85 Tahun Keuskupan Agung Semarang: Menapaki Jejak, Menyongsong Harapan

0
29 views
Romo Fl. Hasto Rosariyanto SJ memberi materi paparan sejarah Keuskupan Agung Semarang dari perspektif keterlbatan para misionaris dan katekis. Disampaikan di forum Refleksi Sejarah KAS dan Dinamika Hidup Menggereja di KAS. Disampaikan di Pusat Pastoral Sanjaya Muntilan, Sabtu 7 Juni 2025. (Panitia)

85 tahun puluh lima tahun bukanlah sekadar hitungan usia. Bagi Keuskupan Agung Semarang (KAS), angka ini memuat sejarah panjang perjuangan, perjumpaan, dan pertumbuhan iman yang membentuk wajah Gereja seperti yang kita kenal hari ini.

Dalam semangat syukur dan refleksi, seluruh umat KAS bersatu dalam tema “Bersama Berziarah, Berbagi Berkah” – sebuah ajakan untuk menoleh ke belakang dengan penuh syukur, dan melangkah ke depan dengan harapan.

Perayaan ini berlangsung dalam nafas yang sama dengan Tahun Yubileum Gereja Universal bertema Peregrinantes in SpemBerziarah dalam pengharapan. Maka tak heran, ziarah iman KAS bukan hanya melihat peristiwa masa lalu, melainkan juga membaca tanda-tanda zaman dan menyiapkan langkah-langkah baru.

Salah satu momen penting dalam rangkaian peringatan ini adalah Forum Studi Bersama yang digelar di PPSM Muntilan, tempat bersejarah yang menjadi salah satu rahim kelahiran Gereja Katolik Jawa. Di sinilah para imam, biarawan-biarawati, katekis, dan awam merenungkan kembali: “Sudah sampai di manakah kita berjalan? Dan ke arah mana kita hendak melangkah?”

“Refleksi ini bukan sekadar nostalgia. Kita ingin menangkap kembali semangat para perintis dan mengolahnya menjadi kekuatan untuk menjawab tantangan zaman ini,” ujar Romo Yohanes Gunawan Pr, Ketua Seksi Refleksi Panitia HUT KAS dan Rektor Seminari TOR Sanjay

Para peserta forum Refleksi Sejarah Keuskupan Agung Semarang dan Dinamika Hidup Menggereja di KAS yang berlangsung di Pusat Pastoral Sanjaya Muntilan. (Panitia)

Akar yang Dalam, Sayap yang Lebar

Sejarah KAS tak bisa dilepaskan dari kerja keras dua kelompok utama: para misionaris dan para katekis. Mereka ibarat akar dan sayap—yang satu menopang dari dalam, yang lain mengembangkan ke luar.

Romo van Lith SJ tidak membangun Gereja seorang diri. Ia membentuk ekosistem pewartaan: sekolah guru, pelatihan katekis, penguatan komunitas, dan kerja lintas budaya. Dari Muntilan, lahirlah para guru dan pewarta yang menjangkau pelosok-pelosok Jawa hingga ke luar Jawa. “Misionaris dan katekis adalah dua sisi dari wajah Gereja yang hidup. Mereka membangun bukan hanya bangunan, tetapi hati dan harapan,” tutur Romo Hasto Rosaryanto SJ, pengajar matakuliah Sejarah Gereja sekaligus anggota tim penulisan sejarah KAS.

Romo Hasto juga menggarisbawahi kekayaan dinamika paroki-paroki di KAS. Setiap paroki tumbuh dari konteks unik: ada yang lahir dari kompleks misi, ada yang berkembang karena pendidikan, ada yang dirintis untuk membuka wilayah baru. Dari Boro yang tradisional hingga Panca Arga yang kategorial, dari Banyumanik yang urban hingga Promasan yang sakral, setiap paroki membawa cerita dan daya hidupnya sendiri

Para partisipan acara forum Refleksi Sejarah Keuskupan Agung Semarang dan Dinamika Hidup Menggereja di KAS yang berlangsung di Pusat Pastoral Sanjaya Muntilan, 7 Juni 2025. (Panitia)

Sinergi lembaga, komunitas, dan pribadi

Dalam dunia yang cepat berubah, Gereja pun dipanggil untuk terus bertumbuh dan bertransformasi. Bagi Romo Prof. CB Mulyatno Pr, kunci masa depan KAS terletak pada sinergi tiga pilar: lembaga, komunitas, dan pribadi.

