik, tulis CEO Magazine, tren kesederhanaan (berpakaian) ini dimiliki juga oleh bos Facebook, Mark Zuckerberg dan bos Microsoft, Bill Gates.
(Sangat) sulit bagi saya untuk membayangkan bagaimana seseorang, apalagi banyak uang, yang hanya mempunyai dua helai baju di lemarinya.
Sambil menahan rasa malu, saya lari ke lemari pakaian di dalam kamar dan mulai menghitung jumlah baju saya. Sampai hitungan ke 12, saya tak mampu meneruskan penghitungan itu. Saya malu dan merasa sangat kecil sambil membayangkan bagaimana mungkin jumlah helai baju saya 10-15 kali lebih banyak dibanding orang dengan harta ratusan triliun.
Lantas, imajinasi saya merambah ke mana-mana.
Teringat akan para “sultan” belia di Indonesia yang sering flexing di media sosial dan massa. Tidak hanya pamer berpuluh atau beratus bajunya, dengan harga yang aduhai, tetapi juga sering menunjukkan harta-harta lain seperti rumah-rumah megah dan berpuluh mobil mewah di garasinya.
Timbul pemikiran di benak saya, bagaimana dia menggunakan dan menikmati harta-benda sebanyak dan semewah itu?.
Seorang pesohor muda Indonesia, pernah memamerkan 20 mobil mewah yang berharga paling murah 2.5 milyar rupiah melalui stasiun TV sambil tersenyum bangga dengan apa yang dimilikinya.
Saya menulis ini, mungkin karena iri kepada mereka. Tetapi apa pun, mengekspos kekayaan secara (sangat) berlebihan dan tidak proporsional, bisa identik dengan sinyalemen Bambang tentang “serakah” yang menjadi penyebab ontran-ontran yang sedang terjadi hari-hari beberapa bulan silam itu.
Serakah harta, bisa merambat menjadi serakah kekuasaan, serakah posisi dan berlanjut ke jenis-jenis serakah lainnya. Manusia banyak lupa di mana titik dia harus berhenti, padahal semua yang ada di bawah langit pasti ada batasnya.
Kembali ke dua helai baju Yanai.
Apakah cukup untuk menunjang aktivitasnya sebagai pengusaha besar dunia?.
Bisa jadi dua helai pun masih lebih. Seharusnya dia beri yang satu kepada yang lebih membutuhkannya. Itu sikap “berbelarasa” dan “sudah selesai dengan dirinya”. Itu sikap yang jauh dari serakah.
“Kalau kamu mempunyai dua baju, berikanlah satu kepada orang yang tidak punya. Kalau kamu mempunyai makanan, bagikanlah kepada orang yang lapar.” (Luk 3:11)
Selamat Tahun Baru 2024.
@pmsusbandono
4 Januari 2024
Baca juga: Happy Xmas (War is Over)