Malaikat Tuhan, Suster, Fransiskan dan Yesuit

0
2,065 views

 

 

[media-credit name=”various sources” align=”aligncenter” width=”512″][/media-credit]KISAH berikut ini diceritakan secara turun temurun. Tidak jelas siapa sumbernya dan darimana bermula. Namun yang pasti, cerita ini musti diperlakukan sebagai cerita banyolan alias lelucon semata.
Ceritanya begini. Malaikat Tuhan sering dianggap makhluk ciptaan Tuhan yang paling tahu segala hal. Sedikit di bawah malaikat adalah  manusia. Namun,  konon ada tiga hal yang sulit sekali dipahami oleh para malaikat hingga membuat mereka pusing tujuh keliling.

Jumlah suster
Pertama, berapa jumlah nama suster dan mereka itu siapa saja. Jelas sudah ada biarawati bernama Suster Agatha, Elisabeth, Yustina, Gabriela, dan masih banyak lagi. Belum terhitung nama-nama biara para suster lainnya seperti Suster Klara, Klarensia, Klarabella, Klarisa, Klarineta.

Tapi tentu, malaikat Tuhan tidak sepusing kalau harus memahami hal  berikut ini yakni berapa jumlah kekayaan Ordo Fransiskan.

Menyebut diri sebagai Ordo Fratrum Minorum atau Ordo Saudara-saudara dina, syahdan — menurut sumber yang tidak layak dipercaya– para saudara dina ini justru dikenal punya kekayaan yang berlimpah ruah sehingga mereka
mempunyai biara dan gereja yang megah-megah.

Asal usul kekayaan itu menurut desas desus begini. Setiap selesai misa, pastor paroki menyuruh semua uang kolekte dikumpulkan dan ditaruh di atas nampan besar. Dengan sepenuh tenaga dan teriakan lantang, sang pastor melemparkan nampan setinggi-tingginya ke udara, sambil berteriak,”Tuhan, kupersembahkan semuanya bagiMu. Ambillah.”

Uang kolekte akhirnya berhamburan jatuh di tanah dan sang pastor dengan
enteng berbisik, “Sisanya buatku, ya. Terima kasih.”

Cara pikir Yesuit?
Sungguh, tentang kedua hal di atas yakni nama-nama suster dan seberapa besar kekayaan Fransiskan, sudah membuat para malaikat pusing tujuh keliling. Namun, lebih membuat mereka migrain dan vertigo ketika harus mengikuti cara pikir para Yesuit.

Bagaimana tidak. Konon, jika ada lima orang Yesuit tengah mendiskusikan sesuatu, sering tidak selesai. Sampai berhari-hari diskusi hingga semuanya kelelahan, namun tiada satu pun keputusan telah mereka sepakati dan diambil sebagai komitmen bersama.

Rupanya setiap Yesuit sangat fasih berbicara mengutarakan pendapatnya. Setidaknya setiap Yesuit dipastikan selalu punya dua pendapat. Satu pendapat merupakan pandangannya pribadi dan lainnya merupakan pandangan lainnya dalam kapasitas pribadi sebagai ilmuwan.
Jadi kalau lima Yesuit berkumpul mendiskusikan satu perkara, maka pasti akan ada 10 opini berbeda. Begitu saking banyaknya pendapat, mereka pun sampai bingung yang mana merupakan pendapat pribadi dan mana lagi pendapat sebagai pakar.

Menurut cerita historis, kali ini alurnya rada serius:  seorang Yesuit setidaknya musti berhasil menyelesaikan pendidikan tinggi. Minimal bergelar master atau Strata S2. Ini pula yang terjadi pada para Yesuit pertama –teman-teman Santo Ignatius Loyola—pendiri Ordo Yesuit. Para Patres Primi –the founding fathers—dikenal telah menyelesaikan pendidikan master.Karenanya, mereka semua mengakrabi kerasulan intelektual untuk pendidikan tinggi atau learned ministry. Mungkin saja, dari situlah muncul kisah tentang kepakaran para Yesuit.

Post scriptum
Konon, menurut kabar burung, kisah pusingnya malaikat Tuhan yang mengaku sulit memahami ketiga masalah di atas pada akhirnya terpecahkan.
Syahdan ada seorang suster, seorang  Fransiskan, dan Yesuit telah “copot jubah” alias mengundurkan diri mengakhiri hidup baktinya sebagai anggota religius.

Sepuluh tahun berselang, si mantan suster ini resmi telah menanggalkan nama biaranya sebagai Suster Clarensia dan kembali ke “asalnya” yakni bernama Mbak Ponirah. Yang mantan romo Fransiskan sudah melepaskan jubah coklatnya dan bekerja di sebuah kantoran, eh namun tetap saja…masih miskin. Sedangkan si mantan Yesuit kini bekerja serabutan sambil nyambi kuliahnya yang tetap belum kelar kelar juga.

Herannya, si malaikat Tuhan justru senyum senyum melihat semua itu. Dia berkata, “Pusingku hilang. Entah mengapa mereka jadi lebih sederhana dan gampang kupahami sekarang. Tidak neko-neko dan rumit.

Ia menambahkan, “Mungkin, karena mereka waktu hidup dengan memakai banyak embel-embel justru menjadi sangat canggih hingga aku susah untuk mengerti mereka.

Mungkin saja. Yang pasti pusingku sudah hilang sekarang,” ujarnya riang.

Disclaimer
Penyebutan nama, tempat, dan waktu adalah kebetulan, fiktif dan sepenuhnya hasil rekayasa yang tak didasarkan fakta apapun. Kemiripan adalah kebetulan. Dan sungguh, ini sama sekali bukan serius.

Damar Harsanto, tukang Cerita dan anggota Redaksi Sesawi.Net

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here