Lembaga seperti paroki dan tarekat religius menyediakan struktur dan formasi. Komunitas membuka ruang kreativitas dan keberagaman. Dan pribadi-pribadi, entah imam, biarawan, maupun awam, menjadi wajah nyata Injil di dunia kerja, keluarga, dan masyarakat.

“Kita tidak otomatis belajar dari pengalaman. Kita bertumbuh kalau mau merefleksikan pengalaman itu,” kata Romo Mul, Dekan Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, seraya mengutip Kathryn Cramer.

Selama delapan dekade lebih, KAS telah mengutus banyak pribadi menjadi garam dan terang di berbagai pelosok Nusantara—dari Flores hingga Papua. Gereja bukan hanya tempat ibadah, tetapi komunitas hidup yang mengakar dan mengabdi.

Dari syukur menuju tindakan

Perayaan 85 tahun ini tak hanya diramaikan dengan ekaristi atau pesta besar. Ada berbagai kegiatan yang menyentuh dan menghidupkan semangat berbagi: donor darah, aksi sosial, gerakan peduli pendidikan, lomba liturgi, serta festival kaum muda bertajuk KAS Youth Fest yang menghadirkan inspirator muda seperti Merry Riana.

Salah satu momen paling menyentuh adalah penganugerahan Sarikrama Award bagi para katekis dan pelayan umat yang selama ini bekerja dalam diam. Mereka adalah para penabur yang setia, yang tidak tampil di mimbar, tapi membuat Injil hidup dalam keseharian umat.

29 Juni 2025 Ekaristi Puncak: Ziarah syukur di Stadion Jatidiri Semarang

Puncak perayaan akan digelar pada 29 Juni 2025 di Stadion Jatidiri, Semarang. Lebih dari 20.000 umat dijadwalkan hadir dalam Misa Syukur yang dipimpin oleh Uskup Agung Semarang bersama para uskup sufragan se-wilayah KAS.

Acara akan ditutup dengan adorasi dan berkat Sakramen Mahakudus – tanda bahwa dari syukur kita melangkah menuju pengutusan. “Ini bukan titik akhir, melainkan titik tolak,” ungkap Romo Gunawan Pr, imam diosesan Keuskupan Agung Semarang asal Paroki Kalasan.

Romo Prof CB Mulyatno Pr, Dekan Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, memberi paparan di forum Refleksi Sejarah Keuskupan Agung Semarang dan Dinamika Hidup Menggereja di KAS. Bawah: Para anggota dan penggiat KAS berhasil menerbitkan buku baru berjudul “Peziarahan Keuskupan Agung Semarang” terbitan PT Kanisius. (Panitia)

Sejarah sebagai cahaya ziarah

Sebagai bagian dari warisan kolektif, diluncurkan pula buku sejarah Peziarahan Keuskupan Agung Semarang, hasil kerja tim yang dipimpin Romo Silvester Susianto Budi Nugraha MSF. Buku ini mencatat jejak para pelayan Gereja: imam, bruder, suster, dan awam dari berbagai tarekat dan komunitas yang telah memberi warna dalam perjalanan KAS.

Daftar itu panjang dan penuh makna: Yesuit, MSF, OSF, CB, CSA, PI, PMY, dan masih banyak lagi. Mereka hadir dan berkarya dalam sunyi, di biara maupun di ladang, di sekolah maupun di stasiun-stasiun misi.

Berziarah, berbagi, dan terus bertumbuh

85 tahun lalu, langkah pertama itu diayunkan dari Muntilan. Sekarang ini, KAS sudah mampu berdiri sebagai Gereja yang matang, berakar, dan terus bertumbuh. Tapi ziarah ini belum selesai.

Masih banyak pertanyaan yang menanti jawaban: Bagaimana kita menjadi Gereja yang lebih ramah dan merangkul? Bagaimana sinergi antar-lapis Gereja terus dijaga? Bagaimana kita menjadi terang di tengah dunia yang gelap dan gaduh?

Perayaan ini adalah ajakan: mari terus berjalan bersama. Berziarah dalam iman, berbagi berkat dalam kasih, dan membangun masa depan dalam pengharapan.

Baca juga: Jelang 85 tahun, Keuskupan Agung Semarang gelar refleksi sejarah dan dinamika hidup menggereja di KAS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here