Lectio Divina 3.10.2024 – Di Antara Taring Serigala
Kamis. Minggu Biasa XXVI, Hari Biasa (H)
- Ayb. 19:21-27
- Mzm 27:7-8a.8b-9abc.13-14
- Luk. 10:1-12
Lectio
1 Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya. 2 Kata-Nya kepada mereka: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.
3 Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala. 4 Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut, dan janganlah memberi salam kepada siapapun selama dalam perjalanan. 5 Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini.
6 Dan jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali kepadamu. 7 Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Janganlah berpindah-pindah rumah.
8 Dan jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu diterima di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu, 9 dan sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ dan katakanlah kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu.
10 Tetapi jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu tidak diterima di situ, pergilah ke jalan-jalan raya kota itu dan serukanlah: 11 Juga debu kotamu yang melekat pada kaki kami, kami kebaskan di depanmu; tetapi ketahuilah ini: Kerajaan Allah sudah dekat. 12 Aku berkata kepadamu: pada hari itu Sodom akan lebih ringan tanggungannya dari pada kota itu.”
Meditatio-Exegese
Tetapi aku tahu: Penebusku hidup
Saat Allah seolah-olah memusuhinya; seluruh sanak saudara, sahabat, hingga budak meninggalkannya; dan seluruh tubuh dipenuhi borok, Ayub meminta tolong sahabat yang berbela rasa padanya(Ayb. 19:1-21), ketiganya bergeming, bahkan mempersalahkannya.
Bildad, misalnya, menyamakannya dengan orang fasik saat berkata, “Ingatan kepadanya lenyap dari bumi, namanya tidak lagi disebut di lorong-lorong. Ia diusir dari tempat terang ke dalam kegelapan, dan ia dienyahkan dari dunia.” (Ayb. 18:17-18).
Atas dosanya yang sama dengan dosa orang fasik, menurut mereka, Ayub layak menanggung seluruh kemalangan. Tetapi, Ayub membela diri dan ingin pembelaannya ditulis atau dipahat di batu, agar dapat dibaca.
Dihujani pelbagai macam alasan atas kelayakannya untuk menanggung seluruh derita, Ayub tidak mempersalahankan Allah. Tetapi, ia meneguhkan pengakuan akan Penebus, goel, yang akan datang dan menyelamatkannya.
Menurut Hukum Tuhan dan tradisi, penebus berasal dari kerabat dekat dan wajib membela hak-hak yang dilanggar. Kadang ia menuntut kembali apa yang disita secara tidak adil, atau menebus kerabat dari perbudakan, bahkan, membalas kematian (bdk. Kel. 6:6; Im. 25:23, 47; Bil. 35:21).
Gelar Penebus disematkan pada Allah sejak pembuangan ke Babel. Umat mengharapkan Allah menebus dan membebaskan mereka dari perbudakan dan Ia melaksanakannya dengan cara yang sangat dahsyat (bdk. Yes. 59:20; 60:16; 63:16; Yer. 50:34).
Penebusan bagi Ayub berarti ia dilepaskan dari tuduhan palsu bahwa ia telah berdosa melawan Allah. Dan berharap Allah ada di pihaknya dan ia dapat memandang wajah-Nya (Ayb. 19:25-27).
Walaupun Ayub tidak secara eksplisit berbicara tentang kebangkitan pada hari akhir, ia merindukan relasi yang dekat dengan Allah, Sang Penebus. Katanya, “Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu.”, Scio enim quod redemptor meus vivitet in novissimo super pulvere stabit.
Nubuat Ayub akan Penebus dan kebangkitan-Nya dipenuhi dalam diri Yesus Kristus. Santo Thomas Aquinas menulis, “Manusia, yang diciptakan untuk keabadian oleh Allah, membuat dirinya sendiri mati karena dosa, seperti diterangkan dalam Surat Paulus kepada jemaat di Roma (Rm. 5:12). […]
Hanya melalui Kristus manusia dapat ditebus dari dosa. Inilah jalan yang dipahami Ayub dalam mata imannya. Kristus menebus kita dari dosa melalui kematian bagi kita […].
Manusia dipulihkan kepada kepenuhannya dengan cara dibangkitkan kembali kepada hidup […], dan hidup Kristus yang telah bangkit akan dianugerahkan kepada manusia pada hari kebangkitan orang mati.” (Epositio super Iob, 19, 15).
Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain
Kisah pengutusan tujuh puluh dua orang murid hanya terdapat dalam Injil Santo Lukas. Dalam terjemahan baru (TB) diterjemahkan angka tujuh puluh.
Sedangkan dalam teks Vulgata resmi diakui Gereja Katolik tertulis, designavit Dominus alios septuaginta duos. Tuhan menunjuk tujuh puluh dua murid yang lain (12×6).
(lih. http://www.vatican.va/archive/bible/nova_vulgata/documents/nova-vulgata_nt_evang-lucam_lt.html). Mereka diutus ke pelbagai kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya.
Setiap murid Tuhan menerima panggilan dari-Nya (bdk. Luk 9:57-62) dan ditambahkan pada bilangan para rasul (bdk. Mrk 2:15). Tidak diketahui siapa saja mereka.
Mungkin saja beberapa di antara mereka pernah berjumpa dengan-Nya waktu Ia dibaptis di Sungai Yordan dan mengikuti-Nya hingga menjelang kenaikan-Nya ke surga, seperti Yusuf yang disebut Barsabas atau Yustus dan Matias (bdk. Kis 1:21-26).
Dua orang bersahabat dekat yang ditemui Yesus di jalan ke Emaus, Kleopas dan sahabatnya (Luk.. 24:13-35) mungkin termasuk di antara mereka. Mereka dipilih dan diutus untuk menyembuhkan orang dan mewartakan kedatangan Kerajaan Allah.
Yesus memberi perintah bagaimana tiap pasang melaksanakan tugas pengutusan mereka. Mereka harus pergi dan melayani dengan hati yang tulus, penuh kasih dan damai, serta sederhana. Mereka harus memperhatikan bahwa yang mereka wartakan adalah Kerajaan Allah dan tidak tergoda melaksanakan hal lain yang sepele.
Dalam perjalanan mereka harus membawa barang yang perlu, agar memusatkan perhatian pada pewartaan Kerajaan-Nya dan menyembuhkan orang. Mereka harus melaksanakan tugas pengutusan mereka, bukan apa yang dapat mereka peroleh dari tugas itu.
Mereka harus memberikan seluruh yang mereka miliki untuk kesejahteraan yang mereka layani, tanpa mengharapkan imbalan. Sama seperti para rasul, Tuhan menghendaki ketujuh puluh dua murid itu bergantung pada-Nya, percaya pada penyelenggaraan ilahi, providentia Dei. Mereka menanggalkan kelekatan dan mempercayakan diri pada-Nya (bdk. Luk. 9:1-5).
Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit
Sering Yesus menggambarkan kedatangan Kerajaan-Nya dengan perumpamaan tentang ladang yang luas dan tanaman gandum siap panen. Panen selalu merupakan hasil dari kerja keras dan pertumbuhan – mulai dari menabur benih, tumbuh hingga matang, dan, akhirnya, buah yang masak siap dituai.
Dalam hati Yesus, saat panen merupakan saat untuk mengumpulkan tidak hanya umat Israel, tetapi juga seluruh umat manusia dari segala bangsa.
Santo Yohanes menulis dalam Injilnya (Yoh. 3:16), “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”, Sic enim dilexit Deus mundum, ut Filium suum unigenitum daret, ut omnis, qui credit in eum, non pereat, sed habeat vitam aeternam.
Perikop ini sering dipahami hanya untuk promosi panggilan: imam, bruder atau suster. Benar mereka dibutuhkan dalam tugas pengutusan Gereja, tetapi yang dimaksud Yesus tentu lebih dari sekedar panggilan khusus itu.
Ia mengajak para murid memohon kepada Sang Pemilik tuaian untuk mengirim lebih banyak pekerja. Dan setiap orang tidak boleh menutup diri untuk mendengarkan panggilan dan bekerja untuk-Nya.
Setiap orang Katolik, sejak pembaptisan dipanggil Tuhan untuk melaksanakan tugas pengutusan dari-Nya. Para bapa Konsili Vatikan menyerukan peran aktif kaum awam dalam tugas kerasulan Gereja.
