Kapolda Sumsel Irjen Pol Zulkarnain Belajar Hargai Perbedaan di Sekolah Xaverius (2) 

0
2,994 views
Kapolda Sumsel Irjen Pol Zulkarnain (Ist/Fokus Riau)

DI jaringan sekolah Xaverius itulah, Kapolda Sumatera Selatan Irjen Pol Zulkarnain mengakui dirinya banyak belajar tentang pluralisme.

“Di sekolah Xaverius, saya belajar dan memperoleh pikiran yang plural. Belajar menerima perbedaan, menghargai pluralisme, dan semangat Bhinneka Tunggal Ika, serta menjunjung nilai keberagaman atau kemajemukan” papar Irjen Pol Zulkarnain yang sebelumnya menjadi Kapolda Riau.

Mantan guru dan Kepala Sekolah SMA Xaverius 1 Palembang Pak Soedadi, kini 79 tahun, mengaku sangat hafal dengan perilaku Zulkarnain muda saat jenderal polisi bintang dua ini  menjadi muridnya di SMA Xaverius  1 itu.

“Dulu, saya ini nakal dan sering terlambat ke sekolah. Tempat kos atau tempat tinggal saya di Kampus (sekitar 5 Km jaraknya rumah ke sekolah). Dari rumah ke sekolah itu, saya jalan kaki. Aturan sekolah bagi siswa-siswi yang terlambat baru diizinkan boleh masuk kelas setelah jam pertama. Saking seringnya saya terlambat dan Pak Soedadi melihat saya, namu beliau lalu membiarkan saya masuk kelas,” kata Irjen Pol Zulkarnain mengenang kebijaksanaan  Pak Soedadi.

Cukup bayar Rp 1.500

Hal yang berkesan mengenai sosok  Pak Soedadi adalah  kebijakannya akan besaran bayaran uang sekolah. Ketika itu uang sekolah dalam kartu pembayaran tertera Rp 5.000,- sedangkan kawan Irjen Pol Zulkarnain yang bernama Paulus sudah mampu membayar Rp 10.000. “Bagi Paulus, jumlah sebesar itu  mungkin tidak berat, karena orangtuanya mampu membayarnya. Saya tentu sangat keberatan,  walau hanya Rp 5.000,-,” tutur Irjen Pol Zulkarnain.

  • “Saya nekat memberanikan diri ingin bertemu menghadap Kepala Sekolah Pak Soedadi agar diizinkan mohon keringanan uang sekolah,” kata Zulkarnain.
  • “Pak, uang sekolah saya  Rp 5.000, pasti tidak mungkin saya bayar,  karena tidak mampu,” kata Zulkarnain kepada kepala sekolahnya waktu itu.
  • Kata Pak Soedadi, “Ya sudah, kamu cukup bayar Rp 3.000,- saja.”
  • “Pak, Rp 3. 000,- perbulan itu masih mahal atau berat buat saya,” pinta Zulkarnain.
  • “Ya sudah, kamu cukup bayar Rp 1.500 per bulan,” kata Pak Soedadi.

Itulah dialog yag terjadi saat Irjen Pol Zulkarnain datang memohon  dispensasi bisa mendapatkan keringanan membayar uang sekolah.

Akhirnya, Zulkarnain diizinkan boleh membayar uang sekolah sebesar Rp 1.500 per bulan selama kelas 1 SMA. Nah, ketika kelas 2 SMA, pembayaran tertulis Rp 5.000,-

“Saya datang lagi guna menemui Pak Soedadi selaku kepala sekolah memohon keringanan pembayaran uang sekolah,” kata Zulkarnain.

Selaku penasehat, Pak Soedadi  berpose bersama para pengurus-manajemen Koperasi Puskopdit Sumsel dan Koperasi Karya Kasih, serta koperasi Abdi Sesama milik sekolah-sekolah Katolik. (Ignas Waning)

Tawar menawar pun terjadi sama seperti ketika Zulkarnain masih duduk di kelas 1. “Akhirnya Pak Soedadi mengabulkan permohonan saya boleh membayar uang sekolah sebesar Rp 1.500 perbulan,” kata Zulkarnain yang langsung disambut tawa para hadirin yang memenuhi aula Unika Musi Charitas ini.

“Namun bapak ibu, ketika naik kelas 3, uang sekolah saya tertulis Rp 5.000 lagi dan saya sudah  tidak berani menemui kepala sekolah, karena malu,” ungkapnya kemudian.

