DULU, tahun 1970 hingga 1980-an, umat katolik di Jawa Tengah lebih mengenal sebutan ADSK yang tak lain merupakan kepanjangan dari Abdi Dalem Sang Kristus—sebutan sangat khas dan rendah hati untuk menamai kongregasi religius para suster ‘pribumi’ Jawa ini. Seiring dengan perkembangan zaman dan tentunya juga agar supaya lebih meng-Indonesia, maka akhirnya nama ADSK dipersingkat menjadi AK alias Abdi Kristus.
Semangatnya masih tetap sama yakni ingin menjadi ‘hamba’ Tuhan kita Yesus Kristus, melayani Gereja-Nya dan menjadi mitra para imam dalam pengembalaan umat dan reksa pastoral di banyak bidang.
Susteran ADSK Wedi
Sesawi.Net mengenal para suster ADSK sejak usia dini, ketika masih usia kanak-kanak dan masuk TK Santa Theresia di SD Susteran Wedi, Klaten. Lokasi TK St. Theresia ini berada hanya berseberangan dengan Susteran ADSK Wedi dan juga tak jauh dari Gereja Paroki Santa Perawan Maria Bunda Kristus Wedi, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah.
Itu era tahun 1969-an dan setelah sekian puluh tahun lamanya, TK St. Teresia berikut SD Kanisius Susteran Wedi pun hingga kini pun masih tetap eksis di Dusun Ngrau, Wedi.
Hadirnya TK St. Theresia dan SD Susteran Wedi ini sungguh melengkapi keberadaan ‘teman sejawatnya’ yakni SD Kanisius Murukan I. Disebut dengan nama ‘Murukan I’ karena waktu tahun 1970-an, semua muridnya adalah laki-laki. Sementara, SD Susteran atau waktu itu lazim disebut SD Murukan II adalah sekolah dasar khusus untuk perempuan.
Namun, TK St. Theresia Susteran yang diasuh oleh para suster ADSK menerima murid baik laki-laki maupun perempuan.
Itu perkenalan saya dengan Kongregasi Religius Suster-suster ADSK/AK. Sudah pada waktu itu pun, karya para suster ADSK/AK ini lebih banyak berkiprah di bidang pendidikan dasar dan pelayanan kesehatan terutama jasa persalinan.
Susteran ADSK Wedi sejak tahun 1970-an hingga kini masih sangat identik dengan Rumah Sakit Bersalin yang menjadi tempat favorit bagi umat katolik di Paroki Wedi untuk melakukan partus (persalinan bayi). Selain itu, tentu saja juga karyanya yang monumental di bidang pendidikan dasar (SD) dimana sejumlah suster AK yang pernah berkarya sebagai kepala sekolah SD Susteran/SD Kanisius Murukan II hingga kini masih saja tetap indah untuk selalu dikenang.
Taruhlah itu misalnya Suster Yosepha AK, kakak kandung Romo IS Warnabinarja SJ. Suster Yosepha kini menjadi penghuni wisma panti werda Susteran AK di Gedang Anak, Ungaran. Beliau termasuk salah satu suster pertama yang mengisi daftar buku babon tentang sejarah berdirinya Kongregasi Religius Suster-suster Abdi Dalem Sang Kristus ini.
Juga Sr. Theodora AK yang pernah menjadi Kepsek SD Murukan II yang kini tinggal sebagai tenaga purnakarya di Susteran AK di Jl. Kramat II, Senen, Jakarta Pusat. Begitu pula, Suster Josepha AK yang pernah menjadi guru musik dan kesenian di SMP Pangudi Luhur Wedi, ketika PL ada di bawah kepemimpinan Br. Aretas Sukotjo FIC dan kemudian Br. Ignatius Purwono FIC.
Belakangan, kiprah karya pendidikan dan kesehatan para suster Abdi Kristus (AK) meluas hingga keluar dari wilayah Keuskupan Agung Semarang. Sekarang ini, para suster AK sudah berkarya di banyak keuskupan di Papua, Malang, Surabaya.
Dengan para Jesuit
Di Nabire Papua, misalnya, para Suster AK sudah sekian tahun lamanya selalu bekerjasama dengan para Jesuit dalam tugas pastoral membangun karya pendidikan dan kesehatan. Bahkan ketika era almarhum Romo Ignatius Haryoto SJ menjadi magister novis SJ di Girisonta tahun 1980-an, kerjasama antara para novis SJ dan novis AK sudah dirintis bersama melalui pengalaman probasi dengan naik Gunung Ungaran dan Gunung Sindoro di Parakan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Sekali waktu, di tahun 1983, Kolese St. Stanislaus Novisiat Girisonta dan Susteran Pusat AK di Ungaran menjadi heboh lantaran 23 suster novis AK bersama 4 novis SJ Girisonta diberitakan telah ‘hilang’ di Puncak Gunung Sindoro, Parakan, Temanggung. Ikut bersama rombongan pendaki yang diberitakan ‘hilang’ itu adalah alm. Romo Magister Novis Ignatius Haryoto SJ.
Butuh beberapa hari lamanya untuk menemukan jejak rombongan para novis SJ dan novis Suster AK ini hingga akhirnya bisa kembali ke jalurnya di base ops. Sehari sebelum tim SAR berhasil ‘menemukan’ rombongan para suster dan frater novis ini di jalur yang benar, sudah terlebih dahulu muncul kehebohan karena lansiran berita di harian Suara Merdeka terbitan Semarang tahun 1983 dengan judul sensasional “23 Novis Suster dan Frater Novis SJ Ditemukan Kelelahan setelah Pendakian di Gunung Sindoro”.
Socius Magister waktu itu –Romo Warnabinarja SJ—dan Minister Kolese Santo Stanislaus Girisonta Romo Bas Soedibya SJ perlu menunggu beberapa hari di Parakan hingga akhirnya rombongan para pendaki novis itu kesampaian tiba di base ops.
Ikut dalam rombongan besar tim pendakian bersama para frater novis SJ dan novis suster AK ini adalah (waktu itu) Fr. Gregorius Budi Subanar SJ, Fr. Stanislaus Sunardi SJ, Fr. Simao Jacob Abel SJ, dan Fr. Haryono Imam SJ.
Fr. Banar kini sudah menjadi pastur Jesuit dan menjadi dosen di Universitas Sanata Dharma; begitu pula Dr. Stanislaus Sunardi. Sementara, Romo Dr. Simao Jacob Abel SJ –lulusan Universitas Oxford, Inggris—berkarya di Provinsi SJ Timor Leste.
“Mesranya” hubungan emosional dan kerjasama antara para Jesuit dengan para suster ADSK tidak hanya terjadi di lapangan karya pastoral di bidang kesehatan dan pendidikan saja. Melainkan sejak dini, ketika para calon SJ dan AK masih dalam tahap formasi dasar, jalinan itu sudah dibina.
Itu misalnya dilakukan dengan reksa rohani dimana para romo SJ di Kolese Stanislaus Girisonta setiap pagi selalu merayakan misa di Susteran ADSK/AK Ungaran, markas besar Kongregasi Religius para suster dengan ikon khusus berupa jangkar ini. (Bersambung)
Artikel terkait:
- Biara dan Kapel Susteran AK Ini bisa Roboh lantaran Ganasnya Rayap: Paparan Foto (4)