Menganyam Nusantara, Budaya Lintas Iman Pantura di Balai Budaya Rejosari

0
1,639 views

DI tengah gebyar-gebyar peringatan kemerdekaan RI, Balai Budaya Rejosari (BBR) Kudus mengadakan Gelar Budaya Lintas Iman, tanggal 23 Agustus 2015. Acara dilakukan mulai pukul 10: 00 pagi hingga 24 Agustus pukul 04:00 ini mengambil tema Menganyam Nusantara.

Tampil dalam gelar budaya ini:
• Tari prajuritan dari Orang Muda Katolik Kudus
• Barongsai dari Klenteng Pati,
• Wushu dari Klenteng Kudus,
• Tari Manipuren dari komunitas Hindu Jepara
• Tari Buddha dari komunitas Buddha Kudus
• Tembang-tembang dolanan dari komunitas Sedulur Sikep Sukolilo, Pati,
• Kelompok krongcong dari Gereja Kristen serta rebana dari STAIN Kudus.

Selain dari komunitas agama, tampil pula beberapa penampilan dari kota sekitar Kudus.
• Ada tari jaran eblek dari Gubug, Grobogan,
• Ada juga tari ledek dari Purwodadi,
• Ada OVJ Gong Senen dari Jepara,
• Tari dolanan dari Juwana serta penampilan angklung dari Tayu, Pati.

GB 10
Penampilan Wushu dari klenteng Kudus. (Balai Budaya Rejosari Kudus)
GB 13
Penampilan barongsai dari klenteng Pati. (Balai Budaya Rejosari Kudus)
GB 18
Seni tari dari komunitas Buddhis. (Balai Budaya Rejosari Kudus)

Malam harinya acara dimeriahkan dengan wayang potehi dan pagelaran wayang kulit semalam suntuk dengan lakon Begawan Yakutwojo yang dimainkan oleh Rm. Lukas Heri Purnawan, MSF.

Di sela-sela gelar budaya itu, ada orasi budaya yang disampaikan oleh Kyai Heppy dari Pati serta Gus Ubaidilah Ahmad dari Rembang, Mas Gunretno Sedulur Sikep serta Rm YB. Haryono, MSF.

Lintas iman
Peringatan ini tidak mengajak orang sejenak melupakan kemiskinan, kemeralatan, kegagalan panen, kekeringan yang menyesakkan dada ataupun beragam bencana. Gelar Budaya ini bersifat lintas iman karena hubungan baik umat beragama dan kepercayaan merupakan hal penting, namun juga amat peka.

Potensi konflik antar agama cukup tinggi. Benturan-benturan kepentingan di antara agama-agama mudah timbul atau ditimbulkan, dan selalu condong menjadi bencana yang menyedihkan. Perbedaan agama-agama itu bisa kian tajam karena perbedaan etnik dan latar belakang budaya. Kerukunan hidup beragama yang harmonis, paseduluran sejati perlu dijalankan dengan giat.

Gus Ebed, Mas Gunretno, Rm YB. Haryono MSF dan Kyai Heppy dalam acara orasi budaya. (Balai Budaya Rejosari Kudus)
GB 16
Kelompok musik rebana dari STAIN Kudus. (Balai Budaya Rejosari Kudus)
GB 23
Tari seni prajuritan dari Anak-anak Misdinar Paroki St. Evangelista Kudus. (Balai Budaya Rejosari Kudus)

Simbol bambu
Untuk memperingati 70 tahun kemerdekaan Republik ini, Balai Budaya memilih simbol bambu. Bambu merupakan lambang senjata asli pertiwi, lambang energi, lambang perjuangan anak bangsa yang tak pernah pudar melawan penjajahan.

Revolusi nasional para pahlawan telah berakhir, kini dilanjutkan dengan revolusi sosial, ekonomi dan budaya. Bambu menjadi lambang revolusi atas kehidupan sosial yang tidak adil, ekonomi yang tidak menyejahterakan umum dan budaya yang menyingkirkan dan menindas kaum minoritas.

Karena tumbuh dalam rumpun, bambu pralambang dari paguyuban. Rumpun bambu kuat lantaran merengkuh, menerima semua yang lurus, bengkok, dan melingkuk-lingkuk. Dalam krisis di pelbagai bidang seperti sekarang ini, kentongan bambu merupakan lambang suara kenabian. Kini era bambu runcing memang telah lewat.

Kini adalah era bambu kehidupan. Kini bambu menjadi caping yang melindungi bangsa ini dari kedengkian dan kekerasan. Bambu berguna menjadi jembatan yang menyambungkan berbagai kelompok, mendialogkan agama dan kebudayaan. bambu menjadi tampah yang mewadahi makanan rohani bangsa ini. bambu berguna menjadi dingklik, bangku untuk tempat duduk bersama dalam damai, rukun dan harmoni.

Kredit foto utama: Anak-anak Sedulur Sikep Sukolilo menampilkan tembang dolanan tentang perlindungan lingkungan hidup dan kerukunan. (Balai Budaya Rejosari Kudus)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here