Setelah menjadi Kapolda Sumatera Selatan, Irjen Pol Zulkarnain lalu  datang  sowan ke rumah Pak Soedadi. Ia mengungkapkan kenangan masa lalu itu saat dirinya masih menjadisiswa SMA Xaverius 1.

Maka ia pun lalu bertanya kepada Pak Soedadi: “Pak, mengapa waktu itu Bapak begitu gampang percaya kepada saya, ketika saya datang meminta keringanan pembayaran uang sekolah saat itu?,” ungkap Zulkarnain.

“Bukan Pak Soedadi yang menjawab pertanyaan saya, melainkan Ibu Tien Soedadi. Beliau lugas menjawab: ‘Saya bisa melihat dari penampilan anak’,” kata Irjen Pol Zulkarnain menirukan perkataan Ny. Tien Soedadi waktu itu.

Sekilas Pak Soedadi

Drs. Tarcisius Soedadi lahir di Imogiri, Kabupaten Bantul, DIY, tanggal 9 Juni 1938. Karena bercita-cita ingin menjadi guru,  maka ia lalu memilih kuliah di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Sanata Dharma Yogyakarta Jurusan Ekonomi. Sedangkan Ny. Tien lahir di Undaan Lor, Kudus, Jateng, 8 Januari 1942.

Setelah lulus sarjana muda, Pak Soedadi  pergi ke Palembang. Mulai tanggal 1 September 1960-1963, Pak Soedadi  mengajar di SMA Xaverius 1, SMA Xaverius 1 (Puteri) dan SMA Guru Atas (SGA) Xaverius Puteri.

Baca juga:   Kapolda Sumatera Selatan Irjen Pol Zulkarnain: ”Saya Alumnus SD, SMP, dan SMA Xaverius” (1)

Pada tahun  1963-1964, Pak Soedadi berhasil menyelesaikan Sarjana Pendidikan di IKIP Sanata Dharma. Saat kuliah di tingkat sarjana itulah Pak Soedadi berkenalan dengan Maria Magdalena Sri Koestini yang kini menjadi isterinya.

Pernikahan Pak Soedadi dan Ny. Tien dikaruniai tiga orang puteri :

  • Christina Maria Sri Indiarti (Lahir 21 Oktober 1968, lulus kuliah dari IPB tahun 1993).
  • Bernadette Maria Sri Indah Dwi Lestari (lahir 12 September 1971, lulus Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya tahun 1996).
  • Katharina Maria Sri Indriani Kusumawardani (lahir 29 November 1973, lulus Universitas Parahyangan – Bandung, Fakultas Ekonomi Akuntansi tahun 1999).

20 tahun kepala sekolah

Setelah menyelesaikan kuliah sarjana pendidikan, tahun 1968 Pak Soedadi kembali ke Palembang sekalian memboyong isterinya. Ibu Tien lalu mengajar di SMA Xaverius 1 Puteri dan Pak Soedadi mengajar di SMA Xaverius 1.

Saat bersamaan di tahun 1968-1971 Pak Soedadi mendapat tugas sebagai kepala sekolah SMA Xaverius 1 Puteri menggantikan Sr. Maria Charitas HK (semula tugas kepala sekolah itu ingin diberikan kepada Ibu Tien, namun ibu Tien menolak karena merasa belum layak dan baru lulus kuliah).

Ibu Tien sebagai wakil kepala sekolah SMA Xaverius 1 Putri.

Selama 4 tahun, Pak Soedadi menjabat  kepala sekolah SMA Xaverius 1 Puetri dan selama 16 tahun menjadi kepala sekolah SMA Xaverius 1 Palembang, mulai tahun 1972-1987.

Ibu Tien menjabat sebagai wakil kepala sekolah selama 9 tahun sejak tahun 1972-1964.

Misi yang diemban oleh Pak Soedadi sebagai kepala sekolah SMA Xaverius 1 adalah:

  • Pertama,  meningkatkan kualitas pendidikan dengan indikasi banyak prestasi yang diraih, baik oleh sekolah, guru, maupun para siswanya.
  • Kedua, meningkatkan kuantitas sekolah dengan indikasi jumlah kelas dan siswanya bertambah.

Di mata mantan muridnya tahun 1978, Alex Koharman (mantan Kepala Sekolah SMA Xaverius 3), Pak Soedadi adalah figur, inspirator, teladan. Ia juga layak menjadi  contoh tentang baiknya keluarga Kristiani dalam membangun nilai kebaikan, kesetiaan, dan kemulian Tuhan dalam hidup berkeluarga. (Selesai)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here