100 Tahun Peringatan Pergerakan Umat Katolik di Solo

0
456 views
Bapak Uskup KAS dan para fasilitator seminar kebangsaan di Solo. (Agung Prastowo)

PADA tanggal  12 Oktober 2019 FMKI (Forum Masyarakat Katolik Indonesia) Surakarta bersama dengan Yayasan I Kasimo, Jakarta, mengadakan peringatan 100 tahun terbentuknya Katholieken Sociale Bond di Yogyakarta sebagai sejarah awaI pergerakan Umat Katolik di Indonesia.

Kota Solo dipilih sebagai tempat penyelenggaraan mengingat IJ Kasimo sebagai tokoh Pergerakan Katolik Indonesia lahir di Kota Solo. Kegiatan ini merupakan kelanjutan kegiatan serupa yang pernah dilaksanakan pada bulan Maret 2019 di Aula Gereja Katedral Jakarta.

Peringatan dilaksanakan dengan mengadakan seminar kebangsaan dengan tema “Pancasila di Tengah Radikalisme” di pagi hari yang kemudian dilanjutkan dengan misa syukur dan  ditutup dengan ramah tamah dengan Bapak Uskup Agung Semarang, Mgr. Robertus Rubyatmoko.

Selebaran acara seminar kebangsaan di Solo.

Kegiatan seminar diadakan di  Hotel Red Chilies dengan pembicara Dr. J. Kristiadi (peneliti senior CSIS), Romo Antonius Benny Susetyo Pr (staf khusus Dewan Pengarah BPIP), dan Dr. Ir. Apollo Safanpo, ST, MT dengan moderator Drs. Stephanus Sukirno, MS (anggota DPRD Jawa Tengah).

Sedang misa syukur berlangsung di Gereja St. Paulus Kleco dengan selebran utama Bapak Uskup Agung Semarang didampingi Romo Robertus Budi Haryana Pr selaku Vikep Surakarta dan Romo Kepala Paroki St Paulus Kleca, Surakarta Romo Emanuel Nuwa MSF.

Banyak dibicarakan, namun kurang implementasi

Sebagai pembicara pertama dalam seminar tersebut, Dr. J. Kristiadi menekankan tentang sudah terlalu sering dan banyaknya Pancasila dibicarakan, namun sampai saat ini masih sangat rendah dalam tataran pengamalan. Pada kesempatan itu pula, ia menyampaikan perlunya politik pendidikan dengan tujuan agar rakyat menjadi berkarakter dan mandiri.

Dengan pembentukan karakter, maka mental masyarakatnya akan menjadi tangguh sehingga paham radikalisme yang memiliki kecenderungan untuk memanfaatkan ketidakpahaman rakyat untuk pemenuhan kepentingan politik sesaat bisa dihindarkan.

Politik harus bisa mendidik masyarakat agar bisa hidup bernegara dengan lebih baik.

Dikatakan pula oleh J. Kristiadi bahwa kebudayaan masyarakat terlebih local wisdom harus dipertahankan guna membendung ancaman radikalisme di tengah tengah masyarakat Indonesia. Itu karena sasaran utama radikalisme adalah gerakan untukmenghancurkan suatu bangsa.

Salah satunya ditempuh dengan jalan menghancurkan terlebih dahulu kebudayaan bangsa tersebut.

Layaknya hidup berumahtangga

“Kita bangsa Indonesia ini,” kata peneliti senior CSIS itu, “identik dengan orang yang berumahtangga.”

Tujuan utamanya adalah untuk mencapai kebahagiaan bersama. Orang berumahtangga tentu berlatarbelakang hal yang berbeda, namun harus bisa menyelaraskan perbedaan itu untuk tercapainya kebahagiaan bersama.

Dengan tantangan terberat yakni harus mampu merasakan suka duka bersama yang bisa dilakukan dengan cara saling mengalah, toleransi, saling memahami dan kemampuan bekerjasama dengan dilandasi kemauan untuk hidup bersama guna mencapai tujuan utama yaitu kebahagiaan bersama.”

Pada kesempatan berikutnya Romo Benny tampil membahas Pancasila masih eksis atau sekedar utopis.

Para pembicara seminar kebangsaan dalam rangka perayaan 100 tahun Pergerakan Umat Katolik.

Pada kesempatan terakhir seminar yang diikuti sekitar 150-an peserta baik dari kota Solo maupun ada beberapa yang dari luar daerah baik dari unsur Katolik maupun di non Katolik itu menampilkan Dr. Ir. Apollo Sefanpo, ST, MT.

Ia memaparkan berbagai masalah di Papua yang berkaitan secara langsung dengan kondisi yang terjadi sekarang.

Seminar yang dimulai pada pukul 10.00 WIB dengan pembukaan oleh Kepala Kesbangpol Provinsi Jawa Tengah mewakili Gubernur Jawa Tengah H. Ganjar Pranowo ini berakhir pada pukul 14.00 WIB.

Umat Katolik mesti bagaimana

Uskup Agung Semarang Mgr. Robertus Rubyatmoko, pada kotbahnya dalam misa syukur yang diadakan mulai pukul 17.00 WIB meyampaikan pesan sesuai bacaan liturgi  pada hari Minggu tersebut yakni tentang 10 orang kusta yang ditahirkan.

Mgr. Ruby mengatakan bahwa bangsa Indonesia bisa dikatakan tidak jauh berbeda dengan kondisi orang yang terkena kusta seperti bacaan Injil.

Kusta yang dialami bangsa ini saat ini adalah intoleransi, radikalisme,dan pemaksaan kehendak oleh sekelompok tertentu.

Menurut Uskup Agung Semarang itu, umat Katolik harus terlibat dalam upanya pentahiran penyakit kusta yang dialami bangsa ini baik itu dengan doa dan usaha.

Umat diminta peka akan keadaan, dan mau membuka diri pada kehendak Tuhan dengan senatiasa bersedia bekerjasama dengan semua pihak yang berkemauan baik untuk pemberantasan radikalisme dan pelestarian Pancasila dan pengamalannya.

Pada acara ramah tamah, usai orasi kebangsaan oleh Hari Tjan Silalahi SH, tokoh pergerakan politik era awal Orde Baru, Bapak Uskup KAS kembali menegaskan keharusan umat Katolik berperan dalam kiprah perjuangan bangsa Indonesia dengan semangat  “100% Katolik, 100% Indonesia”. Ini sebagai kelanjutan perjuangan para pendahulu yaitu para tokoh Katolik Indonesia yang senantiasi hadir berperan mendukung perjuangan bangsa.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here