
WEBINAR bulanan IKAFITE yang rutin digelar setiap tanggal 11, kali ini mengangkat tema yang tak mudah: “Perkosaan Massal Mei 1998”.
Setelah poster kami edarkan, muncul sejumlah masukan agar judul tersebut diubah karena dianggap terlalu provokatif.
Memang, para korban tragedi Kerusuhan Mei 1998 bukan hanya perempuan yang diperkosa. Banyak juga yang mengalami penyiksaan, penjarahan, rumah dan tokonya dibakar, bahkan meninggal secara mengenaskan – terpanggang hidup-hidup di dalam pusat perbelanjaan yang dibakar massa.
Bukan untuk merespon pernyataan menteri kebudayaan
Namun, kami tidak mengangkat tema ini karena ingin menanggapi pernyataan seorang menteri yang belakangan menyebut kasus-kasus perkosaan dalam tragedi Kerusuhan Mei 1998 sebagai sekadar isu atau rumor.
Jika hanya untuk merespons itu, silakan buka YouTube—sudah banyak forum, podcast, dan kanal diskusi lain yang membahasnya secara gamblang.
Bahkan tanggal 2 Juli 2025, pejabat bersangkutan telah dipanggil oKomisi X DPR dan memberikan klarifikasi.
Tapi mari kita jujur: terlalu banyak pernyataan pejabat zaman sekarang yang berputar-putar, sarat intrik politik, dan penuh “pesan sponsor”.
Tidak semua perlu ditanggapi, apalagi ditaati.
Bukan demi “Jasmerah”
Kami mengangkat kembali tragedi Kerusuhan Mei 1998 bukan sekadar demi slogan “Jas Merah” – jangan sekali-kali melupakan sejarah.
Memang, bagi sebagian besar generasi muda hari ini, peristiwa kelam itu mungkin tinggal cerita buram dari masa lalu, atau sekadar fragmen dalam buku sejarah.
Sementara bagi sebagian pihak lain, tragedi itu dianggap aib nasional yang lebih baik direvisi, dibungkam, atau -kalau bisa- dihapus.
Dalam narasi seperti ini, kebenaran jadi relatif, dan yang berkuasa dianggap berhak menentukan versi “resmi” sejarah.
Namun bagi kami, tragedi Kerusuhan Massal tanggal 13–15 Mei 1998 adalah luka bangsa yang belum sembuh.
Dengan terang-terangan, kami kembali menegaskan keberpihakan pada para korban—mereka yang dibunuh, dibakar hidup-hidup, diperkosa, dijarah, diusir, dan hingga kini masih menyimpan trauma mendalam.
Semua itu sungguh terjadi.
Ini bukan narasi fiksi. Para korban masih hidup, sebagian masih bisa bersaksi dengan suara yang lemah tapi jujur tentang penderitaan yang nyaris tak tertanggungkan.
Maka, ketika kami kembali menyerukan keberpihakan pada korban, ini bukan suara pahlawan kesiangan.
Pada saat tragedi itu terjadi, para pembicara dalam webinar ini ada di garda depan: menyambangi, merawat, menyelamatkan, dan mendampingi para korban. Hingga kini pun, sebagian dari mereka masih menerima ancaman, bahkan teror pembunuhan.
Gereja -yang ajarannya menjunjung tinggi kasih pada Allah dan sesama- pada saat itu pun tak luput dari ujian.
Bila tidak ada sosok-sosok seperti Sandyawan Sumardi, Romo YB Mangunwijaya, Herry Priyono, Romo Mudjisutrisno SJ, Romo Ismartono SJ, almarhum Romo Krismanto Pr, Purnomo Sastro, Windyatmoko, dan para alumni IFT Yogyakarta, entah wajah belarasa seperti apa yang masih bisa ditampilkan Gereja.
Keberanian mereka dalam memihak korban memantik simpati luas dari kalangan aktivis perempuan seperti Ita F. Nadia, Sri Palupi, Karlina Supelli, Saparinah Sadeli, juga dari tenaga medis seperti dr. Dharmawan Lie.
Bersama mereka, para penyelidik independen, anggota TPGF, dan sejarawan seperti Hilmar Farid, membentuk mata rantai kemanusiaan yang tak bisa dipadamkan begitu saja.
Karena mereka semua adalah manusia
Membela korban tragedi Kerusuhan Mei 1998 adalah panggilan nurani setiap manusia. Bukan karena agamanya, bukan karena jenis kelaminnya, bukan karena institusinya.
Tapi karena ia manusia. Dan terlebih bagi kita yang menyebut diri murid-murid Kristus, berpihak pada yang tertindas, yang lemah, yang dipinggirkan – adalah jantung dari iman itu sendiri.
Kami, alumni IFT Yogyakarta dan anggota Ikafite, telah memilih untuk berdiri di sisi korban 27 tahun lalu. Dan hingga kini, kami tetap berdiri di sana. Panggilan belarasa itu tak pernah kadaluwarsa.
Seperti yang pernah diserukan Romo Mangun seusai tragedi Kerusuhan Mei 1998 dalam pertemuan umat Katolik di Istora Senayan: “Jangan sekali-kali membela Yesus dengan kongkalikong bersama Herodes dan Pilatus.”
Sampai jumpa dalam webinar penuh makna ini:
Jumat, 11 Juli 2025 | Pukul 19.00–21.30 WIB
Salam hormat dan belarasa,
Pengurus Ikafite