Disruption: Hidup Nyaman dan Beriman Secara Sehat di Zaman Perubahan (2)

0
1,045 views
Ilustrasi: Royani Lim

PANGGUNG gagah dan megah itu mengambil posisi tengah di ballroom Hotel Mulia Senayan di Jakarta Pusat. Penampakannya sengaja dibuat serba biasa.

Kursi berjumlah 22 buah sudah mengisi ruang panggung itu yang seakan “dibelah” menjadi dua bagian kiri-kanan di mana ke-22 pembicara beken dikasting akan manggung mengisi kursi-kursi tersebut.

Tergelar lebar di lokasi belakang panggung hanyalah sebuah layar panjang dan lebar bertuliskan misi “pertunjukan” itu yakni “Hikmat Allah dalam Era Disruption”. Dan, selebihnya ya hanya datar-datar saja.

Konten itu penting

Nah, yang pasti tidak layak disebut “datar” tentu saja konten acara tersebut.

Dibesut Sekolah Evangelisasi Pribadi (SEP) Shekinah di bawah Badan Pelayanan Pembaharuan Kharismatik Katolik Keuskupan Agung Jakarta (BPP-KKK KAJ), acara itu bertujuan menginspirasi, memotivasi para pelaku bisnis, praktisi profesional, dan pejabat agar mengutamakan etika berbisnis secara Kristiani.

Dan gebrakan pertama yang langsung mengisi aura intens dari “pertunjukan” bertitel Hikmat Allah dalam Era Disruption itu digemakan oleh Theodorus Wiryawan, sang maestro pembesut acara ini.

Sengaja dikemas sebagai peletup gagasan yang mencerahkan, acara di hari Kamis malam tanggal 16 Mei 2019 itu langsung mendapatkan sontakan energinya, ketika Wiryawan membeberkan peta pemikiran di balik gagasan pergelaran bertajuk fruitful business tersebut.

Era disruption, kata Wiryawan sang konsultan manajemen finansial berbendera Wyr Solution, akan selalu tanpa henti menyuguhkan aneka perubahan di tata keseharian kita dalam banyak hal.

Yang pasti, di situ juga ada tantangan riil sebagai orang Katolik. Lalu segera akan muncul pertanyaan, akankah kita sebagai Umat Katolik di zaman ini masih bisa menemukan kebenaran-kebenaran hakiki dalam iman kita sepanjang diguncang gelombang perubahan ini?

Singkat kata, era disrupsi menuntut kita berani berubah dan berkreatif secara inovatif. Meski demikian, kebenaran-kebenaran hakiki dalam hidup berteropong iman Kristiani tetap saja akan eksis.

Yang harus berubah adalah bentuk kemasan dan cara penyampaiannya.

22 pembicara beken

Usai sesi nyanyian oleh tim pujian, barulah nyawa acara Hikmat Allah dalam Era Disruption itu menampakkan wow-nya. Pertunjukkan itu mulai membetot atensi sedikitnya 1.000-an penonton-pendengar yang mayoritas adalah kaum urban middle class dan sejumlah Jakarta’s high society.

Pas sudah, karena yang tampil bicara adalah 22 pelaku bisnis kreatif dari jajaran top manajemen perusahaan. Kalau bukan founder, maka Presdir atau CEO-nya yang tampil naik pentas.

Karenanya, panggung Hikmat Allah dalam Era Disruption itu berubah menjadi magnet dengan daya pikatnya yang luar biasa.

  1. Toto Widjojo – Managing Director Warner Music Indonesia: Disrupsi industri musik

Industri musik adalah bisnis yang pertama-tama terkena dampak era disruptif, demikian paparan Toto Widjojo.

Sudah bukan zamannya lagi sekarang orang mau mendengarkan alunan musik suguhan format pita seluloid kaset atau compact disc. Kini, semua orang sudah asyik bisa berselancar di dunia maya untuk menikmati suguhan pertunjukan musik berkonsep anywhere, anytime.

Disrupsi itu terjadi dengan hadirnya Napster, Peer to Peer Music di mana muncul “panggung bebas” di mana setiap orang bisa menikmati musik berformat berbagi tanpa perlu bayar. “Menghindarinya bukan cara cerdas,” kata Toto.

Searah jarum jam: Toto Widjojo, Hengkie Liwanto, Rico Frans, dan Jonathan Barki. (Ist/Repro MH)

“Menghadapi disrupsi itulah langkah terbaiknya dengan mencoba selalu berinovasi,” tandas pelaku industri rekaman musik selama puluhan tahun ini.

  • Hengkie Liwanto – CEO Transvision: Disrupsi pertelevisian

Dunia hiburan melalui layar TV juga tak lekang oleh hantaman disrupsi, demikian kata Henkie Liwanto yang kini jadi mengisi posisi puncak di industri bisnis pertelevisian. “Perilaku digital itulah yang menjadikannya kita harus berani berubah. Mula-mula, dulu orang nonton TV, lalu berubah cara nontonnya dari layar lebar ke layar HP, dan kini dari TV linear ke OTT,” papar mantan Direktur Citibank ini.

  • Rico Frans – Direktur TI dan Digital Bank Mandiri: Disrupsi perbankan

Tantangan untuk selalu berinovasi itu harus dilakoni, demikian Riko, ketika sistem perbankan harus mampu melahirkan legacy berupa digital banking system. “Contoh kekinian adalah munculnya fenomena Fintech,” paparnya.

