Home BERITA 50 Tahun Perkawinan Emas Paul & Pieneke Mariana Sutandi: Pasutri sebagai Orang...

50 Tahun Perkawinan Emas Paul & Pieneke Mariana Sutandi: Pasutri sebagai Orang Kudus (3)

0
Pasangan suami istri Paul dan Pieneke Mariana Sutandi telah menjalin bahtera hidup rumah tangga katolik selama 50 tahun. (Ist)

HUT ke-50 Tahun Perkawinan Emas pasangan Paul dan Pieneke Mariana Sutandi yang dirayakan dengan perayaan ekaristi syukur di Gereja Katedral Jakarta, Jumat tanggal 29 Juli 2016 kemarin itu, sungguh sarat makna. Apalagi bila dilihat dari perspektif sejarah Gereja Katolik Modern.  Setidaknya, pokok pikiran penting ini disinggung sendiri oleh Bapak Uskup Keuskupan Jakarta: Mgr. Ignatius Suharyo.

Menjadi menarik, demkian kata Bapak Uskup dalam homilinya, karena peristiwa Perayaan Ekaristi Syukur dalam rangka Peringatan Perkawinan Emas Paul dan Pieneke Mariana Sutandi itu sangat relevan dengan gagasan besar yang tahun-tahun terakhir ini banyak dibicarakan oleh Para Bapa Gereja: hidup perkawinan dan keluarga katolik.

Baca juga: 

Suami-istri menjadi orang kudus

Adalah mendiang Santo Paus Yohannes Paulus II  yang di tahun 2001 membuat sebuah keputusan besar nan heboh saat itu. Itulah keputusan Tahta Suci yang akhirnya menobatkan pasangan suami-istri sebagai beato dan beata. Sepasang suami-istri beato dan beata ini adalah Luigi Beltrame Quattrocchi dan istrinya Maria Corsini, keduanya orang Italia.

Penobatan mereka sebagai beato dan beata terjadi pada Peringatan Hari Misi Sedunia tanggal  21 Oktober 2001.

pasangan suami istri menjadi beato liuigi
Pasangan suami istri Italia Luigi Beltrame Quattrocchi dan istrinya Maria Corsini dinobatkan menjadi orang kudus sebagai beato dan beata oleh Paus Yohannes Paulus II tahun 2001.

Peristiwa luar biasa kedua, demikian keterangan Mgr. Ignatius Suharyo, terjadi lagi pada tahun 2015. Pemrakarsanya adalah Paus kita sekarang ini.  Paus Fransiskus menobatkan pasangan suami istri Louis dan Zelie Martin, orangtua Santa Theresia dari Lisieux (Perancis) sebagai santo dan santa. Penobatan mereka sebagai orang kudus terjadi pada tanggal 18 Oktober 2015.

Apa yang mau diungkapan Mgr. Suharyo dengan beberan peristiwa ‘langka’ di zaman sejarah katolik modern ini? Dua peristiwa agung yakni penobatan dua sepasang suami-istri katolik menjadi orang kudus (beato-beata dan santo-santa) ini menandai ada hal-hal istimewa dalam keluarga-keluarga katolik. Yakni, kasih, setia, pengorbanan, dan belas kasih. “Di dalam keluarga-keluarga katolik inilah, rahmat Tuhan bekerja menghadirkan cinta, kasih, belas kasih, pengorbanan, dan kesetiaan,” tambah Monsinyur.

Orangtua Santa Theresia dari Lisieux (Perancis) yakni pasangan suami istri Louis dan Zelie Martin dinobatkan menjadi orang kudus sebagai santo dan santa oleh Paus Fransiskus tahun 2015.

Jalan menuju kesempurnaan dan kesucian

Dulu sekali, tambah Uskup Agung Keuskupan Jakarta ini, banyak orang telanjur ‘sesat’ pikir bahwa hanya dengan berjubah menjadi imam, suster, bruder, maka jalan menuju kesucian hidup dan kesempurnaan rohani itu bisa digapai. Konsep ini sudah barang tentu boleh disebut ‘kuno’ alias cara berpikir yang tidak pas.

Dua peristiwa penting yakni penobatan dua pasang suami-istri menjadi  beato-beata dan santo-santa itu menyiratkan hal penting dalam hidup berkeluarga. Monsinyur  menegaskan bahwa jalan menuju kesucian dan kesempurnaan hidup itu juga bisa terjadi melalui hidup berkeluarga. “Dalam hidup berkeluarga katolik dan melalui tujuh sakramen, maka kesucian hidup dan kesempurnaan rohani itu juga bisa terjadi. Buktinya adalah pengakuan Tahta Suci atas kesucian kedua pasangan suami-istri yang telah dinobatkan sebagai beata-beato dan santo-santo tersebut,” kata Bapak Uskup.

Karena itu, peristiwa peringatan Perkawinan Emas  Paul dan Pieneke Mariana Sutandi  juga bisa menjadi pengingat untuk semua keluarga katolik dimana pun berada bahwa di situ ada cinta, kasih, kesetiaan, belas kasih, dan pengorbanan.  Rahmat Tuhan bekerja di dalam keluarga-keluarga katolik melalui pemberian-pemberian Sakramen oleh Gereja guna bisa menggapai kesucian dan kesempurnaan hidup.

Teladan Bunda Maria

Apakah itu gampang? Tentu saja tidak. Selama merajut tali kasih selama 50 tahun dalam hidup katolik  tentu saja banyak gelombang pasang surut ikut mewarnai  perjalanan bahtera rumah tangga Paul dan Pieneke Mariana Sutandi.

Menurut Monsinyur, perjalanan panjang pasangan Paul dan Pieneke merajut tali kasih hingga sampai awet seperti itu karena setia meneladani  sikap iman Bunda Maria yang selalu “menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya.” (Bdk. Luk 2:19)

Sama seperti dalam Ekaristi dimana roti itu disucikan dan kemudian dipecah-pecahkan untuk selanjutnya dibagi-bagikan kepada umat yang hadir di perayaan ekaristi, kata Mgr. Suharyo dalam homilinya, maka demikian pula inti perkawinan katolik. Tali kasih antara dua manusia lawan jenis ini juga telah disucikan melalui Sakramen Perkawinan dimana masing-masing pengantin itu saling menerimakan sakramen di depan representasi Gereja melalui imam. Selanjutnya, hidup perkawinan katolik yang seyogyanya ditandai dengan kasih, kesetiaan, dan pengorbanan itu kemudian dipecah-pecahkan untuk kemudian kesaksiannya dibagikan kepada orang lain.

“Maka sungguh menjadi kurang lengkap kalau pada perayaan ekaristi syukur ini tidak ada kesaksian dari para yubilaris: Bapak Paul dan Ibu Pieneka Mariana Sutandi,” kata Monsinyur mengakhir homilinya.

Pada kesempatan sama pula, Monsinyur juga mengucapkan proficiat dan selamat ulang tahun kepada Paul Sutandi yang tengah merayakan usianya genap 80 tahun.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version