Renungan Harian 26 Mei 2020: Merdeka

0
375 views
Ilustrasi - Keluarga by ist
  • PW. St. Filipus Neri .
  • Bacaan I: Kis. 20: 17-27.
  • Injil: Yoh. 17: 1-11a.

BEBERAPA tahun yang lalu, khususnya pada masa Orde Baru, istilah ABS (Asal Bapak Senang) amat populer.

Populer bukan hanya karena sering disebut, akan tetapi banyak perilaku yang menunjukkan sikap ABS. 

Sikap ABS adalah perilaku dimana orang mau melakukan apa saja, bahkan kalau itu harus memanipulasi, termasuk memanipulasi diri, dengan tujuan menyenangkan atasannya.

Singkatnya orang tidak lagi berpikir benar atau salah, baik atau tidak, pokoknya yang penting atasannya senang. 

Sikap ABS membuat orang tidak bebas, tidak otonom.

Persoalan besar adalah mana kala masyarakat menganggap dan menerima ABS sebagai kebenaran baru, sehingga menjadi “budaya” baru dalam hidup bermasyarakat.

Dalam situasi itu orang bersikap ABS merasa telah memilih tindakan yang benar dan sah. Lebih dalam lagi, orang tidak lagi merasa tertekan tetapi merasa senang melakukannya. 

Entah disadari atau tidak, sikap beriman kita senada dengan sikap ABS.

Sejak kecil aku dididik dengan baik, sebagai orang beriman katolik. Maka, ke gereja, doa dan ikut aktif dalam hidup menggereja adalah kewajiban yang harus dipenuhi.

Dulu ketika masih kecil, kalau hal-hal itu tidak dilakukan akan mendapatkan marah atau ada ancaman menjadi orang yang berdosa. Tanpa sadar semua itu tertanam dalam diriku. 

Tanpa sadar aku sampai sekarang menjalankan hal-hal itu karena kewajiban. Aku akan merasa lega bila itu sudah dijalankan; tetapi akan merasa resah dan merasa ada sesuatu yang aneh dalam hidupku, bila hal itu belum dijalankan. 

Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk mematangkan batin dalam hidup beriman. Kita diajak untuk beriman dengan batin yang merdeka, diri yang otonom.

Tuhan bersabda: “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau Utus.” 

Sabda Tuhan itu menegaskan bahwa hidup kekal timbul dari kemauan untuk mengenali satu-satunya Allah yang benar dan mengakui Yesus Kristus sebagai utusanNya. Kemauan, menunjuk kebebasan batin untuk memilih. 

Orang diajak untuk berani mengenali siapa saya sesungguhnya dengan segala praktek hidup berimannya. Melepaskan diri dari segala hal yang muncul dalam diri, sebagai sebuah keharusan (imperatif afirmatif). Dengan melepaskan segala keterikatan itu, aku menjadi orang yang “bebas untuk”. 

Kehendakku yang menjadi keputusanku, dan pada gilirannya menjadi hasratku. Hasrat memilih mengimani Allah muncul dari kebebasan batinku.

Aku beriman bukan karena takut pada orang tua yang telah mendidikku, pun pula bukan karena takut dosa, dan masuk neraka. Entah ada dosa atau tidak, entah ada neraka atau tidak, bahkan entah ada surga atau tidak, aku tetap memilih untuk mengimani Allah. 

Aku telah mengalami cintaNya yang besar dalam hidupku. Pengalaman cinta itulah yang mendorongku untuk mencintaiNya dan mengejar cintaNya. 

Persoalan bagiku adalah, apakah aku bisa melepaskan segala sesuatu itu dan berani mengenali diriku yang sesungguhnya?

 Iwan Roes RD.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here