“Pater, Carikan Saya Istri!” ; Berpastoral di Pedalaman Kokonao, Papua (6)

0
7,595 views

Bermula dari sebuah  relasi antara saya dengan salah satu umat sebut saja Agus Deikme, sehingga ia tidak enggan  meminta tolong pada saya. Kedekatan ini terjalin karena kami sama-sama ingin pergi ke Jila untuk sebuah pelayanan di sana.

Jila adalah salah satu stasi dari paroki Tiga Raja Katedral. Memang harus diakui bahwa untuk terbang ke sana tidak mudah. Bukan saja karena tidak ada penerbangan khusus, tetapi juga memang amat jarang masyarakat atau orang terbang ke atau dari sana.

Sudah sekitar dua bulan Agus dan saya berusaha pergi ke Jila. Untuk pergi ke stasi ini, kami sering berkomunikasi melalui Hand Phone. Tidak ada alat transpotasi lain selain pesawat. Ia sering telpon saya untuk menanyakan apakah sudah ada penerbangan ke Jila. Sampai-sampai suatu saat ia berkata terus terang,

“Aduh…. Bapa pater…pulsa su habis…bisakah minta pulsa?”

Biasanya saya tidak memberinya pulsa tapi memberi uang padanya untuk membeli pulsa, entah lima ribu, sepuluh ribu.” Hal ini sudah beberapa kali terjadi, maka saya sudah menandai (paham) kalau ia lama menelpon saya maka UUP (Ujung-ujungnya Pulsa).

Suatu saat ketika saya mengunjunginya untuk mengetahui masyarakat Jila yang ada di kota Timika. Saya juga sudah mempersiapkan uang lima ribu kalau-kalau ia meminta pulsa dari saya. Setelah berbicara ke sana kemari akhirnya saat yang saya tungguh tiba juga, yaitu UUP.

“Ah… bapa pater… bisa minta tolongkah?”

“Oh…. Tentu bisa, minta tolong apa?”

Saya berpikir pastilah ia minta tolong belikan pulsa seperti biasanya, dan saya sudah bersiap-siap untuk memberikan uang padanya. Tetapi ternyata kali ini permintaanya sungguh berbeda.

“Bapa pater , tolong saya… carikan saya istri…”

Tentu saja saya terbengong… dan tidak menduga permintaanya… heran…. Bercampur geram, karena…ia sudah mempunyai istri. Sembari menarik nafas, saya   menjawabnya.,

“Ah…kamu  su puna istri toh?”

“Iya…pater, tapi istri saya su… tak mampu”

Mendengar jawabannya, tentu saja saya tidak memperhatikan permintaannya, tapi justru memberi banyak nasihat padanya tentang pandangan gereja katolik yang hanya boleh menikah dengan seorang wanita  dan tak terceraikan. Dengan bahasa yang sederhana, saya berusaha menjelaskan padanya. Dan ia tampak mengangguk-angguk, entah mengerti atau malah bingung akan penjelasan saya, tampaknya ia memahami; saya harap dia sungguh mengerti.

Refleksi
Umat Katolik di papua sudah mengetahui  bahwa menjadi katolik harus dibaptis, menerima komuni pertama, Krisma dan sakramen  Perkawinan. Tetapi tampaknya hal ini hanyalah sebuah kebiasaan atau adat istiadat yang belum terinternalisasi dalam hidup mereka.

Sakramen-sakramen itu belum menjadi milik, dan tidak mereka pahami maknanya. Maka tidak mengherankan kalau agama kerap kali hanya menjadi formalitas. Tetapi bagaimana penghayatanya dalam keseharian amat diragukan. Karena itu tidak mengherankan juga kalau fanatisme keagamaan tidak mengakar. Mereka mudah tergoyahkan oleh hal-hal duniawi.
Sejak kecil memang katolik, dan bahkan dikatakan bahwa tanah papua adalah tanah misi. Namun hal itu belum menjadi milik yang menggerakkan umat untuk bukan hanya tahu tapi juga menghayatinya dalam keseharian.

Penghayatan iman akan kehidupan menggereja amat rendah. Hal ini bisa dimengerti karena pengetahuan iman mereka memang sangat kecil. Maka yang sungguh dibutuhkan adalah katekese umat, agar mereka mengerti khasanah dan seluk-beluk iman katolik.

Sebuah kebiasaan yang sering kali kita buat, ternyata tidak menjadi jaminan bahwa kita memahami atau mengerti apa yang kita buat. Bisa saja, bahwa commen sense itu salah. Maka tidak semua yang dinyatakan oleh banyak atau bahkan semua orang itu benar.

Kita mesti bersikap kritis akan situasi yang ada. Jangan hanya menerima tanpa saringan dan pertimbangan akal budi. Kita mesti mencari makna atau bahkan menggali segala kebiasaan yang ada di masyarakat, sehingga kita bukan hanya menjadi pengikut tetapi tidak tahu apa dan siapa yang diikuti.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here