Lectio Divina 06.03.2021 – Aku Menantimu, Anak-Ku

0
297 views
Ilustrasi - Aku menantimu, anakku by National Catholic Register.

Sabtu.Pekan Prapaskah II (U)

  • Mi. 7:14-15.18-20.
  • Mzm.103:1-2.3-4.9-10.11-12.
  • Luk. 15:1-3.11-23.

Lectio

1 Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. 2 Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: “Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.” 3 Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka:

11 Yesus berkata lagi: “Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki. 12 Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka. 13 Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya.

14 Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan iapun mulai melarat. 15 Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. 16 Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorang pun yang memberikannya kepadanya. 17 Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.

18 Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, 19 aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. 20 Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.

21 Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. 22 Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. 23 Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita.

24 Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria. 25 Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian. 26 Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu.

27 Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat. 28 Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia.

29 Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. 30  Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.

31 Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. 32 Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali.”

Meditatio-Exegese

Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali

Orang Farisi bersungut-sungut karena Yesus berkumpul dan makan bersama dengan pemungut cukai dan pendosa. Melalui kisah ini, Ia hendak menyingkapkan siapa Allah yang dihayati Yesus dan wartakan kepada mereka dan menjadi alasan bersuka cita.

Yesus menyingkapan bahwa Bapa memiliki hati yang belas kasih Bapa. Namun, belas kasih-Nya ditanggapi dingin oleh anaknya yang sulung. Tanggapan yang tersamar sepanjang waktu menjadi nyata saat kedatangan adiknya, si bungsu, yang nakal itu.

Selama bersama dengan bapaknya di rumah, ternyata si sulung tidak belajar dari ayahnya tentang sikap batin. Hatinya membeku dan kaku. Terlebih di hadapan bapanya, ia tidak menempatkan diri sebagai anak, tetapi sebagai budak belian yang bekerja bagi tuannya.

Santo Lukas menggunakan kata δουλευω, douleuo, saya bekerja seperti budak (Luk. 15:29). Sedang terjemahan TB menggunakan ungkapan ‘aku melayani’. Sikap batin yang dikembangkan bukanlah sikap batin yang berbelas kasih. Allah yang diimani bukanlah Allah yang diwartakan oleh Yesus dan dan Nabi Mikha.

Mengalami situasi tanpa rahmat mendorong si bungsu untuk kembali pulang ke rumah. Rohlah yang selalu menuntun untuk sampai pada titik untuk mengambil keputusan kembali kepada Allah (Luk. 15:17). Melupakan bahwa ia telah disakiti, sang bapa menyambut kepulangan anaknya yang hilang.

Tiada kata pengampunan terucap. Tetapi terungkap dalam tindakan: merangkul dan mencium (Luk. 15:20). Yesus menyingkapkan Allah Bapa yang diwartakan-Nya selalu bersuka cita dan membuka pintu belas kasih bagi mereka yang kembali kepada-Nya. Ia memulihkan tanpa syarat. Ia menanti tanpa memalingkan wajah-Nya.

Santo Agustinus, Uskup Hippo dan Bapa Gereja, 354-430, mengingatkan bahwa Allah terus mamanggil tiap manusia untuk kembali kepadaNya. Ia menulis, “Apakah kamu merasa diri layak menerima belas kasih Allah karena kamu berpaling padaNya? Jika kamu dipanggil Allah, apa yang telah kamu lakukan untuk kembali kepadaNya?

Bukankah Dia Yang memanggilmu ketika kamu menentang-Nya selalu membuka hati-Nya agar kamu kembali pada-Nya? Jangan menanggap pertobatanmu sebagai hasil tindakanmu sendiri. Jika Ia tidak memanggil kamu ketika kamu melarikan diri dari-Nya, kamu tak akan mungkin kembali kepada-Nya” (Commentary on Psalm 84, 8).

Perjanjian Lama telah memperkenalkan wajah Allah yang berbelas kasih, seperti diwartakan Nabi Mikha, dari Meresyet – Gat (Mi. 1:14). Ia hidup sezaman dengan Nabi Yesaya dan berkarya pada masa Raja Yotam (756-751) sampai Raja Hizkia (725-297) di Yehuda.

Selain meyingkapkan ketidak-sukaan Allah atas ketidak-adilan yang dilakukan para pemimpin kerajaan Utara (Israel) dan selatan (Yehuda), nabi menyingkapkan perasaan kerinduan Allah akan pertobatan.

Sang nabi mewartakan Allah yang mengampuni dosa, memaafkan pelanggaran, menatap dengan lembut pendosa, menyukai kasih setia. Allah yang demikian itu dipuji dalam mazmur yang indah berikut.

“Siapakah Allah seperti Engkau yang mengampuni dosa, dan yang memaafkan pelanggaran dari sisa-sisa milik-Nya sendiri; yang tidak bertahan dalam murka-Nya untuk seterusnya, melainkan berkenan kepada kasih setia?

Biarlah Ia kembali menyayangi kita, menghapuskan kesalahan-kesalahan kita dan melemparkan segala dosa kita ke dalam tubir-tubir laut. Kiranya Engkau menunjukkan setia-Mu kepada Yakub dan kasih-Mu kepada Abraham seperti yang telah Kaujanjikan dengan bersumpah kepada nenek moyang kami sejak zaman purbakala.” (Mi. 7:18-20).

Saat seorang pendosa bertobat dan kembali pada pelukan-Nya, Allah pasti bersuka cita. Sabda-Nya (Luk. 15:32), “Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali”, epulari autem et gaudere oportebat, quia frater tuus hic mortuus erat et revixit, perierat et inventus est.

Katekese

Keselamatan kita tergantung pada kerahiman Allah. Paus Fransiskus, 17 Desember 1936 – sekarang:

Kita perlu senantiasa merenungkan misteri kerahiman itu. Ini adalah sumber sukacita, ketenangan, dan kedamaian. Keselamatan kita tergantung pada kerahiman Allah. Kerahiman: kata yang mewahyukan misteri Tritunggal Maha Kudus sendiri. Kerahiman: tindakan terakhir dan tertinggi dengan mana Allah datang menjumpai kita.

Kerahiman: hukum asasi yang berada di dalam hati setiap orang yang memandang dengan tulus mata saudara-saudarinya dalam perjalanan hidup. Kerahiman: jembatan yang menghubungkan Allah dan manusia, yang membuka hati kita pada harapan selalu dikasihi meski kita berdosa.” (dikutip dari Bulla Misericordiae Vultus, 2)

Oratio-Missio

  • Tuhan, buatlah aku tidak ragu akan kasih-Mu dan selalu bersyukur atas belas-kasih-Mu. Penuhilah aku dengan kasih-Mu agar aku mampu menjadi pribadi yang berbelas-kasih, seperti Engkau yang penuh belas-kasih. Amin.
  • Apa yang perlu aku lakukan agar aku menjadi pribadi yang suka mengampuni?

epulari autem et gaudere oportebat, quia frater tuus hic mortuus erat et revixit, perierat et inventus est – Lucam 15: 32

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here