Puncta 04.05.18 Kisah Rasul 15:22-31: Kalau Bisa Dipersulit, Kenapa Dipermudah?

0
1,073 views
Ilustrasi by Kab Cianjur.

BIROKRASI di tengah-tengah kita terkenal berbelit-belit. Urusan yang seharusnya sehari selesai, namun terkatung-katung bisa tiga hari atau sepekan  karena kurang ini atau itu.

Di berbagai birokrasi ada adagium kurang lebih berbunyi demikian: “Kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah?”

Mental birokrat seperti itu membuat segala urusan jadi mahal, lama, berbelit-belit dan memunculkan budaya pungli.

Untunglah sekarang ini ada teknologi digital yang mampu menggeser mental buruk itu. Namun bagi mereka yang “rezekinya” dipangkas akibat teknologi pasti tidak suka.

Budaya “nyuap” diminimalisir dengan teknologi transparan serba terbuka gamblang terang benderang. Teknologi digital tidak bisa disuap. Mulai dari anggaran di DPRD sampai pembayaran di jalan tol sekarang memakai teknologi digital.

Di gereja juga begitu.

Saya pernah mengurus calon pengantin yang akhirnya batal diberkati, karena dipersulit meminta surat baptisnya dari paroki asalnya dengan alasan belum nembayar iuran wajib sebagai anggota basis lingkungan.

Ungtunglah, sekarang semua telah dipermudah dengan adanya budaya digital.

Dalam Bacaan Pertama hari ini, Para Rasul menghadapi masalah antara orang Yahudi dan non Yahudi. Sunat dan tidak sunat.

Muncul pertentangan dan harus diselesaikan bersama. Maka bersidanglah para rasul. Dan inilah sikap mereka; “Adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kamu, supaya kepada kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban daripada yang perlu.”

Para Rasul tidak ingin mempersulit, menambah beban umat. Mereka tidak ingin memaksakan kehendak yang justru membebani orang dengan peraturan-peraturan yang tidak perlu. Dan lagi, mereka memutuskan perkara dengan mendengarkan Roh Kudus.

Pastilah mereka berdoa lebih dahulu sebelum membuat keputusan. “Adalah keputusan Roh Kudus dan kamu”.

Apakah kita juga berdoa mendengarkan bisikan Roh Kudus,  jika kita membuat keputusan yang menyangkut hajad hidup orang banyak?

Apakah kita juga masih bermental birokrat yang membebani orang dengan aneka peraturan yang tidak perlu?

Marilah kita merenungkan diri apakah kita ini pejabat atau pelayan masyarakat (umat)? Berkah Dalem.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here