  • Jonathan Barki – Head of Corporate Strategy GO-JEK: Disrupsi transportasi

Sejak lahirnya ojek berbasis daring seperti Go-Jek, maka orang mulai berpindah cara berkendaraan umum. Perusahaan penyedia jasa juga tidak perlu memiliki asset mobil atau motor, karena moda transportasi itu seratus persen “dikuasai” oleh sang pemiliknya.

 “Perusahaan hanya mempertemukan melalui teknologi antara demand dan penyedia asset,” papar Jonathan yang pernah jadi pengampu analisis keuangan di Amazon Amerika.

  • Vincent Henry Iswaratioso – CEO Dana Indonesia: Disrupsi payment gateway

Yang kini semakin terjadi dan itu juga sudah dipraktikkan oleh semua orang adalah membayar secara non tunai. Tentunya dengan akibat: lebih cepat, praktis, dan aman serta dijamin keabsahannya.

“Kita perlu mengedukasi masyarakat untuk terbiasa mulai melakukan pembayaran secara non tunai, karena hal itu bisa dikerjakan kapan saja dan di mana saja,” paparnya.

Akibatnya, antrian orang kini tidak ada lagi di banyak bank setelah orang mulai terbiasa menggunakan e-payment.

  • Daniel Surya – CEO WIR GROUP: Disrupsi branding

15 tahun menjelajahi dunia branding lantas membuat Daniel tak lagi takut menghadapi dan mengalami  perubahan. Ia malahan selalu merasa tertantang harus melakukan perubahan demi menjawab “kebutuhan zaman”.

Melalui apa yang dia sebut augmented technology, Daniel  bisa memasarkan produk layanan jasanya  secara lebih “wah” dan menarik.

Karena itu,di atas panggung ia lalu menggamitperempuan bernama muda cantik bernama Aurelia Julia untuk memeragakan apa yang dia pikirkan sebagai paparan branding. Di tangan Julia lalu muncullah paparan iklan properti yang tampil secara tiga dimensi.

  • Mulyati Gozali – Founder & President Director Sababay Wine: Disrupsi winery

Menjawab tantangan yang benar dan memberi manfaat besar itu pula yang kini dilakoni oleh Mulyati Gozali yang membidani lahirnya “Anggur Misa” produk lokal asli Indonesia berlabel dagang Sababay Wine. “Sejak November 2018 lalu, anggur misa produksi lokal sudah bisa masuk altar dan dipakai dalam Perayaan Ekaristi atas restu dan rekomendasi KWI,” paparnya.

Memproduksi wine lokal itu, kata Mulyati, dimotivasi oleh keinginan untuk membuat petani anggur di kawasan Bali Utara bisa menikmati karyanya bertani anggur di wilayah Teluk Saba. “Dari anggur ke wine,” tandasya menamai label wine itu sesuai nama lokasi produksi yakni di kawasan Selat Saba.

Arah jarum jam: Vincent Henry Iswaratioso, Daniel Surya, Mulyati Gozali, dan Lanny Widjaja. (Ist/Repro MH)
  • Lanny Widjaja – Account Director Linked.In: Disrupsi human capital

Dulu sekali, orang suka kirim CV untuk melamar kerja. Sekarang para pemburu tenaga profesional tinggal “melirik” layar Linked.In untuk mencari karyawan pilihan sesuai kriteria yang diinginkan. Para head-hunters dan pencari kerja kini semakin diuntungkan dengan adanya platform medsos bernama Linked.In.

  • Yoris Sebastian – Entrepreneur: Disrupsi ekonomi kreatif

Sejak umur 19 tahun, Yoris sudah terjun ke dunia kreatif. Pernah menjadi GM Hard Rock Café termuda di Asia dan termuda kedua di dunia, Yoris dengan senang hati mengantisipasi disrupsi dengan berbagai ide-ide kreatif.

Kadang, kata dia, tantangan harus berinovasi itu sering “makan korban” ketika ide dan “mental baru” itu lalu bertabrakan dengan para senior yang telanjur asyik mahsyuk dengan “dunianya sendiri”.

Yoris Sebastian dan Wisnu Nugroho

Dalam industri kreatif, demikian credo Yoris, maka ide-ide inovatif itulah yang menjadi ujung  tombaknya. “Ide yang menarik dan eksekusi yang baik akan mampu melawan disrupsi,” kata Yoris yang sering mengudara di jalur frekuensi radio ini.

  • Wisnu Nugroho – Pemred Kompas.com: Disrupsi media massa

Wisnu Wisnugroho juga mengalami tantangan serius bagaimana dia harus memimpin bisnis industry informasi melalui bendera Kompas.com.  

Pokok penting yang mau dikatakan alumnus Seminari Wacana Bhakti – Kolese Gonzaga ini adalah filosofi Kompas.com. Yakni, berprinsip dasar bukan mau sekedar langsung tembak “bereaksi” menyikapi situasi terkini.

“Harapan khalayak itu sering tidak bisa dilakukan, sehingga dikesankan Kompas.com itu selalu lamban dalam merespon peristiwa,” papar mantan calon pastor diosesan KAJ.

Kompas.com akan selalu mengikuti pakem dasar yang berlaku umum di Kelompok Kompas Gramedia yakni ingin memberi respon yang tepat, baik, dan juga benar.

“Dan itu harus ditulis secara baik dan bertanggungjawab agar mampu memberi “kilblat” yang tepat-benar sesuai namanya Kompas,” jelasnya di atas panggung.

Jadi, singkatnya adalah bukan ingin menyuguhkan reaksi, tapi respons yang tepat-benar dan hal itu pun akan selalu disampaikan secara baik dan bertanggungjawab. (Berlanjut)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here