Konklaf 2025: Bayang-bayang Geopolitik Pengaruhi Proses Pemilihan Paus (38)

0
167 views
Ilustrasi: Para Kardinal. (UCAN)

PERTANYAAN pokoknya adalah kita (baca: Gereja Katolik Semesta yang direpresentasikan oleh para Kardinal Elektores) itu sekarang ini mau menginginkan sosok Gereja macam apa dan bagaimana di masa mendatang.

Dua kubu

Bila fokus pertanyaan sudah jelas bagi semuanya, maka pertanyaan berikutnya adalah:

Pertama, apakah kita benar-benar menginginkan mau meneruskan “program” reformasi Gereja yang sudah digulirkan mendiang Paus Fransiskus (1936-2025)?

Maka, fokus perhatian untuk -katakanlah- sebagai “pedoman umum” memilih Paus baru nantinya adalah memilih satu di antara para Kardinal Elektores progresif dengan atensi khusus meneruskan kebijakan reformasi; baik itu di dalam Gereja maupun di luar yakni bagaimana Gereja mesti menjawab tantangan zaman sesuai imannya. Karenanya, kelompok ini mari kita sebut saja: Kardinal Progresif.

Kedua adalah pertanyaan ini. Mengingat di dalam “tubuh” Kardinal Elektores itu ada pihak-pihak berwatak moderat, konservatif, progresif atau di tengah-tengah kedua kubu berbeda “arah” tersebut, maka orang lalu melempar pertanyaan berikut ini. Apakah tidak sebaiknya kita memperjuangkan “persatuan” di dalam Gereja sehingga pasca kematian Paus Fransiskus jangan sampai membawa Gereja kepada “perpecahan” internal di antara kita semua – khususnya para Kardinal Elektores.

Dengan demikian, kita sebaiknya memilih Paus baru yang beraliran sangat moderat dan fleksibel – bisa mengadopsi kepentingan para kardinal kaum progresif dan juga para kardinal kaum tradisionalis.

    Beberapa isu penting – pertarungan politik para Kardinal Elektores

    Setelah Paus Fransiskus meninggal hari Senin 21 April 2025 lalu, kini sebanyak 133 Kardinal Elektores bersiap memasuki Konklaf untuk memilih pemimpin baru Gereja Katolik yang akan berlangsung mulai Rabu 7 Mei 2025 besok.

    Dalam masa pontifikalnya selama 12 tahun (13 Maret-21 April 2025), mendiang Paus Fransiskus selalu gencar mengkampanyekan visi pembaruan misi Gereja Katolik yang sering dia sebut sebagai “Gereja yang miskin untuk orang miskin”.

    Itu isu penting nomor satu. Lainnya adalah soal migrasi global, perubahan iklim, sikap solider dengan kaum LGBTQ, memberi atensi besar pada peran perempuan dalam kelembagaan Vatikan dan berpeluang menerima tahbisan diakonat, dan kepemimpinan awam.

    Atas semua gagasan dan isu penting namun sensitif ini, Paus Fransiskus secara terang-terangan dan publik menghadapi gempuran kritik tajam dari para Kardinal “garis keras” yang kita sebut Kelompok Konservatif.

    Bayang-bayang “Geopolitik” Gereja

    Melihat “peta politik” masalah-masalah penting dan global tersebut, maka pertanyaan mencari sosok Paus baru macam apakah adalah menjawab urgensi di bawah ini:

    • Mau tetap melanjutkan reformasi Fransiskus dengan menekankan keberagaman dan keterbukaan Gereja Global.
    • Ingin menerapkan stabilitas dan persatuan di dalam Gereja yang dikhawatirkan akan bisa kembali ke “gaya lama” yang lebih eksklusif dan tidak lagi “bersolider” dengan mereka yang secara sosial “dikucilkan” dari masyarakat.

    Siapa saja mereka itu

    Kardinal Elektor sebagai kandidat utama dari kubu “persatuan” ini antara lain Kardinal Pietro Parolin. Ia merupakan sosok seorang diplomat Vatikan dan menduduki jabatan penting sebagai Menteri Sekretaris Negara Vatikan (baca: Menlu Vatikan.). Ia sangat moderat dan cenderung bersikap hati-hati, namun dinilai kurang karismatik.

    Sementara Kardinal Elektor dari kubu reformis menyorot tiga nama Kardinal berikut ini:

    1. Kardinal Mario Grech.
    2. Kardinal Jean-Claude Hollerich.
    3. Kardinal Luis Antonio Tagle yang dikenal progresif dan juga sangat dekat dengan visi pastoral Paus Fransiskus.

    Tak bisa diprediksi hasilnya nanti seperti apa

    Peta “politik” dalam sesi-sesi persidangan dan prosesi eleksi dalam Konklaf sungguh ssulit diprediksi. Karena beberapa hal seperti berikut ini:

    • Komposisi Kardinal kini lebih beragam secara geografis — banyak yang berasal dari kawasan Asia, Afrika, dan Amerika Latin – semua Kardinal ini merupakan hasil penunjukan Paus Fransiskus.

    Kritik terhadap kebijakan pastoral Paus Fransiskus masih akan tetap ada. Namun,penghormatan umat yang begitu gegap gempita saat pemakamannya menunjukkan keinginan kuat akan tendensi melakukan keberlanjutan.

    “Suara umat,” demikian kata Kardinal Walter Kasper dari Jerman, benar-benar tak bisa diabaikan. “Dalam Konklaf itu, para Kardinal tidak hanya memilih Paus baru saja. Tetapi memilih Paus baru dengan fokus pada arah Gereja untuk dekade ke depan: apakah mau melanjutkan jalan reformasi atau kembali pada model yang lebih tradisional,” paparnya sebagaimana dikutip oleh CNN Internasional.

    PS: Sumber CNN Internasional

    Baca juga: Conclave 2025

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here