Menyimak Pesan Bapa Paus untuk Filipina

0
558 views

Kunjungan Paus Fransiskus ke Filipina (15-19 Januari) bagaikan suplemen yang menggairahkan jutaan umat Katolik yang sangat akrab dengan bencana thypoon (topan laut). Umat Katolik yang berjumlah 88.9 juta tersebut bagaikan menerima siraman air setelah musim panas datang.

Realita Gereja

Pasalnya Gereja di Filipina sangat berjuang keras untuk melakukan banyak pembaharuan. Misalnya pada tahun 70’an gereja lokal di Filipina mempopulerkan Komunitas Basis di Asia. Gereja Filipina menjadi semacam percontohan di benua yang diwarna oleh kemiskinan, pluralitas agama dan keragaman budaya.

Komunitas basis ini menjadi cara mengada gereja dalam menanggapi kemiskinan. Tetapi fakta kemiskinan tetap menjadi kenyataan pahit hingga saat ini (:25,2 % hidup di bawah garis kemiskinan). Bahkan ini menyebabkan rantai masalah lainnya: persoalan pendidikan, keluarga, lapangan pekerjaan, homoseksual, transgender dan perumahan merupakan fakta yang secara real dihadapi oleh gereja.

Hal lainnya ialah, sebagaimana diketahui bahwa agama Katolik dianut oleh mayoritas penduduk di Filipina. Dalam sejarah agama ini diwariskan oleh penjajah Spanyol. Namun pada dekade ini gereja menyadari perlunya kerja lebih keras untuk mengurusi domba-domba yang tersebar hampir di seluruh negara kepulauan ini. Tenaga-tenaga pastoral belum mampu menyentuh banyak lapisan umat. Bayangkan perbandingannya 1:10.800. Seorang imam mesti mengurusi setidaknya 10.800 umat sungguh menantang. Syukurlah kehadiran banyak kongregasi suster begitu membantu dalam karya pastoral, namun itu masih kurang. Maka tidak mengherankan jika persoalan katekese dan katolisisme perlu dijadikan salah satu perhatian gereja.

Ditambah lagi persaingan dengan denominasi gereja lainnya yang membuat situasi ini semakin rumit. Sebagai misal eksistensi Iglesia ni Christo yang secara terang-terangan beradu tinju dengan gereja Katolik. Konflik terbuka tentang ajaran, perebutan umat dan otonomi jemaat tidak bisa dihindari.

Berjuang untuk kesejahteraan umum

Maka tepatlah kehadiran Paus merupakan penghiburan bagi umat Katolik secara khusus dan negara Filipina secara umum. Harapan ditumpuk di pundak Paus. Pesan Paus Fransiskus soal kemiskinan, eksploitasi dan korban ketidakadilan di negara yang syarat dengan kemiskinan dan korupsi memang merupakan mainstreamnya.

Seperti dalam pidatonya di Istana Negara (16/1), Paus dengan tegas mengingatkan kembali esensi para pemimpin politik. “Penting sekali bahwa para pemimpin politik berpijak pada kejujuran, integritas, dan komitmen kepada kesejahteraan umum. Lewat hal ini, mereka akan membantu untuk menyelamatkan sumber daya manusiawi dan alam yang telah dititipkan Tuhan untuk negeri ini.” Persoalan kemiskinan hanya bisa diatasi kalau pemerintah memiliki integritas dan komitmen pada kesejahteraan umum.

Hal serupa beliau tekankan untuk para klerus di Katedral Manila (16/1) agar tantangan kabar gembira dalam menghadapi tantangan masyarakat yang sudah akrab dengan penolakan dan skandal ketimpangan sosial dengan kejujuran dan integritas yang tinggi. Secara halus Paus mengajak para klerus turut serta dalam pembaharuan diri.

Persoalan ini sangatlah tepat diutarakan oleh Paus kepada pemerintah. Karena pada saat yang sama, di tempat yang berbeda, sayangnya tempat itu bukan rute arak-arakan Paus, terdapat kelompok yang berdemonstrasi. Mereka mendirikan tenda dan bermalam di halaman depan Kantor Pos Manila. Mereka memasang tulisan-tulisan yang menentang pemerintahan saat ini dibawah presiden Benigno Aquino III yang korup. Mereka mengharapkan kedatangan Paus juga dapat membantu keadilan bagi para petani untuk memperoleh hak tanah.

Penanaman nilai kristiani

Dalam pidatonya di Mall of Asia, kesempatan bertatap muka dengan keluarga-keluarga, Paus mengingatkan peran keluarga dalam melanjutkan nilai-nilai luhur untuk generasi mendatang.

Seperti diketahui bahwa di Filipina, iklim liberal dan kebebasan individu cukup kentara. Masyarakat begitu menerima transgender, homoseksualitas dan kontrasepsi. Paus mengerti kompleknya persoalan keluarga di Filipina oleh karenanya ia meletakkan harapannya agar umat Katolik duduk di kursi depan dalam pembaharuan nilai dunia ini.

Empati kepada korban

Kepada warga Filipina yang setiap tahun mendapat bencana thypoon, Paus menyampaikan empatinya kepada mereka. Beliau begitu merasakan pula betapa beratnya tantangan tersebut. Dalam kunjungannya ke Tacloban (17/1), tempat bencana Yolanda 2013, Paus terus mengulang-ulang bahwa ia selalu bersatu hati dengan para korban.

“Kita tidak sendirian. Ketahuilah kita memiliki Maria, ibu kita, dan Yesus, saudara tua kita. Kita tidak sendirian.” Demikian beliau membangkitkan harapan para korban bencana. “Kita memiliki Tuhan yang turut menangis dengan kita, dapat berjalan bersama kita dalam saat yang paling sulit dalam kehidupan ini.” Jutaan umat di Tacloban begitu terharu dengan peneguhan ini.

Minggu 18 Januari pukul 15.30 akan dirayakan ekaristi akbar. Mari kita menunggu apa yang akan Paus katakan kepada umat Katolik di Filipina. Semoga siraman Paus lewat bahasa tubuh dan kata-kata melekat erat dan mendorong pada semangat evangelisasi baru sebagaimana Paus tekankan dalam suratnya Evangelii Gaudium.

(Dari aneka sumber)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here