Pendidikan Kontekstual: Kenduri Sadranan TK-SD Kanisius Mlese Klaten Bersama Warga

0
265 views
ilustrasi: Murid TK-SD Kanisius Mlese di Klaten ikut berpartisipasi dalam kegiatan nyadran di kampung. Ini merupakan salah satu bentuk model pendidikan kontekstual lokal supaya mereka kenal dengan tradisi masyarakat gelar kendur, sadranan, nyadran, dan gunungan. (Tuti Ekowati)

Sadranan berasal dari kata “nyadran“. Nyadran berasal dari bahasa Sanskerta, sraddha yang artinya keyakinan.

Nyadran adalah tradisi pembersihan makam oleh masyarakat Jawa, umumnya di pedesaan.

Kecintaan terhadap budaya lokal dalam konteks pendidikan kontekstual diwujudkan oleh guru dan murid TK-SD Kanisius Mlese dengan turut serta menyemarakkan acara Kenduri Sadranan yang digelar oleh masyarakat Dusun Mlese, Kelurahan Mlese, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten, Senin (13/3/2023) pagi.

Raut wajah gembira tergambar di wajah guru dan murid TK-SD Kanisius Mlese yang pagi itu berjalan kaki menuju makam timur desa Mlese. Mereka berangkat dari sekolah pukul 06.20 WIB dan tidak berselang lama tiba di lokasi kenduri.

Satu persatu warga dusun Mlese berangsur-angsur berdatangan memadati bangsal di area makam.

Kebersamaan antara guru dan murid TK-SD Kanisius Mlese berbaur menjadi satu dengan warga. Mereka duduk berjejer mengelilingi aneka makanan kenduri yang sudah tertata rapi.

Kenduri Sadranan diawali dengan doa lintas iman (Islam, Katolik, dan Kristen). Setelah itu semua makanan yang dihidangkan disantap bersama sama.

Kemeriahan tradisi kenduri nyadran dan sadranan di Mlese, Klaten, yang diikuti oleh murid TK-SD Kanisius Mlese dalam rangka mewujudkan model pendidikan kontekstual. (Tuti Ekowati)

Kenduri sebagai sumber belajar

Ketua Pembelajaran Kontekstual, Kusumawati Elisabet mengungkapkan, Kenduri Sadranan merupakan sumber belajar.

“Acara ini merupakan kegiatan pembelajaran Kontekstual SD Kanisius Mlese semester 2 dan sebagai bentuk  merdeka belajar sesuai konteks sekolah. Tujuan kegiatan untuk mengajarkan toleransi dan penghargaan pada budaya lokal bagi para siswa,” tutur guru kelas IV SD Kanisius Mlese.

Guru dan murid TK-SD Kanisius Mlese menghargai tradisi sebagai kearifan lokal yang menjadi kekayaan budaya yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi.

Sebagai pewaris tradisi, sadranan sebagai momentum untuk untuk menghormati para leluhur dan ucapan syukur kepada sang pencipta.

Kepala Desa Mlese Hari Wibawa ikut serta dalam kegiatan sadranan desa yang diikuti murid TK-SD Kanisius Mlese Klaten. (Tuti Ekowati)

Kepala Desa Mlese Hari Wibawa mengatakan, sadranan bertujuan untuk mengenang leluhur yang sudah meninggal dan mendoakan mereka. “Semoga warga desa Mlese mendapat berkah yang melimpah,” ungkap Hari Wibawa menyampaikan harapannya.

Hari Wibawa juga mengaku senang sekali dengan keterlibatan murid TK dan SD Kanisius Mlese dalam Kenduri Sadranan dan memberikan tanggapan positip atas kegiatan yang melibatkan komunitas sekolah dan warga masyarakat tersebut.

“Acara kebersamaan seperti ini membuat hati kita senang dan tambah barokah,” ungkapnya saat Vinsen -siswa kelas IV SD Kanisius Mlese- menanyakan bagaimana perasaan Hari Wibawa saat menghadiri Kenduri Sadranan.

Gunungan makanan

Gelaran acara kenduri sadranan bertambah meriah dengan acara “rebutan“ gunungan. Salah satu dari tiga gunungan dibuat oleh SD Kanisius Mlese; diperebutkan oleh anak-anak dan warga.

Gunungan tersebut terdiri dari apem, jagung, ubi jalar dan kacang rebus serta amplop amplop yang berisi uang yang digantungkan pada gunungan.

Gunungan persembahan para murid TK-SD Kanisius Mlese Klaten dalam rangka kegiatan kenduri sadranan di dusun. (Tuti Ekowati)

Setelah kembul bujana (makan bersama) selesai maka dilanjutkan perarakan gunungan hasil bumi menuju lokasi pagelaran wayang dan dihibur dengan penampilan tari Prawiroguno oleh Julius Hertino Dipo Susanto, siswa kelas V SD Kanisius Mlese.

Selanjutnya, di lokasi yang sama pukul 20.00 WIB sejumlah 26 murid  dari SD Kanisius Mlese menampilkan sendratari Ayo Sinau yang menyedot perhatian dari warga sekitar, bahkan warga dusun lain yang ikut menikmati suasana Wayangan Nyadran.

Serangkaian kegiatan dilaksanakan sebelum kenduri sadranan, antara lain membersihkan makam timur desa Mlese agar makam leluhur menjadi bersih dan nyaman untuk tabur bunga para keluarga, kerabat dan sahabat.

Selain itu, ada acara talkshow tentang sadranan yang menghadirkan FX. Suyono, tokoh masyarakat Desa Mlese sebagai nara sumber.

Kegiatan sadranan bersama warga memberikan kesan yang mendalam bagi guru dan murid TK-SD Kanisius Mlese. Untuk pertama kalinya mereka ikut berbagi kegembiraan dalam kenduri sadranan.

Hiburan sukaria ikuti mewarnai kegiatan kenduri sadranan yang diikuti para murid TK-SD Kanisius Mlese Klaten. (Tuti Ekowati)

Seperti yang diungkapkan FX Sri Kuswandi, sadranan tahun 2023 ini benar benar berbeda dari tahun tahun sebelumnya.

“Baru kali ini, saya melihat sadranan yang sangat meriah,” ungkap warga dusun Mlese ini seraya menambahkan bahwa kehadiran guru dan murid TK–SD Kanisius Mlese memberi warna tersendiri karena menambah semarak acara kenduri sadranan.

Nilai-nilai yang bisa dihidupi dari tradisi sadranan antara lain bersyukur kepada Tuhan, kebersamaan, kerukunan, gotong royong, dan menghormati para leluhur.

Kemeriahan terjadi di tengah kegiatan kenduri sadranan yangf diikuti para murid TK-SD Kanisius Mlese Klaten. (Tuti Ekowati)

Kenduri Sadranan merupakan sumber belajar kontekstual. KBM Kontekstual SD Kanisius Mlese diharapkan menjadi program yang bisa diunggulkan.

“Semoga dengan KBM Kontekstual di SD Kanisius Mlese bisa menumbuhkan kepercayaan masyarakat untuk menyekolahkan putera puteri mereka di sekolah ini,” harap Kusumawati Elisabet.

Kepala SD Kanisius Mlese Lukas Triyanta mengajak seluruh komunitas sekolah untuk terus bergerak dan berdinamika bersama memghidupi tradisi, menjaga wawasan kebangsaan Pancasila dan menghidupi semangat bergerak bangkit untuk kemajuan sekolah.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here