Puncta 14.03.23
Selasa Prapaskah III
Matius 18:21-35
BETAPA sedih dan hancur hati Ibu Rosti Simanjuntak, mama dari Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat saat mendengar kabar anaknya mati ditembak.
Ia mengalami syok berat. Ia tidak menyangka anaknya mati ditembak di rumah dinas Ferdi Sambo, sang atasannya sendiri.
Menurut skenario sang jenderal, kasus itu adalah tembak menembak antar ajudan sendiri. Baru kemudian diketahui bahwa kejadian itu adalah penembakan atas perintah Ferdi Sambo kepada Richard Eliezer.
Di persidangan, Eliezer bersimpuh di hadapan Mama Josua meminta maaf atas tindakannya menghilangkan nyawa Josua.
Orangtua Josua menerima dan memaafkan tindakan Eliezer yang tertekan, karena perintah atasan.
“Kita sebagai anak-anak Tuhan ya harus saling memaafkan, dan kami sudah memaafkan Bharada E. Tapi yang namanya hukum tetap harus ditegakkan dan dijalankan sesuai apa yang dia perbuat kepada anak kami,” sebut Rohani, salah satu keluarga Josua.
Dalam Injil, Petrus bertanya kepada Yesus, “Tuhan, sampai berapa kalikah aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?”
Yesus menjawab, “Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.”
Kalau dijumlahkan 70 x 7 adalah 490 kali. Itu artinya jumlah yang banyak atau tak terbatas. Tuhan menghendaki agar kita selalu ikhlas mengampuni terus menerus.
Sebagaimana sifat Tuhan yang selalu mengampuni, kita pun diajak meniru-Nya dalam praktek hidup yang nyata.
Yesus memberi contoh seorang raja yang mengadakan perhitungan pada seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta.
Hamba itu memohon dengan bersujud kepada raja agar bersabar. Raja tergerak oleh belaskasihan. Ia membebaskan dan menghapus hutangnya.
Tetapi di luar, hamba itu bertindak kejam dengan orang yang berhutang hanya 100 dinar kepadanya. Ia bertindak seperti debt collector yang beringas, kejam mengancam dan marah-marah dengan sumpah serapah.
Ia sudah diampuni, dibebaskan dari hutangnya yang sepuluh ribu talenta. Tetapi hamba itu justru menindas dan mencekik temannya yang hanya berhutang seratus dinar saja. Semestinya ia berlaku sama seperti raja yang membebaskannya.
Orang yang bisa merasakan kasih Allah, ia juga akan mengasihi sesamanya. Tetapi kalau dia merasa selalu dihukum oleh Allah, maka ia juga akan bertindak lebih kejam kepada sesamanya.
Allah macam apakah yang kita percayai dalam hidup kita? Allah yang mengasihi atau Allah yang suka menghukum. Kita percaya bahwa Allah adalah Bapa yang baik, bukan hakim yang kejam.
Keyakinan itu akan berdampak pada perilaku kita kepada orang lain. Seperti apa yang dilakukan oleh Mama Josua yang bersedia mengampuni Richard Eliezer pastilah muncul karena dorongan imannya.
Mari kita wujudkan iman kita dengan berani mengampuni.
Kemarin Merapi mengirim lava,
Debu beterbangan kemana-mana.
Mari kita rela mengampuni sesama,
Pasti Allah juga akan mengampuni kita.
Cawas, kasih yang selalu mengampuni…