Menyimpan Perkara di Dalam Hati

0
24 views
Situasi sulit yang dihadapi St. Yusuf dan Bunda Maria

Sabtu, 28 Juni 2025

Yes 61:9-11.
1Sam 2.
Luk 2:41-51

SALAH satu gambaran indah tentang Bunda Maria dalam Kitab Suci adalah bahwa “Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya.”

Sikap Maria ini bukan sekadar tindakan pasif atau diam, melainkan sikap batin yang mendalam: sebuah keheningan yang aktif, yang penuh iman, harapan, dan cinta kepada Allah.

Maria adalah pribadi yang tenang. Dalam setiap peristiwa hidup, entah sukacita saat menerima kabar gembira dari malaikat, kecemasan ketika kehilangan Yesus di Bait Allah, atau penderitaan luar biasa di kaki salib.

Maria tidak gegabah, tidak panik, tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan. Ia memilih menyimpan dan merenungkan semuanya dalam hatinya.

Merenung di sini berarti lebih dari sekadar berpikir. Merenung adalah mencari makna. Maria berusaha menangkap kehendak Allah di balik setiap peristiwa. Ia percaya bahwa setiap hal yang terjadi, meski tidak selalu mudah dimengerti, mengandung pesan kasih dari Tuhan. Dalam hatinya yang hening, Maria belajar mengenali “tangan Allah” yang bekerja dalam sejarah hidupnya.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.”

Dalam dunia yang serba cepat ini, kita sering terjebak dalam keinginan untuk segera memahami segala sesuatu, untuk mengendalikan situasi, untuk menuntut jawaban. Namun Maria menunjukkan kepada kita bahwa dalam perjalanan bersama Allah, tidak semua hal harus langsung dimengerti. Ada saatnya kita hanya bisa menyimpan dan percaya.

Menyimpan perkara dalam hati bukan berarti melupakan atau mengabaikan, melainkan menyimpan dengan kasih, dengan harapan, dan dengan kerinduan akan terang Tuhan. Dalam hatinya yang hening, Maria mengolah pengalaman hidupnya bersama Yesus, yang sejak kecil sudah menunjukkan bahwa hidup-Nya adalah milik Bapa.

Kita pun dipanggil untuk memiliki hati seperti Maria: hati yang luas untuk menampung misteri, hati yang sabar dalam menanti terang, hati yang percaya bahwa Allah sedang bekerja, meski belum semua bisa kita pahami.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku sabar dan penuh ketulusan menjalani kehendak Tuhan yang terjadi dalam hidupku?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here