Emaus: Ketika Yesus Berjumpa di Luar Kelompok “Sebelas Rasul“

0
1,285 views
Para murid bersama Yesus hasil lukisan Carravagio

Refleksi atas Lk 24, 13–35

Kleopas Orang Bodoh dan Lamban Hati?

Nama Emaus begitu favorit dalam tradisi iman orang Kristiani. Banyak Gereja, tempat retret, wisma dari berbagai komunitas biara dibaptis dengan nama Emaus.

“Tradisi Emaus“ yang dikonstitusikan oleh Penginjil Lukas ini lebih diterima akal sehat banyak orang daripada sikap kritis “Thomas – Didimus“, seperti dikisahkan oleh Penginjil Yohanes yang harus mendapat predikat “Tidak Percaya“ sepanjang masa.

Kalau Thomas menuntut pengalaman pribadi: melihat luka Yesus dan mencucukkannya untuk percaya, kedua murid ini bahkan “meninggalkan Yerusalem“ karena Dia yang mereka harapkan untuk membebaskan bangsa Israel “tidak ditemukan lagi“ di kubur (v. 23).

Kedua Murid ini tidak percaya pada pewartaan beberapa perempuan yang bertemu Malaikat yang menyampaikan Yesus hidup. Warta tentang “Yesus hidup” untuk mereka hanya “cerita dongeng“ belaka sebab “Yesus sendiri tidak mereka lihat“ (v. 24).

Yesus pun memberi gelar kepada “kedua“ murid ini: “orang bodoh dan lamban hati.”

Nasib keduanya tapi tidak seperti Yudas Iskariot atau Thomas Didimus, yang harus mendapat gelar baru di belakang nama mereka: pengkhianat dan orang tidak percaya.

Emaus – Kleopas – Meja Sabda – Meja Ekaristi

Lukas memulai cerita dengan menyebut nama kampung Emaus. Kampung ini, yang berarti “sumber air panas“, dalam diskusi arkelogis-biblis, letak historis-biblis-nya selalu menjadi perdebatan.

Tempat yang sekarang bernama Amwas dan terletak di daerah Palestina, oleh arkeolog dan ahli sejarah Kitab Suci lebih diterima sebagai kampung Emaus yang dimaksudkan oleh Lukas, walau jarak yang ditulis Lukas, 7,5 mil (terjemahan Indonesia “kira-kira“ 7 mil), tak sesuai dengan fakta lapangan.

Dalam tradisi Perjanjian Lama kota ini memiliki peran yang sangat penting dalam bidang administrasi, militer dan perekonomian (bdk. 1 Makabe, bab 3 & 4).

Dan dalam penemuan arkelogis terhadap mozaik untuk penghormatan kampung Emaus, yang diperkirakan ada sejak abad kelima, arkeolog Karl-Heinz Fleckenstein memperkuat kembali tradisi Gereja seperti yang dikemukakan oleh sejarahwan Gereja seperti Sozomenos, yang menegaskan bahwa Yesus saat hidupNya pernah berada di Emaus, bahkan Ia pernah mencuci kakiNya di “sumber air panas“ di sana.

Selain menyebut tujuan perjalanan kedua murid itu, Lukas juga menyebut nama seorang murid: Kleopas, dan membiarkan seorang lainnya tetap anonim. Tokoh anonim ini dalam “tradisi“ Gereja bisa penginjil Lukas sendiri, ada yang menginterpretasikan istri Kleopas, atau ada yang membiarkan pembaca mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh anonim itu.

Murid yang lain bernama Kleopas, dalam Leksikon Kitab Suci (Das große Bibellexikon Bd. 2, hal. 794f) adalah bentuk pendek dari Kleopatros, yang “mungkin” adalah suami dari Maria (saudari Martha dan Lazarus).

Kleopas dalam Sejarah Gereja dilihat bahkan sebagai saudara dari Yosef (Bapak Yesus), yang berarti paman Yesus. Anaknya yang bernama Simeon menjadi Uskup kedua di Yerusalem setelah Yakobus.

Dari cerita Lukas ini diketahui bahwa kedua murid ini bukan termasuk kelompok “Kesebelas Rasul“ (v 33). 

Selain menyebut tujuan perjalanan, Lukas juga menghadirkan dua tradisi tua dari “Gereja Emaus“ yakni “diskusi“ biblis tentang “Yesus, orang Nazaret, seorang nabi yang berkuasa dalam pekerjaan dan perkataan di hadapan Allah, … (v. 19-24).”

Kedua murid mendengar penjelasan Kitab Suci oleh “Orang Asing“ itu dari buku Moses sampai kitab para Nabi.

Penjelasan biblis, “Liturgi Sabda“ ini, walau “membuat hati mereka berkobar-kobar”, tapi belum mampu “membuka mata“ kedua murid ini. Lukas memasukan elemen penting tentang Ekaristi, Perjamuan Kudus (pemecahan roti) yang membuat mata mereka terbuka dan “mereka pun mengenali Dia” (v. 31). Mata yang tertutup dalam perjalanan kini mendapat rahmat khusus, karunia baru yang turut merubah sejarah dunia.

Dengan motifnya menyebut nama Emaus, nama Kleopas, penjelasan Kitab Suci dan pemecahan Roti, Lukas mau menegaskan tradisi tua yang sudah ada di Emaus:

  • disatu sisi tentang “struktur ibadat“ yang sudah ada sejak peristiwa paskah, kebangkitan Kristus (Liturgi Sabda dan Ekaristi);
  • di sisi lain dengan menghadirkan sosok Kleopas dan seorang murid yang bukan dari kelompok “Sebelas“, Lukas menegaskan apa yang disebut oleh Konsili Vatikan II sebagai Ecclesia Domestica (Gereja Rumah Tangga atau Gereja Keluarga).

