Jumat, 4 November 2022
- Flp. 3:17 – 4:1.
- Mzm. 122:1-2,3-4a.4b-5.
- Luk. 16:1-8.
DAPAT dipastikan bahwa kita semua menginginkan hidup yang penuh dengan kebaikan dan sebaliknya tidak mengharapkan keburukan terjadi dalam hidup.
Kebaikan bisa berwujud dalam ketentraman, kedamaian, kebahagiaan dan kesejahteraan sedangkan keburukan bisa tampail dalam wajah penuh kegelisahan, kesempitan dan kesengsaraan.
Semua yang kita lakukan dari sejak kecil sampai dewasa melalui sekolah, bekerja, membangun usaha dan berinteraksi dengan sesama adalah upaya untuk menggapai kebaikan hidup dengan berbagai wujud aktivitasnya.
“Jika kita ingin menikmati kebaikan, harus memulai dengan menabur kebaikan pada orang-orang di sekitar kita,” kata seorang bapak.
“Jika kita ingin bahagia, kita harus menabur kebahagiaan untuk orang lain,” lanjutnya.
“Jika kita ingin hidup dengan kemakmuran, maka kita harus berusaha meningkatkan taraf hidup orang-orang di sekitar kita,” ujarnya.
“Kita ada dalam hukum keterhubungan dalam kehidupan,” katanya.
“Kita mesti menyadari bahwa kita tidak dapat meningkatkan kualitas hidup kita, jika kita tidak membantu sesama atau tetangganya untuk melakukan hal yang sama,” paparnya.
“Dulu pohon mangga saya setiap berbuah sering dimintai tetangga kalau saya di rumah, atau diambi begitu saja tanpa memberi tahu jika saya atau keluarga tidak ada di rumah,” urainya.
“Namun setelah saya membagi benih mangga, dan mereka menanam sendiri, tidak ada lagi orang yang mengambil buah mangga saya tanpa izin,” ujarnya.
“Dengan menanam dan merawat pohon mangga milik mereka sendiri, mereka punya tanggungjawab dan bisa lebih menghargai tanaman milik orang lain,” lanjutnya.
“Sekecil apa pun kebaikan yang telah kita lakukan, akan kembali menjadi berkah bagi hidup kita,” katanya.
“Kebaikan itu selalu menarik hati sesama untuk berbuat baik bagi kehidupan ini,” lanjutnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
Kata bendahara itu di dalam hatinya: “Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara.
Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu.
Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka.”
Orang yang cerdas memahami situasi kritis dengan membuat resolusi, untuk mengantisipasi kondisi masa depan.
Resolusinya itu diwujudkan dalam tekad untuk menghindari kehilangan atau bencana yang serius bagi hidupnya.
Tuhan mencintai kemurahan hati dan dia memberi secara bebas kepada mereka yang berbagi karunia dengan orang lain.
Setiap kebaikan akan berbalas kebaikan pula.
Demikianlah kita diminta oleh Tuhan untuk senantiasa menabur kebaikan selama hidup di dunia ini.
Apa yang kita lakukan bagi sesama kita akan menjadi jaminan ketersediaan tempat bagi kita di surga kelak bersama Allah yang penuh belas kasih.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku menyadari bahwa kebaikanku pada sesama menjadi jalan berkah dalam kehidupan ini?
Amin