Pertemuan Karitas Asia di Ruteng: Belajar dari Ketangguhan Ibu-ibu Keluarga Pekerja Migran (2)

0
430 views
Ilustrasi: 34 orang peserta forum Pertemuan Karitas Asia dari 13 negara belajar kearifan lokal dari para ibu keluarga pekerja migran di Ruteng, Flores, NTT. (Romo Martin Chen Pr/Keuskupan Ruteng)

SUDAH sering orang beranggapan, ibu-ibu keluarga pekerja migran adalah pribadi-pribadi lemah yang harus dibantu. Namun ternyata realiatas hidup mereka  malah menorehkan kisah-kisah heroik yang hebat.

Itulah yang dialami dan dirasakan oleh para peserta pertemuan Karitas Asia yang berjumlah 34 orang dari 13 negara. Itu terjadi,  ketika pada tanggal 10 Mei 2018 lalu mereka berkesempatan mengadakan kunjungan ke dua desa dampingan Karitas Keuskupan Ruteng.

Pupuk organik

Desa pertama yang mereka kunjungi adalah Akel. Di sini, ibu-ibu keluarga pekerja migran mendemonstrasikan kemampuan mereka membuat pupuk organik dari bahan lokal setempat seperti daun gamal, batang pisang, cirit ternak. Menariknya,  mereka menggunakan mikroorganisme yang ditangkap dengan nasi dari akar bambu.

Proses pembuatan pupuk organik melalui beberapa tahapan tertentu yang sederhana.

Dr. Haridas dari Karitas India yang ahli pertanian organik memuji proses demikian. “Excellent,” komentarnya singkat.

Para partisipan forum Pertemuan Karitas Asia turun ke lapangan belajar dari realitas hidup yang nyata: sebuah kearifan lokal mereka dengarkan di Ruteng.

Meski baru didampingi sembilan bulan, empat kelompok ibu keluarga migran di Desa Akel, Paroki Pagal, ini telah menguasai teknik pembuatan pupuk organik dan menggunakannya di lahan kelompok dan lahan kebun pribadi. Hasil sayur-mayur organik mereka bahkan telah membantu peningkatan kesejahteraan hidup mereka.

“Sustainable Agriculture, Exposure Visit, and Learning, Pertemuan Karitas Asia di Ruteng (10

‘Jamal’ dan ‘Jakal’

Desa kedua adalah Lengor, Paroki Beokina. Di sini ibu-ibu keluarga pekerja migran menyeringkan pengalaman hidup sulit mereka yang telah ditinggal  suami pergi merantau. Kiriman uang dari suami tersendat-sendat, sementara kebutuhan hidup pendidikan anak tinggi.

Beban hidup mereka sebagai single mother bertambah, bukan hanya karena mendidik anak-anak seeorang diri; melainkan juga karena sering mendapat ‘stigma’ sosial negatif dari masyarakat.

Istilah ‘Jamal’ alias ‘janda Malaysia’ atau ‘Jakal’ (Janda Kalimantan) harus mereka dengar terus-menerus.

Syering tentang pergulatan hidup para ibu keluarga para pekerja migran di Ruteng.

Peningkatan kualitas hidup

Setelah didampingi Karitas Ruteng selama hampir dua tahun, maka terjadi perubahan yang menarik. Mereka mengalami adanya peningkatan kualitas hidup.

Satu kelompok bahkan telah berhasil memproduksi pupuk berton-ton. Ada 10 ton yang berhasil mereka jual. Selain itu, kelompok ini memiliki delapan ekor kambing yang menyuplai kotoran ternak untuk bahan dasar pupuk.

Hasil sayur mayur mereka telah dijual ke mana-mana. Kini,  mereka bahkan telah memiliki UBSP kecil yang bisa meminjamkan modal pada anggota dengan bunga rendah.

Ibu Elen, ketua kelompoknya, menyeringkan realitas baru itu dengan bangga. “Kini, kami merasa harga diri kami terangkat. Kami bangga dengan kelompok kami,” ungkapnya.

Perkebunan organik yang dikelola oleh para ibu keluarga pekerja migran di dua desa yang merupakan kelompok binaan Keuskupan Ruteng.

Capacity and spirituality building

Pendampingan Karitas tidak hanya melatih keterampilan (capacity building), tetapi juga mendorong kebersamaan dan  solidaritas kelompok (spirituality building).

Kelompok dampingan Ibu Elen ini sungguh solid dan bahkan menjadi penggerak masyarakat. Ibu Elen sendiri terpilih  menjadi ketua kelompok basis gerejawi di lingkungannya.

Di Lengor,  peserta juga melihat langsung demplot-demplot perkebunan sayur ibu keluarga pekerja migran.

Ketangguhan hidup mereka itulah yang menyentuh para peserta Karitas Asia dari berbagai negara Asia ini.

Kredit foto: Romo Martin Chen/Keuskupan Ruteng.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here