“… Kerasulan awam, yang bersumber pada panggilan kristiani mereka sendiri, tak pernah dapat tidak ada dalam Gereja. Betapa sukarela sifat gerakan semacam itu pada awal mula Gereja, dan betapa suburnya, dipaparkan dengan jelas oleh Kitab suci sendiri (lih. Kis. 11:19-21; 18:26; Rom. 16:1-16; Fip. 4:3).
Adapun zaman kita menuntut semangat merasul kaum awam yang tidak kalah besar. Bahkan situasi sekarang ini jelas memerlukan kerasulan mereka yang lebih intensif dan lebih luas.
Sebab makin bertambahnya jumlah manusia, kemajuan ilmu-pengetahuan dan teknologi, hubungan-hubungan antar manusia yang lebih erat, bukan saja memperluas tanpa batas gelanggang kerasulan awam, yang sebagian besar hanya terbuka bagi mereka, melainkan juga menimbulkan masalah-masalah baru, yang menuntut perhatian serta usaha mereka yang cekatan.
Kerasulan itu semakin mendesak, karena otonomi banyak dibidang kehidupan manusiawi, sebagaimana wajarnya, amat banyak bertambah, ada kalanya disertai suatu penyimpangan dari tata kesusilaan dan keagamaan, serta bahaya besar bagi hidup kristiani.
Selain itu dibanyak daerah, yang jumlah imamnya sangat sedikit, atau –seperti ada kalanya terjadi– direbut kebebasan mereka yang sewajarnya untuk menunaikan pelayanan mereka, tanpa karya-kegiatan kaum awam Gereja nyaris tidak dapat hadir dan aktif.” (Dekrit Tentang Kerasulan Awam, Apostolicam Actuocitatem,1).
Tugas pengutusan pasti tidak mudah. Tetapi, Ia tetap saja bersabda (Luk. 10:3), “Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.”, Ite; ecce ego mitto vos sicut agnos inter lupos.
Santo Yohanes Chrysostomus berkata, “Sabda-Nya sudah cukup untuk menyemangati kita, memberi rasa percaya diri dan memberi keyakinan bahwa kita tidak takut terhadap mereka yang memusuhi kita.” (Homily on St. Matthew, 33).
Keberanian para rasul dan murid yang lain dalam bersaksi berasal dari keyakinan bahwa Ia selalu menyertai sepanjang masa (Mat. 28:20). Karena penyertaan-Nya itu, Petrus berani bersaksi di hadapan Sanhedrin, Majelis Agama Yahudi, dalam nama Yesus Kristus dari Nazaret, “tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” (Kis. 4:12).
Menyebut beberapa: para politisi dan penyelenggara negara harus mengupayakan kesejahteraan umum, bukan korupsi; guru mencerdaskan anak bangsa, bukan pembodohan; pedagang berdagang barang bermutu, bukan menipu; pelayan kesehatan mengobati dan menyelamatkan orang, bukan mencari untung di atas kemalangan.
Katekese
Tugas pengutusanmu. Paus Fransiskus, 1936-sekarang
Menjadi kudus merupakan panggilan yang sangat kuat untuk kita semua. Anda juga harus memandang seluruh hidup anda sebagai tugas pengutusan. Cobalah melaksanakannya dengan mendengarkan Allah dalam doa dan menyadari tanda-tanda yang Ia berikan pada anda.
Selalu bertanyalah pada Roh Kudus apa yang diharapkan Yesus dari anda pada setiap langkah hidup anda dan dalam setiap keputusan yang anda ambil; demikianlah anda merenungkan dan menimbang dengan tajam tugas pengutusan yang anda terima.
Biarkan Roh Kudus membakar hati anda dengan misteri pribadi yang mencerminkan Yesus Kristus dalam dunia dewasa ini.” (Seruan Apostolik, Gaudete Et Exsultate, 23).
Oratio-Missio
Tuhan, semoga suka cita dan kebenaran Injil mengubah hidupku, sehingga aku berani menjadi saksi-Mu bagi orang-orang di sekitarku. Tuntunlah aku agar ke mana pun aku pergi, aku mampu mewartakan kebenaran Injil-Mu dan belas kasih-Mu. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan untuk menghadapi kesulitan dalam tugas pengutusanku?
Ite; ecce ego mitto vos sicut agnos inter lupos. – Lucam 10:3