Popularitas Itu Menggoda, Berbagi Itu Membahagiakan

0
187 views
Ilustrasi: Merayakan Natal 2016 dengan berbagi kasih oleh umat katolik Lingkungan St. Bernardus Kalitengah Paroki Wedi. (Laurentius Sukamta)

BAcaan PERmenungan hariAN.

Sabtu, 5 Juni 2021

Bacaan:

  • Tb 12: 1, 5-15, 20.
  • Mrk. 12: 38-40.

POPULARITAS itu menggoda dan menggiurkan.

Bagaimana tidak?

Kaya, terkenal, tampil berkuasa dan dipuji di mana-mana. Segala punya dan juga biasa dimudahkan. Banyak yang mendekat dengan segala motivasinya.

Perintahnya seperti titah Tuhan; harus terlaksana.

The power tends to corrupt. (Lord Achton)

Itukah impian akan hidup? Apakah menjamin kebahagiaan, melanggengkan “milik” dan mengalami ketenang-heningan hidup.

Atau menjadi sumeleh dan menjadikan dirinya berkat bagi orang lain.

Tetap ceria, tanpa puja-puji. Tak takut akan post power syndrome. Percaya, tangguh, dan tetap berbuat baik, kendati sepi ucapan terimakasih.

Tetap bersyukur, kendati kadang sendiri dan sepi.

Ngga adil, ya ngga beriman.

Sebuah percakapan yang sungguh berada dalam Tuhan antara Tobit, sang ayah, dan Tobia, sang putera. Mengagumkan sekaligus menyadarkan.

Kata Tobit kepada anaknya: “Nak, ingatlah memberi upahnya kepada orang yang telah menyertai engkau. Dan ingatlah menambah upahnya juga.”

Sahut anaknya: “Berapa banyaknya upah yang harus kuberi, Pak? Aku tidak menderita  rugi sedikit pun, kalau kuberikan kepadanya separuh dari harta benda yang telah kubawa. Dengan sehat walafiat, aku telah diantar kembali olehnya, isteriku telah disembuhkan olehnya; ia pun telah membawa uang itu bersama dengan aku dan ayah telah disebutkan pula. Berapa banyak upah yang mesti kuberikan karena itu?”

Jawab Tobit, “Memang Nak, sudah seadilnya ia diambilkan separuh dari segala sesuatunya yang telah dibawanya waktu datang.” ay 1-4.

Bagaimana bisa itu terjadi? Sesuatu banget.

Ngelatih karakter

“Hello? Anybody home?,” teriakku agak keras. “Helou?

“Wah Romo datang dadakan nih. Abis dari mana Mo,” seorang bapak menyapa.

“Ya dari rumahlah. Sengaja kesini.”

“Untung Romo datang dan kami sudah selesai kerja. Kami baru beberes rumah. Oma merapikan pakaiannya sendiri. Bersih-bersih kamarnya. Anak-anak membersihkan kamar mereka masing-masing dulu. Ganti sarung bantal dan sprei. Merapikan buku-buki dan baju mereka. Kalau sudah, baru bantu yang lain, kalau mau. Nyonya masak. Saya keliling halaman rumah dan membereskan yang perlu.

Beginilah romo acara kebersamaan kami, bila ada tanggal merah. Biasanya siang kami pergi bersama; dan makan di restoran tapi hari ini tidak.”

“Ih Papi pelit,” anak kedua protes.

“Iya tuh Papi. Nggak oke banget. Apalagi ada Romo tuh,” kata yang pertama sambil mencibir.

“Ga tahu, ikut aja. Daripada dimarahin Papi,” kata si kecil yang langsung duduk di sebelah maminya.

Sahut-sahutan spontan tanpa tekanan sambil senyum-senyum dan gerak bibir yang buat geli.

“Dan ingat. Kita akan ke panti asuhan. Memberi hasil penyisihan uang saku kalian sebulan ini. Kita belikan roti dan susu saja ya.”

“Wouw, gimana ceritanya nih. Menarik sekali,” kataku sambil tepuk tangan.

“Gini Romo. Setiap hari mereka dibei uang jajan. Mereka harus menyisihkan setiap hari untuk orang lain. Pada akhir bulan dikumpulkan; dibelikan sesuatu atau kami berikan kepada panti asuhan atau kepada orang yang kami anggap membutuhkan. Kadang, kami persembahkan ketika mengikuti misa.

“Kalian gimana?,” kataku kepada anak-anak.

“Ya nggak apa-apa Romo. Kan kalau kurang minta lagi uangnya sama papa-mama. Ha…,” tawa kecil anak yang kedua.

“Mami udah capek masak loh. Kan udah bilang hari ini makan di rumah dan uang yang untuk makan di restoran disatukan dengan uang kalian sebagai donasi,” sahut maminya sebagai penutup pembicaraan.

“Yuk makan. Seadanya ya Romo,” kata sang papi.

Menggembirakan.

Kata Yesus, “Hati-hatilah terhadap ahli-ahli Taurat.” ay 38.

Tuhan, mampukan dan gembirakan kami membentuk anak-anak kami;  yang juga adalah anak-anak-Mu. Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here