KISAH riil ini, ingin saya ceritakan karena berkaitan dengan teks bacaan Injil hari Sabtu tanggal 27 November 2021 pekan depan.
Teks nahas itu diambil dari Injil Lukas 21: 34-36
Kisahnya begini.
Saat tengah mengendarai mobil sendirian, sepulang kerja, tiba-tiba hal tak terduga menimpa tubuh saya. Mendadak saya merasa kesulitan bernapas.
Saat itu, lalu lintas di jalanan sungguh sangat ramai. Antara panik dan bertanya-tanya: ada apa ini?
Saya hanya bisa menghirup napas sedikit sekali dan pendek-pendek saja. Hanya bisa lewat mulut.
Sejenak terpikir, apakah saya hanya akan “sampai” di sini. Langsung “lewat” di jalanan yang tengah ramai.
Saya hanya bisa berdoa di dalam batin.
“Tuhan, tolonglah saya,” pinta saya berkali-kali.
Saya ucap berkali-kali doa permohonan yang sangat intens itu di dalam batin.
Maka, tibalah saya di perempatan jalan di mana ada lampu merah. Mobil yang saya kendarai ada di posisi tengah di antara himpitan mobil-mobil dan sepeda motor.
Gerakan spontan
Saat itu juga, saya lalu melakukan aktivitas fisik sederhana ini. Segera merentangkan tangan dan sesekali menarik ke belakang.
Terasa dada agak longgar dan bisa sedikit nambah panjang tarikan nafas.
Begitu lampu hijau menyala, saya segera meminggirkan mobil di tepi jalan.
Sungguh untuk kali ini, saya tak peduli ada rambu S dicoret alias larangan stop di sini.
Saya ulang lagi gerakan fisik itu sampai berkali kali. Merentangkan tangan dan kemudian menarik ke belakang.
Lama-lama, deru nafas bisa kembali berjalan normal.
Tuhan “melawat” aku?
Apakah insiden di tepi jalan dengan sesak nafas itu layak disebut sebagai Tuhan sedang “melawat” saya?
Nggak tahulah.
Yang terpikir, saya harus selamat. Jangan cepat-cepat “lewat” begitu saja, hanya karena terjadi sesak nafas akut.
Dalam kesempitan waktu yang datang mendadak, saya merasa masih dituntun untuk mampu menyelamatkan nyawa sendiri.
Mungkin ini jawaban Tuhan atas doa di dalam batin saya.
Padahal saya tidak dan belum pernah juga sampai ada yang memberi tahu mesti berbuat apa dan bagaimana kalau serangan seperti itu sampai akhirnya terjadi “menimpa” saya.
Tuhanlah yang menurutku telah menuntunku.
Apa ini “hari” Tuhan akan jatuh atas diriku selagi saya masih tidak siap?
Ini tersirat dalam bacaan Injil Luk 21: 34-36.
Pelajaran berharga
Dari pengalaman “sakit dadakan” lantaran kesulitan bernafas di jalanan ramai padat lalu lintas itu, saya ingin menarik pelajaran moral bagi diri sendiri.
Kiranya Tuhan masih melindungi saya. Tuhan masih memberi kesempatan padaku untuk selanjutnya mau membenahi hidupku.
Saat ini, umurku sudah akan mencapai angka 72 tahun. Kurun waktu cukup panjang untuk bisa hadir di dunia.
Sementara peristiwa nahas “kesulitan nafas” itu sudah terjadi 16 tahun lalu. Persis sebelum saya purna tugas.
Tuhan telah menjawab doa saya.
Tuhan Maha Pengasih itu nyata.