Sr. Marietta HK (85), Mukjizat Salib di Tembok Rumah Kos Palembang (1)

0
188 views
Sr. Marietta HK di tahun 2023 ini berusia 85 tahun, namun tetap canthas bicara. Sebuah mukjizat menghampirinya di sebuah rumah kos Palembang: sebuah salib di tembok membawanya pergi ke Gereja Katedral St. Maria Palembang. (Mathias Hariyadi)

NAMA aslinya adalah Sumarjati. Dengan nama permandian: Maria. Berasal dari Sleman, DIY. Tahun 2023 ini, Maria Sumarjati sudah berusia 85 tahun. Ia masih sangat canthas bicara. Memorinya juga tetap saja masih sangat tajam.

Pindah sekolah dan tempat tinggal

Hidup Sumarjati boleh dikatakan penuh rona-rona. Sempat “terlunta-lunta”. Karena pindah sana-sini. Tidak hanya sekolah. Juga selalu pindah kota dan alamat-alamat baru.

Saat masih berumur 10 tahun, Sumarjati kecil sudah kehilangan ayah kandungnya. “Bapak meninggal ditembak tentara Belanda saat perang gerilya,” tutur Maria Sumarjati yang mengambil nama biara Sr. Marietta HK.

Karena sudah tidak punya ayah kandung, Sumarjati lalu ikut keluarga kakak ayahnya di Indramayu, Jabar. Di situ ia menyelesaikan sekolah SMP-nya di sekolah negeri.

Lalu, ikut pindah ke Kuningan mengikut keluarga pakdhe-nya. Selang beberapa lama, ia ganti lokasi tinggal. Pindah ke Yogyakarta dan sekolah di SMP Negeri Gandekan.

Sadel sepeda disembunyikan

Lahir dan besar di Sleman, DIY, Sumarjati remaja belajar di SGA dan kemudian di SGB Bopkri di Kota Yogyakarta. Saat duduk di kelas tiga SGB Bopkri itulah, ia diam-diam ingin belajar agama pada Romo Prapta Pr.

Namun itu tak pernah direstui keluarganya. Bahkan, adik kandungnya selalu ngerjain Sumarjati. Dengan menyembunyikan sadel sepeda yang sedianya akan dinaikki kakaknya ingin belajar agama.

Ilustrasi: Ia harus menyangkal diri, memikul salib dan mengikuti Aku by National Catholic Reporter

Salib di tembok rumah induk semang kos

Belum sampai lulus di SGB, ia buru-buru pergi merantau ke Palembang. Hidup ngekos di sebuah rumah milik seorang induk semang di Kota Mpek-mpek.

Entah kenapa, tiba-tiba saja emosinya tersedot kencang. Begitu melihat salib tertancap di tembok rumah indekosnya, ia mendadak merasa ada “sesuatu” yang saat itu langsung bergejolak kencang dan sangat kuat di dalam lubuk hatinya.

“Hidup saya seperti yang tersaji di kisah salib Yesus dalam Kitab Suci,” tutur Sr. Marietta HK tanpa menjelaskan secara detilnya.

Dua imam SCJ misionaris Belanda di Pastoran Gereja Katedral Palembang yang ikut mempengaruhi jalan hidup Sr. Marietta HK remaja saat masih lajang bekerja sebagai tenaga buruh di sebuah apotik di Palembang: Romo Mattheus Neilen SCJ dan Romo Joannes Goeman SCJ. (Dok. SCJ via Romo Wardjito SCJ)

Ia lalu buru-buru pergi mencari gereja. Yang dia dapatkan adalah Gereja Katedral Santa Maria Palembang. Di situ kemudian ia kenal sejumlah imam SCJ misionaris dari Negeri Belanda. Juga Uskup Mgr. Henri Martin Mekkelholt SCJ.

Ketiga imam SCJ dari Belanda itu begitu sangat menyanyangi Sumarjati. Sampai-sampai setiap kali dolan ke Wisma Keuskupan Palembang, ia selalu diberi oleh-oleh.

Uskup Keuskupan Agung Palembang Mgr. Henricus-Norbertus Mekkelholt SCJ. (Majalah Hidup)

Suster HK menyapu halaman gereja

Dari perkenalannya dengan para imam SCJ di Gereja Katedral Santa Maria Palembang ini, niatnya mau bergabung masuk biara kian kencang.

“Saya ingin seperti mereka. Pakai baju putih-putih itu,” kenangnya menjawab Titch TV dalam program Bincang-bincang Panjang di rumah kasepuhan Panti Wreda Griya Nugraha (PWGN) Lampung, pertengahan Maret 2023.

Terjadi hanya karena hal sangat sepele.
Saat keluar dari pastoran, ia melihat seorang suster biarawati HK tengah menyapu halaman gereja katedral.

Dalam lubuk hatinya terdalam, Sumarjati remaja merasa gejolak hatinya berkata: “Saya ingin seperti suster itu.”

Syaratnya satu, demikian salah satu imam SCJ Belanda lalu menasihatinya: “Harus baptis dulu.”

Sr. Marietta HK (85) dalam Program Bincang-bincang Panjang bersama Titch TV di rumah kasepuhan Panti Wreda Griya Nugraha (PWGN) Lampung. (Mathias Hariyadi)

Selama tinggal di Palembang itulah, Sumarjati remaja pernah bekerja sebagai tenaga buruh harian di sebuah apotik.

“Gaji saya waktu itu hanya Rp 300 saja. Sangat tidak memadai untuk hidup sebulan,” ungkap Sr. Marietta HK yang saat itu dilanda rasa rindu luar biasa untuk bisa “mudik” pulang ke Yogyakarta.

“Saya kangen sama simbok dan adik-adik,” ungkap anak pertama dalam keluarga sederhana ini. (Berlanjut)

Baca juga: Sr. Rosalia HK: “Ndak Usah Balik ke Lampung, Simbok Ingin Mantuin Kamu” (1)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here