Keluarga Bak Biara, Didik Anak-anak Pakai Ayat Kitab Suci

1
319 views
Ilustrasi: Orangtua menjadi katekis bagi anak-anaknya di rumah. (FX Juli Pramana)

BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN

Rabu, 27 Oktober 2021

Tema: Awal yang baik.

  • Rm. 8: 26-30.
  • Luk. 13: 22-30.

“WIS, penampilannya oke banget. Viral di medsos,” celetuk seseorang

“Benarkah?” sanggah yang lain.

Dari pengalaman, ada indikasi, kadang penampilan itu “menutupi” kelemahannya sendiri.

Minimal, ada sesuatu yang baik dan suci bagi jiwanya. Dan ingin dijadikan gerak bersama;  seiring sejalan, berjalan bersama; saling memahami menuju satu arah yang kudus.

Namun ada pula penampilan atas inspirasi gerak Roh di dalam hatinya. Dengan bersahaja lewat ketekunan, kesabaran dan kelemahan kelembutan, ia menghadapi situasi apa pun.

Ia memilih cara-cara yang lebih manusiawi; ungkapan-ungkapan yang sederhana, memaknai perjalanan bersama, terlebih dalam keluarga. Keluarga adalah sukacita surgawi.

“Doakan kami ya Mo,  agar keluarga kami semakin lama semakin rukun dan damai.

Anak-anak biar convenient and comfortable at home; dan kebersamaan merupakan sesuatu yang menyenangkan,” pinta seorang bapak.

“Saya melihat keluarga kalian rukun, aktif di dalam kegiatan-kegiatan gerejani,” apresiasiku.

“Iya, Romo. Kami lebih ingin menghayati sebuah kehidupan yang sederhana dan manusiawi. Sebagai orangtua dimampukan lebih sabar menemani pertumbuhan anak-anak yang kadang berbeda dengan apa yang kami inginkan dan kami harapkan.

Ibunya terkesan agak keras dan berprinsip. Kadang disertai dengan agak judes hanya untuk menekankan betapa ia ingin mencintai dan membimbing anak kearah lebih baik. Namanya juga seorang ibu. Ingin yang terbaik dan sesuai dengan keinginannya,” jelasnya.

“Kan zaman sudah berbeda. Anak-anak akan sulit memahami. Tidak bisa seperti dulu lagi di mana orangtua harus menjadi penentu akhir kehidupan anak,” terangku.

“Ya, itulah masalahnya Romo. Kami sebagai orangtua kadang juga sedikit sulit mengerti kehidupan anak-anak sekarang. Merasa sudah pintar dan bisa segala-galanya. Tetapi kalau ada sedikit persoalan, jadi gampang mengatakan tidak bisa, tidak mau dan gampang menyerah.

Menggampangkan hal-hal yang kecil. Pedenya keterlaluan. Diminta melakukan sesuatu, sulitnya untuk bergerak. Sering menjawab enggak bisa, ngak mau atau apalah. Senjata mereka adalah sedang belajar, ada ulangan,” jawabnya.

“Sebagai orangtua bagaimana kalian bersikap terhadap anak-anak?”

“Agak berbeda, Mo. Ibunya lebih menonjol dan mempengaruhi keadaan rumah. Pribadinya baik. Takut akan Tuhan.

Tetapi cara mendidik anak itu loh; cenderung menganggap semua anak-anaknya masih kecil; harus nurut apa yang diperintahkan; harus ikut apa yang diinginkan.

Seakan-akan dia ingin mencetak anaknya satu dan sama dalam karakter.

Dibuat seperti biara

Suasana rumah pun dibuat seperti suasana biara. Selalu disetelkan lagu-lagu rohani. Dia selalu mengajak anak untuk mendengar firman Tuhan. Intinya anak-anak dibentuk untuk takut akan Tuhan; jangan sampai terlena dan kemudian melakukan sedikit pun dosa yang mendatangkan kemurkaan.

Betul, saya pun berpikir, tidak boleh memberi celah pada kuasa kejahatan untuk masuk.

Berkali-kali saya kepada isteri, ‘Ma, kita bukan malaikat. Anak-anak butuh kebebasan mengungkapkan apa yang terbaik menurut mereka.

Kita tidak bisa lagi mendoktrin mereka seakan-akan pikiran kita yang paling baik’

‘Papa ini gimana sih? Anak-anak harus dididik dalam Tuhan. Tidak boleh melanggar firman kebenaran.

Aku ingin anak-anakku hidup dalam kuasa Roh. Aku tak ingin anak-anakku hidup dalam kekacauan dunia. Aku ingin anak-anak hidup dengan iman yang kuat, teguh, tidak pernah beralih dari iman kita.’

Itulah Mo, pernyataan yang selalu dikatakan, bila kalau kami beda pendapat. Ia selalu membawa-bawa ayat-ayat Kitab Suci, bila menjawab pertanyaan anak. Atau bila anak-anak sedang bertengkar satu sama lain. Ia ingin membangun suasana rumah dalam kegembiraan iman.

“Sebagai pastur yang mengenal mereka, saya hanya dapat memahami. Masa kecil ibu yang broken home tidak dialami oleh anak-anaknya. Ia sungguh menjaga dan mencintai  keluarganya.

Paulus berkata, “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” ay 28. Lih Luk. 13: 23-24.

Tuhan, ajari aku sukacita-Mu. Amin.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here