Tolak Ukur

0
453 views
Ilustrasi: Jangan Sombong. (ist)

Jumat, 9 Desember 2022

  • Yes. 48:17-19.
  • Mzm. 1:1-2,3,4,6.
  • Mat. 11:16-19.

ADA kalanya kita bertemu dengan orang yang merasa paling benar. Yang paling baik dan benar hanyalah mereka atau selera mereka sendiri, sehingga akan sulit diikuti oleh orang lain.

Orang yang merasa diri paling hebat mestinya berpikir kembali bahwa semua orang bisa saja salah.

Apalagi hidup bukan tentang siapa yang paling benar, tetapi menghargai dan belajar dari kesalahan.

“Saya paling tidak nyaman, jika harus pergi makan keluar dengan keluarga kakak,” kata seorang ibu kepada kakaknya.

“Suasana kebersamaan sering menjadi terganggu karena suami kakak selalu komplain tentang makanan yang kami pesan,” ujarnya.

“Seakan pilihan menu kami selalu salah, padahal kami sudah berusaha mencari yang terbaik,” lanjutnya.

“Suami kakak selalu bilang di restoran lain lebih enak, makanan di sini kurang ini, kurang itu,” sambungnya.

“Seakan yang paling punya selera makan yang enak hanya suami kakak,” tegasnya.

“Kadang ketika suami kakak memilih restoran dan menunya kamipun sebenanrnya merasa kurang berselera. Namun kami mencoba menikmati untuk menghargai niat baik kakak,” sambungnya.

“Demi persaudaraan, baik juga bahwa tidak selalu menjadikan selera dan keinginan diri sendiri sebagai tolok ukur bersama,” tuturnya.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,

“Karena Yohanes datang, ia tidak makan, dan tidak minum, dan mereka berkata: Ia kerasukan setan.

Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan mereka berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. Tetapi hikmat Allah dibenarkan oleh perbuatannya.”

Pada masa Adven ini, kita diundang untuk bertobat, yaitu tidak menjadikan diri sendiri sebagai tolok ukur untuk diikuti oleh orang lain.

Yang harus menjadi tolok ukur dan penentu tindakan kita ialah kehendak Allah. Tuhanlah yang menentukan jalan-jalan yang harus kita tempuh.

Melalui perintah-perintah-Nya, Dia menentukan tindakan kita. Buah dari mengikuti kehendak Allah ialah damai sejahtera dan kebahagiaan.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku punya sikap hormat dan kasih pada orang lain?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here