Tahbisan 10 Imam SCJ dan Satu Diakon Diosesan: Anugerah Imamat bagi Manusia

0
2,614 views
Berkat perdana para imam SCJ yang baru menerima Sakramen Imamat di Gereja St. Yusup Paroki Pringsewu, Lampung. (Romo Frans de Sales SCJ/Komsos Keuskupan Agung Palembang)

SAKRAMEN Imamat merupakan anugerah dari Tuhan untuk melayani umat manusia. Karena itu, imamat hanya dianugerahkan kepada orang-orang tertentu. Tidak semua orang mendapatkan anugerah ini.

Peristiwa tahbisan imam bagi 10 pemuda  dan satu lainnya yang memilih bergabung dalam Kongregasi Imam-imam Hati Kudus Yesus (SCJ) menjadi suatu anugerah istimewa bagi Kongregasi dan Umat Katolik.

Hari Selasa (20/8) lalu menjadi saatnya bagi Kongregasi Imam-imam Hati Kudus Yesus (SCJ) Provinsi Indonesia panen imam. Benih panggilan yang telah disebar belasan tahun lalu saatnya dituai.

Penyerahan diri kepada Allah dengan merendahkan diri sementara didaraskan Doa Litani Para Kudus.

Meski berasal dari beberapa angkatan, panen sebanyak ini menjadi hadiah yang istimewa bagi Kongregasi Imam-imam Hati Kudus Yesus (SCJ).

10 Diakon ditahbiskan menjadi imam SCJ dan satu frater ditahbiskan menjadi Diakon Diosesan Keuskupan Tanjungkarang oleh Uskup Penahbis Mgr. Yohanes Harun Yuwono di Gereja St. Yusup Paroki Pringsewu, Lampung.

ke-10 Diakon yang ditahbiskan menjadi imam SCJ adalah Andreas Wihargiyanto, Hubertus Andry Kurniawan, Bernardus Chandra Wahyudi, Alexander David Buntoro, Paulus Dito Rahmadi, Florentinus Suryanto, Hieronimus Indra Speriandika, Leo Adi Wiangga, Ignatius Trisna Setiadi, dan Antonius Edi Prasetyo.

Selain tahbisan imam, Frater Fransiskus Arisyanto Pr dari Keuskupan Tanjungkarang juga ditahbiskan menjadi Diakon.

Penerimaan Sakramen Imamat dan Tahbisan Diakonat ditandai dengan penumpangan tangan oleh Uskup Penahbis dan kemudian para imam ikut juga dalam barisan melakukan hal sama.

Tema yang diangkat dalam perayaan tahbisan ini adalah Servite Domino in Letitiae. Artinya “Melayani Tuhan dalam Sukacita”.

Tema ini, menurut Mgr Yohanes Harun Yuwono, terinspirasi dari Paus Fransiskus yang sering menerbitkan surat-surat apostolik dengan nada sukacita. Karena itu, “Melayani Tuhan dalam Sukacita” menjadi daya dorong bagi para imam.

Paus Fransiskus mengajak umat beriman untuk hidup dalam sukacita, bukan dalam kesedihan bahkan waktu sedang tidak bekerja.

Ketika mengadakan kunjungan ad limina di Vatikan beberapa waktu lalu, para uskup Indonesia diajak oleh Bapak Suci Fransiskus untuk senantiasa bergembira dan tersenyum dalam perjumpaan dengan umat yang dilayani.

“Bapa Suci Fransiskus mengajak kami, agar dalam pergaulan dengan sesama senatiasa bergembira. Orang yang gembira hidupnya akan selalu menyelamatkan. Orang yang bergembira dalam hati akan sehat rohani dan jasmani. Kegembiraan adalah ciri khas Tuhan Yesus. Yang disentuh oleh Kristus selalu menjadi baru,” kata Mgr Harun Yuwono memulai kotbahnya.

Pengenaan Stola untuk Diakon Fransiskus Arisyanto SCJ.

Menjadi perekat kegembiaraan

Injil yang dibacakan dalam Perayaan Ekaristi hari itu adalah Injil Yohanes 6: 1-15 yang berbicara tentang Yesus yang menggandakan lima roti dan dua ikan.

Menurut Mgr Harun, hadirnya seorang religius dan rohaniwan semestinya selalu membawa kegembiraan. Di mana ada religius selalu ada kegembiraan.

Peristiwa Injil yang didengar hari itu sangat mengagumkan. Yesus sedang melawak. Yesus memberi makan kepada 5000 orang laki-laki dengan lima roti jelai dan dua ikan. Sementara perempuan dan anak-anak tidak dihitung.

Hal ini membahagiakan keluarga. Mereka berkumpul untuk makan bersama. Mgr Harun berharap, keluarga-keluarga dan komunitas-komunitas mesti membentuk satu kesatuan yang solid. Jangan jalan sendiri-sendiri.

Inilah 10 Imam baru SCJ.

Pergandaan roti dan ikan itu mau mengatakan belas kasih dan kepedulian Allah terhadap umatNya. Yesus tidak ingin orang-orang yang mengikutiNya kelaparan.

