Hidup di Dunia

0
383 views
Ilustrasi: Harta Duniawi. (Ist)

Kamis, 5 Juni 2025

Kis. 20:17-27.
Mzm. 68:10-11,20-21.
Yoh. 17: 1- 11a

HIDUP sering kali mengajarkan kita untuk menampilkan wajah yang kuat. Kita tersenyum saat sebenarnya ingin menangis, berkata “baik-baik saja” saat hati sedang hancur, dan berpura-pura tegar padahal jiwa sedang remuk. Kita terbiasa menutupi kelemahan, karena takut dihakimi, takut diremehkan, atau bahkan takut ditinggalkan.

Namun, Tuhan tidak seperti manusia. Ia tidak datang mencari yang sempurna. Ia tidak menuntut kekuatan tanpa cacat. Tuhan mendekat justru saat kita rapuh.

Saat kita merasa gagal, saat kita jatuh dalam dosa yang sama lagi dan lagi, saat kita merasa tidak berharga, di situlah Dia menunggu, bukan untuk menghakimi, melainkan untuk memeluk.

Tuhan tidak menjauh dari air mata kita. Ia tidak menahan kasih-Nya karena dosa atau luka masa lalu. Bahkan, sering kali justru dalam keretakan hidup kita, kasih-Nya paling terasa. Karena hanya hati yang terbuka dan remuk yang bisa benar-benar menerima kasih yang tulus.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Dan Aku tidak ada lagi di dalam dunia, tetapi mereka masih ada di dalam dunia, dan Aku datang kepada-Mu. Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita.”

Yesus tahu bahwa hidup di dunia tidak selalu terang. Dunia ini sering kali memecah, memisah, dan membingungkan. Ada hari-hari ketika kita merasa sendirian, lelah menghadapi masalah, atau bingung menentukan arah. Dunia menuntut banyak, namun sering tidak memberi kepastian

Karena itu Ia memohon kepada Bapa agar kita dipelihara dalam kasih Allah. Pemeliharaan ini bukan berarti kita dijauhkan dari masalah, tetapi bahwa di tengah masalah, kita tidak sendiri.

Lebih dari itu, Yesus juga memohon agar kita dipersatukan dalam nama-Nya. Ia tahu bahwa salah satu senjata paling mematikan dari dunia adalah perpecahan: antara sesama, antar komunitas, bahkan dalam hati kita sendiri. Maka Ia berdoa agar kita menjadi satu, seperti Dia dan Bapa adalah satu.

Kesatuan dan kasih inilah yang menjadi tanda bahwa kita milik Kristus. Dunia akan tahu bahwa Tuhan hidup bukan hanya karena pengajaran kita, tetapi karena kesatuan dan kasih yang kita hidupi setiap hari: ketika kita saling mengampuni, saling mendengarkan, dan berjalan bersama, bukan saling meninggalkan.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku mengusahakan kesatuan dan kasih daripada pertentangan?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here