KLUB sepakbola manakah yang terhebat dalam satu dekade ini? Mungkin beberapa dari kita memiliki jawaban berbeda-beda, tergantung kita menjadi tifosi dari klub apa. Namun sebagian besar penggila bola akan setuju bila FC Barcelona merupakan salah satu klub terkuat saat ini.
Menjuarai Liga Spanyol sebanyak dua puluh satu kali, empat kali juara Liga Champion Eropa, dua puluh lima kali Copa Del Rey, serta segudang prestasi lainnya membuat FC Barcelona menjadi tim yang ditakuti lawan-lawannya. Dengan permainan cantik dari beberapa bintangnya seperti Lionel Messi, Andres Iniesta, serta Xavi Hernandez, FC Barcelona sering kali menang mudah dengan skor yang besar.
Mengapa Barcelona FC menjadi tim yang sangat tangguh?
Saya mendapatkan salah satu jawabannya dari Prof. Bernardo M. Villegas, PhD dalam acara The 1st Roundtable On Corporate Governance yang diselenggarakan Yayasan Bhumiksara di Jakarta, Selasa (4/9) lalu.
Selain menghadirkan Profesor Villegas, profesor dari IESE Business School di Barcelona, Spanyol serta University of Asia and the Pacific (UA&P), Manila, Filipina, acara roundtable ini juga mendatangkan Dr. Winston Conrad B. Padojinog, DBA, seorang doktor yang berkarya di Dean of School of Management University of Asia and the Pacific, Manila, Filipina.
Belajar dari lapangan rumput Barcelona
Dalam salah satu sesi yang membahas manajemen berbasis misi, Prof. Villegas memberi contoh FC Barcelona sebagai organisasi yang menerapkan manajemen tersebut.
FC Bercelona tidak hanya mengejar target untuk memenangkan pertandingan, tapi juga bagaimana bermain cantik dan indah dalam sepakbola. Dengan operan cepat dari kaki ke kaki yang dikenal dengan istilah tiki-taka, para pemain Barcelona tau persis apa yang menjadi tugasnya.
Mereka tidak mengandalkan satu dua orang sebagai target, semua dapat bermain dengan cantik. Bahkan saat akhir musim lalu ditinggalkan oleh pelatihnya Pep Guardiola, mereka masih dapat memainkan filosofi tiki-taka meski arsiteknya telah hengkang. Hal ini menunjukkan bahwa budaya manajemen organisasi yang berorientasi misi telah tertanam baik dalam klub yang didirikan sejak tahun 1899 tersebut.
Permainan tiki-taka
Sebelumnya, Dr Padojinog memaparkan perbedaan manajemen organisasi yang dilakukan berbasis obyektif (target) dan manajemen berbasi misi. Perbedaan kedua pendekatan manajemen ini terdapat pada masuknya unsur-unsur budaya dalam manajemen seperti misi, nilai, dan komitmen dalam sistem manajemen organisasi. Management by Objectives (MBO) lebih mengedepankan untuk apa kita melakukan semua sistem organisasi, yang tentunya akan dijawab dengan target dan keuntungan apa yang didapatkan oleh organisasi. Sedangkan Management by Mission (MBM) lebih menekankan untuk siapakah kita melakukan pekerjaan tersebut. Jawabannya tentunya berkaitan dengan hubungan baik organisasi dengan pemangku kepentingan. Intinya bila kita menerapkan manajemen bermasis misi, kita bekerja untuk menyenangkan orang lain, bukan bekerja untuk target keberhasilan kita semata.
Roundtable yang berlangsung selama kurang lebih tiga jam tersebut membahas mengenai potensi negara-negara ASEAN, khususnya Vietnam, Indonesia dan Philippines di tengah kondisi internasional yang semakin global ini. Potensi keamanan investasi di ASEAN membuat dunia mulai melirik ASEAN sebagai kawasan penting dalam dunia perekonomian. Hal tersebut harus dimanfaatkan dengan manajemen yang bagus dalam semua sektor, termasuk dalam perekonomian. Pembelajaran manajemen berbasis misi menjadi hal yang dirasa relevan dalam kondisi negara kita yang membutuhkan manajemen baik dari setiap aspek kehidupannya.
ASEAN khususnya Indonesia dapat belajar dari FC Barcelona dalam bekerja atau menjalankan organisasi. Kita pun dapat menerapkan manajemen berbasis misi tersebut dalam pekerjaan kita sehari-hari. Jangan terlalu fokus pada hasil, namun jiwailah apa yang kita kerjakan, niscaya hasil lebih memuaskan yang akan kita dapatkan.
Tautan: http://albhum2005.com/?p=678
Artikel terkait:
Round-table Yayasan Bhumiksara 2012: Indonesia, Masihkah Punya Harapan (1) ?
Photo credit: Royani Lim