Renungan Harian 29 Juli 2020: Mengalah

0
1,278 views
Ilustrasi - Gedang suluh -pisang yang sudah menguning (ist)


Pw. St. Marta
Bacaan I: 1Yoh. 4: 7-16
Injil: Yoh. 11: 19-27
 

SUATU pagi, ibu ngomel-ngomel ke bapak. Karena menurut ibu, bapak tidak mau mendengarkan ibu dan tidak mau menurut. Bapak hanya diam selama ibu ngomel.

Masalahnya sederhana, di kebun belakang rumah ada pohon pisang kepok yang sudah tua. Biasanya pisang itu akan dipanen ketika sudah “suluh” (ada yang nampak sudah menguning).
 
Entah bagaimana, ibu melihat bahwa pisang kapok itu sudah “suluh” dan meminta bapak untuk menebang. Tetapi menurut bapak belum, memang sudah tua tetapi belum suluh.

Bapak sudah mengatakan ke ibu bahwa itu belum “suluh”, tetapi ibu tetap bersikeras bahwa pisang itu sudah “suluh”.
 
Saat bapak mau menebang pohon pisang kepok itu, beberapa tetangga mengatakan jangan dulu, sayang, tunggu “suluh”, dan menurut saya memang belum “suluh”. Akhirnya bapak memutuskan untuk tidak menebang. Karena hal itu ibu ngomel-ngomel ke bapak.
 
Sore itu meski bapak sudah mandi, bapak ke kebun belakang dan menebang pohon pisang. Setelah pisang dipanen dan ditunjukkan pada ibu bahwa belum suluh, ibu bukannya berhenti ngomel tetapi tetap menyalahkan bapak kenapa bapak tidak memberitahu ibu bahwa pisangnya belum “suluh”.

Bapak dengan tenang menjawab: “Ya wis diimbu wae mengko sedino rong dina lak wis mateng kabeh.” (ya udah diperam saja, nanti satu atau dua hari pasti sudah matang semua.)
 
Saya bertanya kepada bapak, kenapa bapak hanya diam dan tidak menunjukkan bahwa ibu yang salah.

Bapak menjawab:“Bapak mengalah kepada ibu, karena bapak mencintai dan menghormati ibu. Mengalah bukan berarti kalah. Mengalah itu sikap orang yang dewasa, orang yang bisa mengendalikan diri dan yang jernih melihat pokok persoalan.
 
Ada banyak persoalan yang akan selesai dengan sendirinya ketika kita diam, contohnya dengan ibu. Kalau bapak menyalahkan ibu, masalah tambah besar, tetapi ketika bapak diam masalah selesai.

Bapak tidak harus mempermalukan ibu, dengan menunjukkan bahwa ibu salah, tetapi ibu akan tahu bahwa dirinya yang salah. Dan setelahnya ibu damai, bapak damai, bapak dan ibu damai.
 
Mengalah itu artinya mengalahkan diri sendiri, dan itu berarti kita menang, menang melawan ego dan nafsu kepuasan diri. Mengalah, seolah-olah kita kalah tetapi sesungguhnya kitalah pemenangnya. “Menang tanpo ngasorake” (menang tanpa merendahkan dan mempermalukan.
 
Le, (panggilan sayang untuk anak laki-laki) mengalah itu bisa terjadi kalau kita punya kasih dan hormat kepada orang lain.

Karena dengan mengalah kita memanusiakan orang lain. Semua orang butuh dihormati, butuh disanjung dan butuh ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi.

Maka banyak orang akan menjadi lebih tenang dan damai, ketika lagi emosi dan marah, kita “nylondhohi” (merendahkan diri) dan mengalah.
 
Kehebatan dan kekuatan seorang laki-laki dalam mencintai itu terletak pada kemampuannya “ngemong” (mengasuh dan menjaga dengan penuh cinta). Dalam ngemong termuat kemampuan mengalah dan “nylondhohi”.
 
“Wah sulit pak….” kataku.

Bapak menjawab:
“Yen gampang donya wis tentrem wingi-wingi.” (kalau mudah dunia sudah damai dari dulu).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here