Gereja Keluarga ini tetap berada dalam kesatuan “Communio” dengan tradisi “Ajaran Para Rasul”, yang oleh Lukas sangat jelas dalam reaksi kedua murid yang “segera” kembali ke Kelompok Sebelas di Yerusalem dan mewartakan apa yang telah mereka lihat. 

Perjamuan Emaus dalam Lukisan Caravaggio

Pelukis Caravaggio tidak hanya fenomenal dengan lukisannya tentang Thomas, yang mencucukkan jarinya di “lambung” Yesus tapi juga meng-”kanvas”-kan cerita terpanjang kebangkitan versi Lukas, dengan memberinya judul Perjamuan di Emaus.

Dalam lukisannya Caravaggio menghadirkan detik-detik terakhir ketika mata kedua murid itu terbuka, setelah mata mereka “dihalangi” oleh kebutaan mereka (v 16).

Caravaggio melukis Perjamuan di Emaus dalam karya agungnya ini: murid yang di sebelah kanan Kristus duduk di ujung kursinya, seolah-olah ingin berdiri. Matanya membelalak tak percaya, sementara siku kanannya seperti sedang mengancam setiap wajah yang ingin menikmati drama ini.

Robekan baju di siku kanannya memperkuat kesan keterkagetan murid ini. Sedang murid yang di sebelah kiri mengulurkan kedua tangan secara horizontal; dan tiba-tiba kanvas itu membentuk panggung tiga dimensi.

Sikap Yesus tidak dipengaruhi oleh perilaku gelisah, kaget orang-orang di sekelilingNya. TanganNya begitu tenang, seolah sedang memberkati roti untuk perjamuan malam itu. MataNya yang hampir tertutup menegaskan kedamaian dan ketenangan Yesus.

Sikap dan tindakan Yesus sungguh mengubah kekecewaan kedua murid menjadi keberanian, keputusasaan menjadi penuh pengharapan, kekalahan menjadi kemenangan. Mereka yang meninggalkan Yerusalem karena resignasi kini kembali ke sana sebagai orang yang “telah melihat Tuhan.” 

Di sini pelukis Michelangelo Caravaggios menegaskan iman tidak hanya sekedar sebuah perjalanan (seperti kedua murid yang berada dalam perjalanan ke Emaus) tapi iman adalah juga sebuah Drama yang terus memikat penonton sepanjang sejarah.

Tokoh “penonton” dihadirkan oleh pelukis dengan kehadiran seorang pemilik “restoran“, tempat Yesus dan kedua murid mengadakan perjamuan itu.

Sikapnya adalah tidak mengerti dengan apa yang terjadi, apa yang menyebabkan kedua murid itu berada dalam kekacauan. Ekspresi wajahnya yang tak bergerak, tampil kontras dengan kedua murid yang terlihat jelas kegelisahan, ketakpercayaan sekaligus kekaguman di wajah mereka.

Wasiat bagi setiap musafir berziarah ke Tanah Terjanji

Lukas bercerita tentang perjalanan panjang yang mesti dibuat oleh kedua murid ini untuk bisa bertemu Yesus dan mengakui kebenaran Paskah. Lukas menegaskan bahwa di setiap pengalaman resignasi, kekecewaan dan keputusasaan, di setiap pengalaman individual -dimana kita merasakan Tuhan itu tidak ada-, toh Tuhan selalu hadir. Mungkin kita tidak melihat Tuhan, karena kita selalu mengandalkan kekuatan kita sendiri.

Kita tidak menyeringkan pengalaman kita kepada Dia, kita tidak membiarkan Sabda Tuhan bekerja dalam diri kita dan tidak meluangkan waktu untuk bersama DIA, tidak mengundang DIA untuk “tinggal bersama” kita dalam kekelaman hidup kita dan tidak “Memecahkan Roti” bersama Tuhan.

Lukas juga menegaskan pentingnya kesaksian Paskah para Rasul, terutama Petrus, sebagai fundamen iman paskah bersama. Tapi tidak berarti Lukas menutup perjumpaan dan pengalaman iman pribadi. Justru kisah Emaus adalah bukti bahwa pengalaman subjektif dengan Tuhan, sangat diagungkan dalam sejarah iman kristiani.

Setelah lebih dari 2000 tahun, cerita Emaus menjadi lebih menarik dengan tragedi Corona. Apakah kalau internet sudah ada 2000 tahun lalu, Para Rasul akan ONLINE dari Yerusalem?

Kalau pun iya, pasti kedua murid itu tidak akan kembali ke Yerusalem. Dan Gereja hanya milik kelompok Sebelas (atau Duabelas).

Hiduplah Gereja Keluarga dalam hati semua umat manusia. Amin. *

_____________

Paus Fransiskus (Kotbah 17.4.2020):

Keintiman setiap hari dengan Tuhan bersifat communio, berada dalam persekutuan: dia bersifat intim, personal dan dalam komunitas yang konkret.

Keintiman tanpa komunitas, keintiman tanpa Roti (Ekaristi), keintiman tanpa Gereja, tanpa umat Allah, tanpa Sakramen-sakramen itu berbahaya.

Tanpa itu keintiman dengan Tuhan bisa menjadi suatu keintiman gnostik: hanya untuk diri sendiri dan terlepas dari umat Allah.

Mekasteus esvede

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here