65 Tahun Unika Atma Jaya Jakarta: Etika, Iman, dan Masa Depan Indonesia

0
0 views

MERAYAKAN 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia dan 65 tahun Unika Atma Jaya Jakarta, universitas ini mengadakan seminar bertajuk “Menghidupi Etika, Menata Masa Depan Bangsa” tanggal 3 Oktober 2025.

“Di tengah tantangan zaman dan krisis nilai, pendidikan tinggi harus menjadi terang yang menumbuhkan karakter dan harapan bagi bangsa,” jelas Rektor Unika Atma Jaya Prof. Yuda Turana mengenai tujuan kegiatan ini.

Ketua Panitia Seminari Prof. Clara Ajisuksmo menegaskan, “etika adalah kompas moral yang harus dihidupi oleh seluruh civitas academica, bukan sekadar ilmu atau teori.”

Prof. Clara Ajisuksmo dari Unika Atma Jaya memberi pengantar dalam seminar nasional peringati 80 tahun Indonesia merdeka dan peringatan 65 Unika Atma Jaya Jakarta. (Panitia)

Dua buku baru bicara tentang sosial-kemanusiaan

Acara ini diawali dengan peluncuran dua buku yang menunjukkan kepedulian Unika Atma Jaya terhadap isu sosial dan kemanusiaan.

Buku pertama berjudul Perkembangan Informasi dan Teknologi Digital bagi Kehidupan Manusia Kini & Akan Datang; ditulis oleh dosen-dosen Atma Jaya dari berbagai latar belakang keilmuan, menanggapi pesatnya kemajuan teknologi informasi digital saat ini.

Buku kedua Berpihak dan Peduli pada yang Terpinggirkan merupakan refleksi para dosen atas kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang telah dilakukan Unika Atma Jaya.

Keduanya selaras dengan nilai-nilai keutamaan KUPP (Kristiani, Unggul, Peduli, Profesional) yang diharapkan dihayati oleh seluruh civitas academica UnikaAtma Jaya Jakarta.

Universitas Katolik: mercusuar moral

Paparan pertama dikemukakan oleh Prof. Bernadette N. Setiadi, guru besar psikologi sosial.

Prof. Bernadette yang pernah menjabat Rektor Unika Atma Jaya mengingatkan bahwa universitas Katolik memiliki peran strategis sebagai komunitas pencari kebenaran (Ex corde ecclesiae).

Misinya antara lain menjunjung martabat manusia di atas kepentingan materi, mengintegrasikan iman dan akal budi dalam proses belajar, menjadi suara profetik di tengah masyarakat, serta melayani mereka yang miskin dan tersisih.

Dengan keberanian moral dan keteladanan etis, universitas Katolik dapat menjadi mercusuar integritas bagi masyarakat luas.

Krisis etika nasional

“Kita sedang menghadapi krisis etika nasional: korupsi yang merajalela, polarisasi sosial, ujaran kebencian, pelanggaran HAM, hingga manipulasi opini publik melalui media sosial. Ini bukan sekadar masalah hukum — ini krisis nurani bangsa,” ungkap Romo Prof. Franz Magnis-Suseno SJ, jesuit filsuf dan pakar etika sosial.

Prof. Magnis menegaskan bahwa krisis etika ini mengancam fondasi kepercayaan publik dan demokrasi Indonesia. Menurutnya, tanpa landasan moral yang kuat, pembangunan hanya akan menjadi “kulit tanpa isi.”

Antara ambisi dan tanggungjawab

Pemerintahan baru membawa agenda pembangunan ambisius: pertumbuhan ekonomi tinggi dan program-program populis.

Menurut Agustinus Prasetyantoko, ekonom dan mantan Rektor Unika Atma Jaya, pembangunan ekonomi harus dijalankan dengan transparansi dan tanggungjawab fiskal. Populisme tanpa etika dapat melemahkan stabilitas ekonomi jangka panjang.

Kekerasan seksual: tantangan dari dalam

Krisis etika juga terjadi di dunia pendidikan. Kekerasan seksual di kampus menjadi kenyataan serius. Data menunjukkan banyak kasus terjadi, namun sebagian besar tidak dilaporkan.

Prof. Francisia Ery Seda, sosiolog Universitas Indonesia, menekankan pentingnya implementasi Permendikbud PPKS sebagai bentuk tanggungjawab moral dan kelembagaan untuk melindungi martabat manusia.

Bagi universitas Katolik, ini bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga tuntutan iman untuk melindungi martabat manusia dan menciptakan lingkungan yang aman dan bermartabat.

Para narasumber dan panitia seminari peringati 65 tahun Unika Atma Jaya Jakarta. (Panitia)

Pemimpin yang cerdas dan bernurani

Seminar tersebut ditutup dengan ajakan untuk memperkuat tanggungjawab etis, berakar pada Pancasila dan nilai iman.

Universitas Katolik dan umat beriman dipanggil menjadi “pelita bangsa” – membentuk pemimpin yang bukan hanya cerdas, tetapi juga berhati nurani.

Baca juga: Indonesia at crossroads: Catholic scholars call for ethical renewal

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here