“Dear papa dan mama.”
“Dalam dua pekan ke depan, kita akan merayakan Hari Natal. Malam ini, aku bermimpi, tentang suatu tempat yang sangat kucintai. Suatu tempat yang paling kurindukan, saat ini. Tetapi, aku tahu, jalan (pulang) ini sangat panjang dan tidak mudah dilakukan.”
“Pegang janjiku, di Malam Natal, aku sudah tiba di rumah. Tolong papa dan mama, siapkan hiasan Natal. Salju-saljuan serta rerantingan pohon mistletue (benalu). Tentu, jangan lupa hadiah-hadiahnya. Taruh di bawah pohon Natal, ya.”
“Natal pasti datang, dengan seberkas cahaya cinta. Papa, mama, yakinlah, aku pasti pulang; (walau, hanya dalam mimpi…”
“Walau, hanya di dalam mimpi. Tentu kalimat ini hanya tertulis di hatiku, mama)…”
Surat yang masih koma ini, hanyalah narasi khayalan tentang pesan dari lagu I’ll be home for Christmas.
Lirik ditulis oleh Kim Gannon bersama rekannya, Buck Ram. Sedangkan melodi digubah oleh Walter Kent.
Bing Crosby yang menyanyikannya tahun 1943 di AS.
I’ll be home for Christmas
You can plan on me
Please have snow and mistletoe
And presents on the tree/
Christmas Eve will find me
Where the love light gleams
I’ll be home for Christmas
If only in my dreams
Rekaman pertama yang dilantunkan oleh Bing Crosby tahun 1943 itu langsung meledak. Terutama di kalangan para tentara AS dan keluarganya. Sementara, lagu yang sama dilarang disiarkan oleh BBC. Katanya dapat menurunkan semangat juang para tentara di medan Perang Dunia II).
Bagi sebagian penduduk Amerika Serikat, kemunculannya disebut tepat waktu. Perang Dunia II sedang berlangsung. Tercatat ada 16 juta tentara (11% penduduk AS) disebar ke seluruh pelosok dunia untuk berpartisipasi di medan perang.
Saat itu, Natal digambarkan: “There was hardly a home in the country that didn’t have a conspicuously empty place at the dinner table during the holiday season, and the loneliness of being separated during Christmas was universally felt.” (https://random-times.com/2022/12/20/20).
Tercatat ada sebanyak 416,800 tentara AS yang tak sempat merayakan Natal lagi di rumah, gugur di medan perang.
Baris terkhir dari lagu ini, “I’ll be home for Christmas. If only in my Dream”, diantarkan dengan nada-nada melankolis. Terasa sangat kuat nuansanya, bagi siapa pun yang sedang rindu akan sesuatu (keluarga, misalnya) yang paling dicintainya.
Mungkin juga, para pejuang di garis depan di medan ‘perang’ melawan Covid-19 yang lalu akan tergetar hatinya: “Mungkinkah, aku masih dapat pulang ke rumah?”
Dalam pandangan kaum sepiritual Jawa, hidup manusia di dunia ini hanyalah sepenggal waktu singgah sejenak untuk minum pelepas dahaga. Sakdrema mampir ngombé. Kemudian, manusia mesti melanjutkan perjalanan lagi.
Karena, hakikat hidup manusia itu adalah suatu perjalanan dari “Sangkan dumadi (Sang Asal kehidupan) menuju “Paraning dumadi” (Sang Tujuan kehidupan). Maka, setelah beristirahat serta minum sejenak perjalanan mesti dilanjutkan.
Masih mampukah, kita melanjutkan perjalanan (hidup ini) menuju Paraning dumadi itu?
Di depan tersedia banyak pilihan jalan. Tetapi, tak satu jalan pun yang ujungnya, Paraning dumadi, terlihat. Kita hanya punya iman dan harapan.
‘I’ll be home… If only in my dream’. Saya pasti sampai di rumah… Walau itu hanya di dalam mimpi. Lagu ini, merupakan sebuah ungkapan kerinduan dan harapan.
Pontianak, 14 Desember 2023
Di kala suasana hati menantikan Natal