Audiensi Pertama Paus Leo XIV: Kasih Abaikan Hitung-hitungan (97)

0
22 views
Paus Leo XIV membopong anak kecil dalam perjalanan berkeliling Lapangan Santo Petrus Vatikan, Rabu 21 Mei 2025, sesaat sebelum menggelar audiensi umum pertama kalinya. (Vatican Media)

TANGGAL 21 Mei 2025 hari Rabu ini tepat sebulan lalu Paus Fransiskus (1936-2025) meninggal dunia. Hari ini pula, Paus Leo XIV, penggantinya, menggelar audiensi umum pertama kalinya di depan ribuan peziarah.

Berikut ini intisari pesan pastoralnya yang dia gaungkan di hari pertama kali digelar audiensi umumnya.

“Kasih tak Main Hitung-hitungan”

Paus Leo XIV hari Kamis tanggal 21 Mei 2025 ini mengadakan Audiensi Umum Rabu pertamanya. Ia mengajak para peziarah mau merenungkan perumpamaan Yesus tentang penabur. Dengan menekankan bahwa Allah “tidak menunggu sampai kita menjadi tanah terbaik.”

Sebanyak 40-an ribu manusia menyambut Paus Leo XIV di Lapangan Santo Petrus dalam kesempatan dia menggelar Audiensi Umum Pertamanya. Di bawah langit Roma yang sedikit berkabut, Paus Leo XIV melanjutkan seri katekese Yubileum “Yesus Kristus, Harapan Kita”. Juga melanjutkan refleksi sama yang telah dimulai oleh pendahulunya: mendiang Paus Fransiskus.

Perumpamaan tentang seorang penabur

Pusat perhatian dalam pengajaran hari ini adalah Perumpamaan tentang Seorang Penabur (Mat 13:1–17). Dalam sapaan kepada para peziarah dalam berbagai bahasa, Paus Leo XIV mengingatkan ajaran Santo Paulus: “Setiap orang akan menuai apa yang ia tabur.”

Sehari sebelumnya, Paus telah mengunjungi makam Rasul bangsa-bangsa di Basilika Santo Paulus di Luar Tembok. “Di dunia yang terpecah dan terluka oleh kebencian dan perang,” demikian kata Paus, “kita dipanggil untuk menabur harapan dan membangun perdamaian.”

Sebelum audiensi dimulai, Paus Leo XIV melakukan perjalanan berkeliling dengan mobil kepausan. Ini merupakan peristiwa kedua setelah Misa Intronisasi Minggu tanggal 18 Mei di mana ia menyapa orang banyak yang berkumpul di lapangan.

Banyak orang menyambutnya dengan penuh semangat, tersenyum, dan berusaha mendekat ke kendaraan, bahkan menjangkau melewati pagar pembatas. Di antara lautan bendera yang berkibar terdapat bendera Libanon, Ukraina, dan Amerika Serikat, serta spanduk bertuliskan “damai.” Selama berkeliling itu, Paus memberkati beberapa anak yang dibawa mendekat kepadanya oleh pasukan pengamannya.

Dalam sapaan kepada para peziarah berbahasa Italia, Paus Leo menyinggung “situasi yang semakin mengkhawatirkan dan menyakitkan […] di Jalur Gaza.”

Ia kembali menyerukan—seperti yang telah dilakukannya dalam kesempatan sebelumnya—agar “bantuan kemanusiaan yang bermartabat” dapat masuk, dan agar kekerasan dihentikan, “karena biayanya yang memilukan kini ditanggung oleh anak-anak, para lansia, dan mereka yang sakit.”

Seorang penabur

Dalam katekesenya, Paus Leo XIV merenungkan bagaimana perumpamaan “membantu kita menemukan kembali harapan” dan “mengungkapkan bagaimana Allah bekerja dalam sejarah.”

Dalam kisah itu, seorang penabur menyebarkan benih di berbagai jenis tanah; hanya benih yang jatuh di “tanah yang baik” yang menghasilkan buah (Mat 13:8). “Dalam kisah ini kita melihat cara Yesus berkomunikasi,” jelas Paus. “Perumpamaan Penabur berbicara langsung tentang dinamika Sabda Allah dan dampak yang ditimbulkannya.”

Sabda itu seperti benih yang ditabur ke dalam “tanah kehidupan kita”—apa pun keadaannya. Yesus sering menggunakan gambaran benih. Dalam gambaran itu, tanah menggambarkan “hati kita, tetapi juga dunia, komunitas, dan Gereja,” kata Paus. Sabda Yesus “ditujukan kepada semua orang” dan “bekerja dengan cara berbeda dalam setiap orang.”

Penabur dalam perumpamaan tidak khawatir di mana benih itu jatuh – sesuatu yang terdengar tidak masuk akal. “Kita terbiasa menghitung dan merancang segalanya—dan terkadang itu memang perlu—tetapi kasih tidak mengikuti logika itu.

Cara penabur yang ‘boros’ menyebarkan benih adalah gambaran tentang cara Allah mengasihi kita,” jelas Paus Leo.

Allah menaburkan “benih sabda-Nya” di segala jenis tanah, dalam setiap kehidupan. “Allah penuh kepercayaan dan berharap bahwa benih itu akan tumbuh pada waktunya.”

Yesus juga menggunakan gambaran benih yang mati untuk menghasilkan buah untuk menggambarkan hidup-Nya sendiri. “Perumpamaan ini memberi tahu kita bahwa Allah siap untuk ‘menghambur-hamburkan’ demi kita—dan bahwa Yesus rela mati demi mengubah hidup kita,” kata Paus Leo XIV.

Lukisan “The Sower at Sunset” karya Vincent van Gogh

Paus kemudian mengaitkan pesan ini dengan lukisan The Sower at Sunset karya pelukis Belanda: Vincent van Gogh.

“Yang menarik bagi saya, Van Gogh melukis ladang gandum yang telah matang di belakang sang penabur. Bagi saya itu adalah gambaran sejati dari harapan,” katanya.

Dalam lukisan itu, tokoh manusia bukan pusat perhatian, melainkan matahari—“mungkin untuk mengingatkan kita bahwa Allah-lah yang menggerakkan sejarah, bahkan saat Ia tampak absen atau jauh.”

Matahari yang sama itulah yang menghangatkan tanah dan membuat benih tumbuh.

“Kita memohon kepada Tuhan rahmat untuk selalu menyambut benih ini, yaitu Sabda-Nya,” tutup Paus Leo XIV.

“Dan jika kita menyadari bahwa kita belum menjadi tanah yang subur, janganlah berkecil hati. Marilah kita mohon agar Ia terus bekerja dalam diri kita, agar kita menjadi tanah yang lebih baik.”

Di penghujung audiensi, pikiran Paus tertuju pada pendahulunya, Paus Fransiskus, yang “telah kembali ke rumah Bapa” tepat satu bulan yang lalu hari ini. “Kita tidak bisa mengakhiri pertemuan ini tanpa mengenang dengan penuh rasa syukur Paus Fransiskus yang terkasih.”

Baca juga: Mengikuti Misa Intronisasi Paus Leo XIV dari jarak sangat dekat (96)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here