Agama Itu Jalan, Bukan Alat

0
36 views
Ilustrasi - Beribadat di jalan karena belum punya gereja. (Ist)

Rabu, 15 Oktober 2025

Rm 2:1-11.
Mzm 62:2-3.6-7.9.
Luk 11:42-46

AGAMA adalah anugerah Allah, jalan yang menuntun kita kepada kebenaran, kasih, dan keselamatan.

Namun ada orang yang menjadikan agama bukan lagi sebagai jalan menuju Allah, melainkan sebagai alat untuk mencapai kepentingan diri sendiri.

Dengan dalih membela iman, mereka mencari kehormatan, pengaruh, kekuasaan, bahkan keuntungan pribadi. Mereka menggunakan nama Tuhan untuk memperkuat posisi, memanipulasi hati orang lain, atau menutupi kelemahan diri dengan topeng kesalehan.

Ada orang-orang yang hidupnya tampak religius, ucapannya penuh aturan, dan tindakannya seolah membela kebenaran.

Tetapi di balik kesalehan lahiriahnya, mereka justru menjerat sesamanya dalam beban yang tak tertanggungkan. Mereka membuat orang lain merasa bersalah, menilai bahwa hidup orang lain tidak cukup suci, tidak cukup benar, tidak cukup taat seperti dirinya.

Mereka adalah orang-orang yang lupa bahwa Allah tidak datang untuk menindih manusia dengan beban hukum, melainkan untuk memerdekakan dengan kasih.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Celakalah kamu, sebab kamu memikulkan beban-beban yang berat kepada orang lain, tetapi kamu sendiri tidak mau menyentuhnya dengan satu jari pun.”

Beban itu bukan hanya soal peraturan, tetapi juga soal hati. Sebab ketika hati tidak dijiwai kasih, bahkan ajaran yang baik pun bisa berubah menjadi cambuk yang melukai.

Keadilan dan kasih Allah tidak pernah menindas; keduanya justru membebaskan. Keadilan Tuhan menegakkan kebenaran dengan belas kasih, bukan dengan hukuman yang membabi buta.

Kasih-Nya menuntun orang kembali ke jalan yang benar dengan sabar, bukan dengan cemoohan atau tekanan.

Kita dipanggil untuk hati-hati agar tidak menjadi manusia yang sombong dan minafik yang menambah beban sesama dengan penghakiman, aturan, atau standar kesalehan pribadi.

Kita dipanggil bukan untuk menjerat, melainkan untuk melepaskan; bukan untuk menuduh, melainkan untuk menuntun; bukan untuk membuat orang merasa bersalah, melainkan untuk membawa mereka kepada damai Allah.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah cara aku beriman menampakkan kasih Allah, atau justru menonjolkan diriku sendiri?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here