Peziarah Indonesia Minta Paus Berkati dan Doakan NKRI Jelang Pelantikan Presiden dan Wapres

1
3,491 views
Paus memberi tandatangannya di sebuah karton berisi pesan berkat untuk bangsa Indonesia yang disodorkan peziarah Indonesia AM Putut Prabantoro (Ist)

PAUS Fransiskus secara khusus memberikan berkatnya untuk Bangsa Indonesia dan NKRI. Pemimpin Gereka Katolik Semesta ini juga berharap Indonesia melakoni hidup damai.

Berkat itu menjadi nyata, ketika Paus Fransiskus berkenan menandatangani kertas yang bertuliskan “Pace Per Il Popolo Indonesiano – La Mia Benedizione, Papa Francesco” (Damai Untuk Bangsa Indonesia – Berkatku, Paus Fransiskus.

Berkat dan tandatangan itu terjadi saat berlangsung audiensi umum di Lapangan Santo Petrus hari Rabu siang waktu Roma tanggal 16 Oktober 2019.

Berkat dan tandatangan Paus Fransiskus untuk Bangsa Indonesia dan NKRI.

Dibawa oleh dua peziarah Indonesia

Tulisan berisi berkat itu dimintakan Ketua Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa) AM Putut Prabantoro dan Gora Kunjana, wartawan Investor Daily dari BeritaSatu Group kepada Paus Fransiskus saat berlangsung acara tradisi audiensi umum yang jatuh setiap hari Rabu.

Bagi Putut Prabantoro, alumnus Lemhannas RI – PPSA XXI, peristiwa itu merupakan perjumpaannya kedua dengan Paus Fransiskus menyusul pertemuannya yang pertama pada 28 Oktober 2015.

Kepada Paus diberikan batik dari Indonesia yang merupakan titipan dari Ketua Forkoma PMKRI, Hermawi Taslim.

Dalam audiensi itu, baik Putut Prabantoro dan Gora Kunjana mengenakan busana adat tradisional khas Yogyakarta.

Menurut Putut Prabantoro, gagasan untuk memintakan berkat dari Paus bagi Bangsa Indonesia sudah terpikirkan sejak keduanya memulai keberangkatan meninggalkan Tanahair Indonesia menuju Vatikan.

Para suster Indonesia yang kini tinggal di Roma untuk tugas belajar.

Meskipun kesempatan untuk bertemu Paus dalam audiesi umum yang dihadiri ratusan ribu orang sangatlah kecil kemungkinannya, gagasan untuk memohon berkat itu tetap dilakukan dengan menuliskannya pada kertas tebal.

Oleh karena itu, pada malam sebelumnya, bersama Suster Matilda INSC, Suster Maria Matrona Ola INSC, dan Pastor Suherman Pr dari Keuskupan Tanjung Karang –ketiganya sedang studi di Roma– draft berkat dari Paus itu ditulis. Akhirnya, Suster Matrona Ola diminta untuk menuliskan drat berkat yang sudah disepakati.

“Dalam audiensi umum yang dihadiri ratusan ribu orang, setiap peziarah selalu berharap dapat menyentuh atau bersalaman dengan Paus. Namun tidak ada seorang pun yang bisa memperkirakan apakah harapan untuk menyentuh atau bersalaman dengan Paus dapat terwujud,” kata Putut.

“Biasanya yang akan dihampirii oleh Paus adalah anak-anak kecil ketika berkeliling di tengah-tengah peziarah dengan mobil kehormatannya. Bahkan ketidakpastian ini juga dialami oleh para peziarah yang mendapat tempat khusus di sekitar podium,” ujar Putut Prabantoro, Ketua Presidium Bidang Komunikasi Politik ISKA (Ikatan Sarjana Katolik Indonesia).

Akses ketat

Sudah sejak subuh, Putut Prabantoro dan Gora Kunjana hadir di luar lapangan St. Petrus karena akses berkontrol belum dibuka.

Pada pukul 08.00 waktu setempat, akses berkontrol dibuka dan karena berada pada urutan pertama, keduanya mempunyai kesempatan memilih tempat yang dianggap paling strategis untuk mendapat perhatian Paus.

Tempat yang dipilih keduanya adalah posisi kursi paling depan yang berhadapan langsung dengan tribun Paus.

Meski demikian keduanya menyadari bahwa dapat bersalaman dengan Paus adalah persoalan mukjizat mengingat tak seorangp un bisa “menyetir” Paus nanti kepada siapa harus disalami.

