Minggu, 1 Agustus 2021
Kel.16: 2-4.12-15.
Ef.4: 17.20-24.
Yoh.6: 24-35
“CUKUP sudah petualangan rohani yang saya jalani, saya ingin mau kembali ke Gereja Katolik,” kata seorang bapak menemui kami di ruang sakristi.
“Ini rumahmu, selamat datang kembali,” kataku sambil menyalami bapak itu.
Lalu saya mengajak bapak beserta isteri dan tiga anaknya singgah di pastoran dan minum teh bersama.
“Terimakasih, Pastor sudah mendoakan ibu saya, dari rumah sakit hingga pada upacara pemakaman,” kata bapak itu kepada pastor teman serumahku.
“Sama-sama Pak, senang bisa mengantar dan mendoakan ibu yang berpulang,” kata temenku.
“Waktu di pemakaman, saya berkata pada Pastor, bahwa saya sekeluarga ingin kembali ke Gereja Katolik. Dan kemarin saya sekeluarga sudah merayakan Sakramen Tobat dan tadi kami ikut perayaan ekaristi,” ujarnya.
“Selama ini, saya aktif di salah satu Gereja Denominasi Protestan, tetapi pada saat ibu sakit dan mendapatkan perawatan hingga ketika ibu wafat teman-teman Katolik begitu lompak dan sangat peduli, membuat saya merasa dirangkul kembali,” ujarnya lagi.
“Kami dulu menikah di Gereja Katolik, lalu semua anak dibaptis di Gereja Katolik juga,” katanya.
“Namun sembilan tahun lalu kami memutuskan pindah ke gereja lain,” tuturnya.
“Waktu itu saya didatangi pendeta terus menerus, dan beberapa teman dengan keluarga terlebih dahulu sembahyang ke gereja lain itu,” sambungnya.
“Awalnya, saya senang karena situasi yang jauh berbeda dari Gereja Katolik. Namun tidak terlalu lama, rasa senang itu saya rasakan, karena saya merindukan suasana Gereja Katolik. Ada yang hilang setiap saya pulang dari ibadat,” tuturnya.
“Pengalaman pendampingan teman-teman Katolik waktu kami ditinggal ibu tempo hari semakin menguatkan langkah kami untuk kembali,” katanya.
“Selamat datang kembali, ini rumah rohani bagi bapak sekeluarga,” kata teman yang dari tadi mendengarkan syering bapak itu.
Memang kita akui, kadang situasi yang tercipta di dalam Gereja Katolik terasa monoton, kaku, membosankan. Hingga ketika ada tawaran baru yang berbeda muncul keinginan untuk mencobanya.
Iman yang hidup itu teruji dalam ketekunan yang dijalankan setiap waktu setiap hari seperti dalam mengikuti perayaan ekaristi.
Dalam ritus liturgi yang sama itu Tuhan hadir dan menjadi makanan rohani yang menyentuh dan merasuki jiwa raga kita.
Bagaimana usaha saya dalam membangun kesetiaan kepada Gereja Katolik?