Di dalam Tuhan, manusia mengalami ketenteraman dan sukacita. Di kemudian hari Yesus memberikan dirinya sendiri sebagai makanan rohani bagi umat manusia.

Para imam yang ditahbiskan mesti senantiasa membawa sukacita dengan membagikan hidup kepada umat yang dilayani. Mereka mesti yakin bahwa dalam pelayanan yang tulus, mereka tidak akan kehilangan apa pun. Orang-orang yang tulus tidak akan kehilangan apa pun setelah memberikan yang dimiliki.

Dalam peristiwa pergandaan roti itu ada 12 bakul penuh yang sisa. Yesus meminta agar para murid mengumpulkan semuanya, tidak boleh ada yang terbuang.

Mgr Harun mengatakan, di banyak tempat orang kelaparan, busung lapar dan miskin. Membuang makanan yang sisa berarti tidak peduli terhadap sesama.

“Makanan biar pun sisa, tidak boleh dibuang. Setiap murid Yesus harus bekali diri dengan kesederhanaan seperti Yesus yang miskin. Kita dipanggil untuk hidup miskin dan sederhana,” tandas Mgr Harun di hadapan hampir 200 imam dan empat ribu umat.

Bagi Romo Titus Waris Widodo SCJ, Provinsial SCJ Indonesia, imamat merupakan anugerah yang diterima orang-orang tertentu dengan kerelaan dan perjuangan. Para imam baru punya aneka cerita tentang panggilan Tuhan.

“Selamat berjuang dan bergabung dengan imam-imam yang lain untuk melayani dengan hati dan sukacita. Taat dalam kesepakatan, asas dan hati nurani,” harap Romo Titus Waris Widodo SCJ.

Sukacita umat

Peristiwa tahbisan imam selalu menjadi sukacita umat. Sejak pagi, umat dari berbagai tempat mulai memenuhi gereja dan tenda-tenda yang ada di halaman gereja.

Mereka berasal dari Jakarta, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Riau dan Lampung, sebagai tuan rumah. Tempat-tempat ini merupakan wilayah-wilayah karya yang dipercayakan kepada Kongregasi SCJ.

Bagi pihak panitia, peristiwa tahbisan ini menjadi kesempatan berharga bagi umat Paroki St. Yusup Pringsewu. Perayaan ini menjadi sukacita bagi semua umat.

Ada sebuah tim yang luar biasa kuat yang menyiapkan dan menyelenggarakan perayaan tahbisan ini. Karena itu, umat berharap agar para imam baru tetap berjuang dalam karya pelayanan bagi Kristus dan gerejaNya.

Satu Diakon Diosen Keuskupan Tanjungkarang (tengah)dan 10 Imam Baru SCJ bersama Uskup Penahbis, Provinsial SCJ Provinsi Indonesia dan lainnya.

Yustinus Wandono, ayah dari Alexander David Buntoro, merasa bersyukur atas Allah yang berkenan memilih puteranya menjadi imam. Baginya, hal ini menjadi berkat bagi banyak orang. Para imam baru mesti senantiasa membawa Kristus kepada umat dan membawa umat kepada Kristus.

“Kami mohon, agar anak-anak kami selalu didoakan sampai akhir hayat. Jadilah romo yang baik yang beri rasa aman, santun, rendah hati dan lebih dekat dengan Tuhan. Kami ingin kalian selalu bahagia dengan panggilan Tuhan,” kata Yustinus Wandono yang berasal dari Tanjung Bintang, Lampung, ini.

“Orangtua ibarat Bapa Abraham yang mempersembahkan Ishak kepada Tuhan. Saya harap, para orangtua senantiasa bahagia dalam mempersembahkan anak-anak kepada Tuhan,” tandas Romo Titus SCJ.

Antonius Edi Prasetyo SCJ, imam baru asal Stasi St. Fransiskus Asisi Sindang Jati, Curup, Bengkulu, ini merasa yakin akan pilihan Tuhan atas dirinya, meski ia masih harus melalui pergulatan panggilan yang panjang.

Ia merasa bahagia usai menerima tahbisan imamat, meski ketika mempersiapkan diri melalui retret ada kegelisahan. Ia merasakan ada teman-temannya yang gelisah.

“Tetapi kami dengan mantap menyerahkan diri kepada Allah. Masing-masing kami berbeda dalam formatio, namun kami menjawab ‘ya’ atas panggilan Tuhan. Kami hanyalah 5 roti dan 2 ikan yang dipersembahkan oleh keluarga-keluarga kami. Ketika kami membiarkan diri dipecah-pecah akhirnya menjadi kelimpahan bagi umat. Kebaikan Allah ini yang akan kami bagikan kepada umat,” kata Romo Edi SCJ yang kini masih menjalani studi S2 di Universitas Gajah Mada Yogyakarta ini.

Ia mengatakan, seorang imam mesti memiliki kerelaan melayani dengan rendah hati. Baginya, menjadi imam merupakan proses menjadi yang terus-menerus berlangsung. Karena itu, para imam baru membutuhkan dukungan dari keluraga-keluarga dan seluruh umat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here