Pengecualian terjadi bagi mereka yang memang sudah direncanakan untuk disalami dan berada di tempat yang khusus.

Wartawan Indonesia dari koran Investor Daily dan BeritaSatu menghadiahi Paus dengan batik Indonesia.

Selain itu, meskipun mendapat kesempatan memilih tempat yang dianggap paling strategis, keduanya tetap harus dituntut bersabar dan menahan lapar, menunggu kehadiran Paus beberapa jam ke depan. Mereka mengaku tidak berbekal apa-apa namun disadari itu merupakan risiko yang harus diambil untuk bersama-sama dengan ratusan ribu peziarah lain mengharap terjadinya mukjizat dapat bersalaman dengan Paus.

“Mengenakan busana adat Jawa merupakan salah satu bentuk upaya mengambil perhatian Paus. Tadinya kami ingin membatalkan untuk mengenakan karena malam hari sebelumnya hujan deras mengguyur kota Roma. Namun karena sudah kepalang tanggung, kami akhirnya tetap mengenakan busana adat Jawa. Jika nanti ada perubahan cuaca dan hujan datang, ya risiko harus ditanggung,” ungkap Gora Kunjana.

Kedua peziarah Indonesia, Gora Kunjana dan AM Putut Prabantoro, bersama Romo Markus Solo SVD — Kepala Desk Islam Asia-Pasifik Lembaga Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama Vatikan.

Saya kira mengenakan busana tradisional dalam audiensi bukan ide yang salah. Namun demikian, tetap saja itu tidak menjamin bahwa Paus akan menengok ke kita. Semua serba tidak pasti, para peziarah tetap bahagia sekalipun tidak bersalaman dengan Paus. Tapi yang kami alami adalah suatu mukjizat, Paus menengok kepada kami, Paus menghampiri dan kami bersalaman agak lama dan bahkan menandatangani kertas yang dibawa oleh Mas Putut Prabantoro,” terang wartawan asal Yogyakarta ini.

Seperti biasanya, Paus keluar dengan mengenakan mobil kebesarannya dan jalur pertama adalah lewat di depan para peziarah yang duduk paling depan termasuk Putut Prabantoro dan Gora Kunjana.

Kehadiran Paus di publik langsung disambut dengan tepuk tangan dan teriakan “Papa Francesco” dari para peziarah.

Tanpa mau meninggalkan momentum itu, Putut dan Gora juga meneriakkan kata “Papa Francesco” yang melewati para peziarah yang duduk di bangku depan namun berbatas pagar kayu.

Ini merupakan pertemuan kedua AM Putut Prabantoro dengan Paus Fransiskus dalam “jarak dekat”.

Tiba-tiba Paus menengok kepada keduanya agak lama, demikian kisahnya, dan seakan memberi tanda.

“Paus mengenal kalian sepertinya. Itu tangannya menunjukkan sesuatu dan matanya terus kepada kalian,” ujar Rosa, peziarah dari Italia, yang duduk di sebelah Putut Prabantoro.

Paus terus berkeliling dan teriakan “Papa Francesco” dari ratusan ribu peziarah tidak surut. Mereka yag di duduk di baris paling depan tidak tahu apa yang sedang terjadi di bagian belakang.

“Dan ketika kendaraan kebesaran berhenti di depan tribun setelah berkeliling, tiba-tiba Paus turun dan menghampiri kami. Tepat seperti yang dikatakan oleh Ibu Rosa dari Italia. Sungguh kami merasa memang menjadi perhatian Paus. Tanpa menyia-nyiakan waktu, Mas Putut Prabantoro mengeluarkan kertas yang harus ditandatangani Paus dan saya memberikan hadiah batik,” ungkap Gora.

“Ketika Paus disodori kertas, beliau membaca sesaat dan kemudian menandatanganinya dengan spidol hijau yang telah disiapkan kami. Dan… Paus memberkati bangsa Indonesia dan berharap bangsa Indonesia damai,” cerita Gora Kunjana, yang mengaku bersama Putut Prabantoro berteriak bahagia, ketika Paus berkenan menandatangani pesan Berkat Damai untuk Bangsa Indonesia dan NKRI.

Terutama jelang pelantikan Presiden RI Joko Widodo dan Wapres Ma’ruf Amin di hadapan MPR di Gedung DPR-MPR, Senayan, hari Minggu siang tanggal 20 Oktober 2019 lusa depan.

PS: Bahan disiapkan oleh Putut Prabantoro.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here