Sempurna Seperti Bapa

0
15 views
Menjadi sempurna (Ist)

Selasa, 17 Juni 2025

2Kor. 8: 1-9.
Mzm. 146:2,5-6,7,8-9a.
Mat. 5:43-48

DALAM hidup ini, kita tidak bisa menghindar dari kenyataan bahwa kejahatan, kebencian, dan perlakuan tidak adil kadang datang kepada kita dari orang lain, bahkan dari orang yang kita kenal atau kasihi.

Namun di tengah semua itu, kita diundang untuk memilih jalan yang berbeda: bukan jalan balas dendam, tetapi jalan kasih, doa, dan pengampunan.

Corrie ten Boom adalah seorang wanita Kristen asal Belanda yang hidup pada masa Perang Dunia II.

Bersama keluarganya, Corrie menyembunyikan orang-orang Yahudi di rumah mereka demi melindungi mereka dari kejaran Nazi. Namun pada akhirnya, keluarga Corrie tertangkap. Ayahnya meninggal di penjara, dan Corrie serta saudara perempuannya, Betsie, dikirim ke kamp konsentrasi Ravensbrück di Jerman.

Di tempat yang penuh penderitaan itu, Corrie menyaksikan kebrutalan para penjaga kamp, terutama dari seorang perwira SS yang sangat kejam.

Betsie akhirnya meninggal di kamp karena kekejaman dan kelaparan. Corrie selamat dan dibebaskan secara “kebetulan” oleh kesalahan administratif beberapa hari sebelum semua wanita seumurnya dibunuh.

Setelah perang berakhir, Corrie menjadi pengkotbah kasih dan pengampunan Kristus. Ia berkeliling dunia menyampaikan bahwa tidak ada dosa yang terlalu besar untuk diampuni, dan tidak ada luka yang tidak bisa disembuhkan oleh kasih Allah.

Namun, ujian terbesarnya datang saat ia sedang berkhotbah di sebuah gereja di Jerman. Setelah ibadah, seorang pria mendekatinya, dan ia mengenali pria itu. Itu adalah salah satu penjaga kamp Ravensbrück, orang yang dahulu sangat kejam, yang mungkin pernah menyiksa Betsie.

Pria itu berkata, “Saya telah bertobat dan menjadi Kristen. Saya tahu Tuhan sudah mengampuni saya, tetapi bisakah Anda juga mengampuni saya?”

Corrie menggambarkan bahwa dalam sekejap, seluruh rasa sakit, luka, dan trauma masa lalunya menyeruak. Ia ingin menolak, ingin berpaling. Tapi ia teringat akan pesan Kristus: “Kasihilah musuhmu, Ampunilah, seperti Bapamu yang di sorga mengampuni kamu.”

Dengan penuh pergumulan, Corrie berkata bahwa ia secara manusia tidak sanggup, tetapi ia memilih untuk taat. Dengan tangan gemetar, ia menjabat tangan pria itu dan berkata, “Dengan segenap hatiku, saya mengampuni kamu.”

Ia menggambarkan bahwa saat itu, seperti ada aliran hangat yang menyelimuti dirinya, damai sejahtera yang luar biasa memenuhi hatinya. Corrie berkata, “Saya belum pernah merasakan kasih Allah sedalam itu, seperti ketika saya mengampuni musuh saya.”

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.”

Apakah kita yang lemah, rapuh, dan penuh kekurangan bisa mencapai kesempurnaan seperti Allah? Apakah ini tuntutan yang terlalu tinggi?

Namun jika kita perhatikan dalam konteksnya, Yesus tidak berbicara tentang kesempurnaan dalam arti tanpa cacat atau tidak pernah berbuat salah.

Ia berbicara tentang kesempurnaan dalam kasih, kasih yang meluas tidak hanya kepada orang-orang yang menyenangkan hati kita, tetapi juga kepada mereka yang memusuhi kita, menyakiti kita, dan yang menurut logika manusia, tidak layak dikasihi.

Allah adalah kasih yang tanpa batas. Ia menerbitkan matahari bagi orang benar dan orang jahat. Ia mencurahkan hujan bagi semua orang, tanpa membeda-bedakan.

Kesempurnaan Allah terletak pada kemurahan hati-Nya, pada belas kasih-Nya, dan pada kesetiaan-Nya mengasihi, bahkan ketika manusia tidak layak dikasihi.

Maka, ketika Yesus berkata bahwa kita harus sempurna seperti Bapa, Ia sedang memanggil kita untuk meneladani kasih itu, kasih yang murah hati, pengampun, sabar, dan tidak mengharapkan balasan.

Kita tidak dituntut untuk menjadi tanpa cacat, tetapi dipanggil untuk terus bertumbuh dalam kasih, menuju kedewasaan rohani.

Kesempurnaan dalam ajaran Kristus bukan tujuan akhir yang dicapai dalam sekejap, tetapi sebuah jalan yang kita jalani setiap hari: ketika kita memilih mengampuni, ketika kita mengasihi tanpa pamrih, ketika kita berdoa bagi yang memusuhi, ketika kita menolak membalas dendam.

Dalam setiap langkah kasih, kita sedang dibentuk menjadi sempurna seperti Bapa.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku mau mengasihi musuhku?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here