Eksegese Hidup Orang Pedalaman: Air Tuba Dibalas Air Susu, Mt 5:38-42

0
717 views
Ilustrasi (Ist)

ADA pepatah mengatakan, “Air susu dibalas air tuba”. Artinya, kebaikan dibalas dengan kejahatan.

Dengan nada yang berbeda, saya membalik pepatah lama itu, “Air tuba dibalas dengan air susu”.

Artinya, kejahatan dibalas dengan kebaikan. Mungkinkah itu?

Allah sendiri dalam Perjanjian Lama mengatakan, “Apabila Aku mengasah pedang-Ku yang berkilat-kilat, dan tangan-Ku memegang penghukuman, maka Aku membalas dendam kepada lawan-Ku, dan mengadakan pembalasan kepada yang membenci Aku  (Ul 32:41). Di tempat yang berbeda ada aturan hukum tentang jaminan nyawa sesama manusia.

Dan aturan berupa teks-teks suci ini, dijadikan sebagai alasan legitimasi untuk mendukung dan membenarkan kebiasaan balas dendam diantara umat yang sedang berkonflik pada zaman kehidupan iman umat Israel zaman dulu (Kel 21:12-36).

Dengan kata lain, bisa dipastikan bahwa tindakan balas dendam yang dipraktekkan dalam Perjanjian Lama bukanlah sebuah pelanggaran terhadap hukum, tetapi tindakan itu, justru melegitimasi kekuatan hukum sebagai panglima tertinggi.

Di kemudian hari, teks Kel 21:12-36 ini, ditafsir ulang oleh Tuhan Yesus. Untuk melawan tesis lama ini, Dia memunculkan “khotbah di bukit” sebagai tesis baru (Mat 5:17-48).

Dan di sana Dia menfatwakan bahwa haram hukumnya untuk balas dendam.

Menurut-Nya, setiap tindakan kejahatan manusia yang berujung dengan lahirnya tindakan balas dendam adalah insan kejahatan atau anak kandung dari kekerasan. Kejahatan tidak bisa diladeni dengan kekerasan.

Satu-satunya cara meladeni tindakan kekerasan atau kejahatan adalah bertindak dengan mengasihi musuh. Persisnya, tidak memendam dendam di dalam hati tetapi, merelakan diri ketika hatinya disakiti musuh bahkan memberikan pengampunan yang tulus ikhlas kepadanya.

Bagi Tuhan Yesus, inilah obat ampuh untuk menghentikan kejahatan.

Bila tesis kasih Tuhan Yesus ini, ditarik pada kehidupan kita saat ini,  sepertinya tidak saja sulit untuk dihidupi dalam tindakan nyata, tetapi  kebanyakan orang belum move on kalau yang memusuhi tidak dihabisi.

Kita tidak saja senang memusuhi musuh tetapi, lebih dari itu kita lebih berupaya membalas segera dan merasa puas kalau seorang musuh sudah dihabisi. Bahkan tak jarang diantar kita, ada yang memendam kebencian pada musuhnya hingga setua umurnya dan setiap hari berharap sambil bertanya, kapan dia mati ya?

Rasanya, orang belum bisa merdeka dan bahagia apabila yang dia musuhi itu, belum mati-mati juga.

Ingat, ada nasihat bernas dari Tuhan Yesus, “Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” (Mat 5:44).

Di tempat yang lain malah tidak cukup mengasihi dan berdoa buat musuh. Malah yang Tuhan minta  pada kita, “Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu.” (Luk 6:27-28).

Renungan: Apakah kotbah Yesus di bukit ini, masih bisa berbunyi bagi kehidupan kita saat ini?

Tuhan memberkati

Apau Kayan, 17.6.2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here